Riset DBS: PDB RI Tumbuh 'Cuma' 5%, Bunga BI Naik 50 Bps Lagi

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
09 July 2018 19:38
DBS memproyeksikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya tumbuh sekitar 5% atau lebih rendah dari tahun 2017 sekitar 5,3%.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta,CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia sedang memasuki tahun yang berat. Bagaimana tidak, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya tumbuh sekitar 5% atau lebih rendah dari tahun 2017 sekitar 5,3%.

Riset 9 Juli 2018 yang dikeluarkan DBS Bank Indonesia, Senin (9/7/2018), menyatakan kuatnya pengaruh negatif baik dari sisi eksternal maupun internal, membuat capaian pertumbuhan ekonomi tahun ini cenderung lambat.

Dari sisi eksternal, kuatnya dampak kenaikan suku bunga acuan Di AS membuat Bank Indonesia (BI) harus mengambil langkah mengetatkan kebijakan moneter. Hingga pertengahan tahun 2018 ini, BI sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 100 bps ke posisi 5,25%.

"Kami memperkirakan BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan 50 bps lagi hingga akhir tahun 2018" ujar Radhika Dao, yang merupakan bagian dari Tim Riset Bank DBS.

Dampak dari kenaikan ini diperkirakan berimbas kepada pencapaian tingkat inflasi. Hingga akhir tahun 2018, DBS Indonesia memperkirakan inflasi hanya tumbuh sekitar 3,6% secara Year-on-Year (YoY). Angka tersebut jauh lebih rendah dari periode tahun 2017 yang tumbuh hingga 4%.

Perkiraan ini seiring dengan kemungkinan tingkat konsumsi masyarakat yang ikut menurun. DBS memperkirakan konsumsi hanya tumbuh sekitar 4,5-5%. Dengan pertumbuhan yang cenderung melambat, diperkirakan sektor investasi akan menjadi lead pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Sektor investasi diperkirakan akan tumbuh sekitar 8% YoY hingga kuartal III-2018.

Dari sisi internal, proyeksi melebarnya defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 dapat memberi tekanan bagi perekonomian. BI sebelumnya telah memperkirakan defisit transaksi berjalan mencapai 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

DBS sendiri memproyeksi secara keseluruhan pada tahun 2018, defisit transaksi berjalan berada di kisaran 2,4% dari PDB.

Besarnya defisit ini dipengaruhi oleh besarnya defisit impor minyak. Pada tahun ini, pemerintah mematok target harga minyak di Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) US$ 48/barel.

Saat ini harga minyak global khususnya jenis lightsweet yang menjadi indikator harga minyak Indonesia telah mencapai US$ 73/barel. Selisih hingga US$ 25 barel ini yang menyebabkan defisit transaksi berjalan pada tahun ini akan melebar.

Di sisi lain, kondisi cadangan devisa Indonesia kemungkinan akan terus tergerus, seiring dengan stabilisasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Kami memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada di kisaran Rp 14.600 pada akhir tahun.

Dengan memperhatikan faktor-faktor inilah diperkirakan perekonomian Indonesia di tahun 2018 cenderung melambat dibandingkan periode sebelumnya.



(dru) Next Article Ini Risiko Ekonomi RI Versi Bank Terbesar di ASEAN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular