
Internasional
Mengejutkan, Ekspor China Rontok 4% Lebih di Desember
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 January 2019 13:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor China secara keseluruhan pada bulan Desember turun 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini adalah penurunan bulanan terbesar dalam dua tahun terakhir, menurut data bea cukai yang dirilis, Senin (14/1/2019).
Impor China juga secara tak terduga mengalami kontraksi di Desember, turun 7,6%, yang merupakan penurunan terbesar sejak Juli 2016, melansir CNBC International.
Penurunan itu menyebabkan China memiliki surplus perdagangan US$57,06 miliar pada Desember, lebih tinggi dibandingkan perkiraan analis, yaitu hanya US$51,53 miliar. Jumlah itu naik dari US$ 44,71 miliar yang tercatat di November.
Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pengiriman di bulan Desember dari eksportir terbesar dunia itu akan naik 3%, namun melambat dari 5,4% pada bulan November.
Pertumbuhan impor diperkirakan naik sedikit menjadi 5%, setelah menurun menjadi 3% pada bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor terjadi karena melemahnya pertumbuhan global dan akibat hambatan dari bea impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS) meningkat. Selain itu, impor juga turun karena permintaan domestik melambat, kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics.
Surplus China dengan AS naik 17% dari tahun lalu dan mencapai US$323,32 miliar sepanjang 2018
Namun, surplus perdagangan Desember China dengan AS turun menjadi US$29,87 miliar dari US$35,54 miliar di November.
Selain perang tarif dengan AS, ekonomi China tengah menghadapi tantangan domestiknya sendiri. Bahkan sebelum Trump menerapkan hambatan tambahan dalam perseteruan dagang mereka, Beijing sudah berusaha untuk mengerem perlambatan ekonominya setelah puluhan tahun mencatatkan pertumbuhan yang sangat buruk.
Kedua belah pihak telah berusaha untuk menegosiasikan kesepakatan damai, dengan mengadakan putaran pembicaraan terakhir antara pejabat China dan AS, yang berakhir Rabu lalu.
Kementerian Perdagangan China pada Kamis lalu mengatakan bahwa pembicaraan itu mencakup banyak hal dan telah berhasil membentuk dasar untuk menyelesaikan masalah masing-masing negara.
Namun, prospek secara keseluruhan hampir tidak cerah, kata Evans-Pritchard.
"Dengan pertumbuhan global diperkirakan akan melambat lebih lanjut tahun ini, ekspor akan tetap lemah bahkan jika China dapat mencapai kesepakatan perdagangan yang menghapuskan tarif Trump," tulisnya dalam sebuah catatan pada hari Senin.
"Sementara itu, karena pelonggaran kebijakan tidak mungkin terjadi di bawah kegiatan ekonomi domestik sampai paruh kedua tahun ini, pertumbuhan impor kemungkinan akan tetap lemah," tambah Evans-Pritchard.
(prm) Next Article Permintaan Lemah, Ekspor-Impor China Melambat
Impor China juga secara tak terduga mengalami kontraksi di Desember, turun 7,6%, yang merupakan penurunan terbesar sejak Juli 2016, melansir CNBC International.
Penurunan itu menyebabkan China memiliki surplus perdagangan US$57,06 miliar pada Desember, lebih tinggi dibandingkan perkiraan analis, yaitu hanya US$51,53 miliar. Jumlah itu naik dari US$ 44,71 miliar yang tercatat di November.
Pertumbuhan impor diperkirakan naik sedikit menjadi 5%, setelah menurun menjadi 3% pada bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor terjadi karena melemahnya pertumbuhan global dan akibat hambatan dari bea impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS) meningkat. Selain itu, impor juga turun karena permintaan domestik melambat, kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics.
![]() |
Surplus China dengan AS naik 17% dari tahun lalu dan mencapai US$323,32 miliar sepanjang 2018
Namun, surplus perdagangan Desember China dengan AS turun menjadi US$29,87 miliar dari US$35,54 miliar di November.
Selain perang tarif dengan AS, ekonomi China tengah menghadapi tantangan domestiknya sendiri. Bahkan sebelum Trump menerapkan hambatan tambahan dalam perseteruan dagang mereka, Beijing sudah berusaha untuk mengerem perlambatan ekonominya setelah puluhan tahun mencatatkan pertumbuhan yang sangat buruk.
Kedua belah pihak telah berusaha untuk menegosiasikan kesepakatan damai, dengan mengadakan putaran pembicaraan terakhir antara pejabat China dan AS, yang berakhir Rabu lalu.
Kementerian Perdagangan China pada Kamis lalu mengatakan bahwa pembicaraan itu mencakup banyak hal dan telah berhasil membentuk dasar untuk menyelesaikan masalah masing-masing negara.
Namun, prospek secara keseluruhan hampir tidak cerah, kata Evans-Pritchard.
"Dengan pertumbuhan global diperkirakan akan melambat lebih lanjut tahun ini, ekspor akan tetap lemah bahkan jika China dapat mencapai kesepakatan perdagangan yang menghapuskan tarif Trump," tulisnya dalam sebuah catatan pada hari Senin.
"Sementara itu, karena pelonggaran kebijakan tidak mungkin terjadi di bawah kegiatan ekonomi domestik sampai paruh kedua tahun ini, pertumbuhan impor kemungkinan akan tetap lemah," tambah Evans-Pritchard.
(prm) Next Article Permintaan Lemah, Ekspor-Impor China Melambat
Most Popular