Dihajar Luar-Dalam, IHSG Turun 0,65%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 July 2018 16:35
IHSG ditutup turun 0,65% ke level 5.905,16 pada perdagangan pertama di pekan ini.
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,65% ke level 5.905,16 pada perdagangan pertama di pekan ini. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah.

Indeks Strait Times turun 0,71%, indeks Kospi turun 0,39%, indeks Shanghai turun 0,61%, dan indeks SET (Thailand) turun 0,89%.

Sempat melemah hingga ke level 5.847,34 (-1,63% dibandingkan posisi Jumat, 13/7/2018), IHSG diangkat naik pada menit-menit terakhir perdagangan.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,57 triliun dengan volume sebanyak 6,4 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 312.523 kali.

Pergerakan IHSG pada hari ini dihantui oleh sentimen negatif dari sisi eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, rilis data ekonomi di China membuat pelaku pasar enggan menyentuh instrumen berisiko seperti saham. Pada kuartal-II 2018, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 6,7% YoY, sama dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters.

Penjualan barang-barang ritel periode Juni tumbuh sebesar 9% YoY, juga sama dengan konsensus. Namun, output industri untuk periode Juni hanya tumbuh sebesar 6% YoY, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,5% YoY.

Kemudian, aura perang dagang antara AS dengan Uni Eropa yang semakin memanas juga membuat investor saham kurang nyaman.

Menjelang pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden AS Donald Trump menyebut Uni Eropa sebagai musuh di bidang perdagangan. Dikutip dari BBC, Trump mengatakan ada banyak musuh dari AS termasuk Rusia dan China, namun dirinya menempatkan Uni Eropa di posisi teratas.

"Saya rasa Uni Eropa merupakan sebuah musuh, (mengingat) apa yang mereka lakukan kepada kami di bidang perdagangan," papar Trump.

Dari dalam negeri, laju IHSG terbebani oleh data ekspor-impor periode Juni yang mengecewakan. Sepanjang bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor tumbuh sebesar 11,47% YoY, sementara impor tumbuh sebesar 12,66% YoY. Kedua data tersebut lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, dimana para ekonom memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY, sementara impor diperkirakan melesat hingga 30,17% YoY.

Impor yang begitu lemah lantas membuat neraca perdagangan diumumkan jauh lebih tinggi dari ekspektasi para ekonom (US$ 1,74 miliar vs. US$ 579,5 juta).

Lemahnya pertumbuhan ekspor dan impor menunjukkan lemahnya aktivitas ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Akibatnya, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah di level 5,4% kian mustahil untuk dicapai. Sebagai informasi, pemerintah memutuskan untuk tidak merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun fiskal 2017.

Secara sektoral, koreksi IHSG dipimpin oleh sektor barang konsumsi (-1,14%). Saham-saham sektor barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,45%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-0,79%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,56%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,8%), dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk/ULTJ (-1,18%).

Aksi jual atas saham-saham barang konsumsi dipicu oleh lemahnya impor barang konsumsi pada bulan lalu. Sepanjang bulan Juni, BPS mencatat impor barang konsumsi sebesar US$ 1,01 miliar atau turun 9,01% jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun 2017 sebesar US$ 1,11 miliar. Lantas, impor barang konsumsi menjadi satu-satunya yang melemah secara tahunan (impor bahan baku naik 14,5% YoY dan impor barang modal melesat 20% YoY).

Kini, persepsi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah mulai menggeliat menjadi dipatahkan. Sebelumnya, persepsi ini timbul seiring dengan derasnya impor barang konsumsi periode Mei dan inflasi bulan lalu yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Sisi positifnya, investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 76 miliar. Saham-saham yang paling banyak diburu oleh investor asing diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 179,5 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 67 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 36,9 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 32,3 miliar), dan PT Vale Indonesia Tbk/INCO (Rp 26,2 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/hps) Next Article Ikuti Jejak Bursa Regional, IHSG ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular