Ini 2 Alasan yang Bisa Bikin Yuan Tetap Mengungguli Rupiah

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
17 July 2018 09:59
Ini 2 Alasan yang Bisa Bikin Yuan Tetap Mengungguli Rupiah
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia Sepanjang tahun ini, tren kurs rupiah terhadap yuan masih bakal melemah, memperpanjang depresiasi yang telah mencapai 3,28% sepanjang tahun berjalan. Dua situasi bakal melandasi situasi ini. 

Menurut catatan tim riset CNBC Indonesia, setidaknya ada dua kondisi yang bakal menekan kurs rupiah terhadap renminbi sepanjang tahun ini. Pertama, faktor fundamental berupa defisit perdagangan, dan kedua, perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). 

Sebagaimana diketahui, China merupakan mitra dagang utama dengan porsi 21,25% dari total perdagangan Indonesia yang mencapai US$154,38 miliar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai perdagangan nonmigas kedua negara sepanjang Januari-Juni 2018 mencapai US$32,81 miliar. 

Ini 2 Alasan yang Bisa Bikin Yuan Tetap Mengungguli RupiahSumber: BPS
Indonesia memang bisa dikatakan bergantung pada produk-produk impor dari China. Selain menawarkan produk yang kompetitif, harga murah juga menjadi pertimbangan utama mengapa pengusaha domestik banyak mengimpor dari negara tersebut. 

Data buletin impor BPS pada April memperlihatkanlima komoditas impor utama Indonesia dari China adalah barang modal dan baku yang menduduki posisi lima besar, yakni mesin telekomunikasi, mesin pembaca data, mesinuntuk industri tertentu, dan benang atau serat kain. 

Namun, intensitas perdagangan antar kedua negara yang tinggi, justru memberikan kerugian tersendiri bagi Indonesia dari sisi kurs. Barang-barang tersebut menjadi andalan China untuk meraup devisa dari Indonesia.  

Selama Januari-Juni 2018, Indonesia selalu mengalami defisit perdagangan dengan China. Defisit terendah dialami Indonesia pada Juni, sebesar US$150 juta. Dampaknya, rupiah pun tertekan terhadap yuan sebesar 3,28% pada periode yang sama.
Di sisi lain, faktor yang bisa jadi pendorong pelemahan rupiah terhadap yuan adalah perang dagang. Menurut riset Bank ANZ, sentimen perang dagang menekan Indeks USD/Asia, indeks yang merekam pergerakan dolar AS terhadap mata uang kawasan Asia.  

“Pemicu awal pelemahan kurs Asia adalah penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil di AS. Namun pelemahan akhir-akhir ini sejak pertengahan Juni terkait dengan eskalasi perang dagang AS dan China, memicu koreksi yuan yang menular ke kurs Asia lainnya,” tutur Head of Asia Research Khoon Goh.

Dalam laporan riset yang dirilis Senin (16/07/2018), Goh memasukkan yuan sebagai salah satu mata uang yang nilainya masih terlalu murah (undervalued) di Asia, sehingga berpeluang menguat. Rupiah juga terhitung undervalued di tengah perbaikan fundamental ekonominya.  

Hanya saja, kekuatan fundamental Indonesia sejauh ini belum bisa menandingi keperkasaan ekonomi Negeri Tirau Bambu. Beberapa rilis data seperti penyaluran kredit China hingga produk domestik bruto (PDB), menjadi faktor yang memunculkan persepsi positif di mata investor.  

Penyaluran kredit di China sejak Februari terus tumbuhseiring berkembangnya industri khususnya manufaktur. Salah satu indikator yang dapat digunakan yaitu indeks PMI. Indeks PMI sektor manufaktur sejak Februari terus bergerak naik, mencerminkan positifnya sektor tersebut.  

Selain itu, kontribusi sektor tersebut terhadap pertumbuhan PDB negara tersebut cukup tinggi. Pada 2015 saja, kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan PDB mencapai 40%. Terbaru sepanjang kuartal I hingga II 2018, PDB China tumbuh di atas 6,5%.  

Kondisi perekonomian yang positif tentu menjadi penilaian lebih di mata investor. Meskipun saat ini China sedang dihadapkan pada perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), tetapi rilis data ekonomi membuat kekhawatiran investor pun sirna.  

Hal inipun ikut menjadi penyebab yuan cenderung menguat di hadapan rupiah setidaknya sejak awal tahun hingga saat ini.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular