Ini Risiko Ekonomi RI Versi Bank Terbesar di ASEAN

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
14 May 2018 16:42
Kondisi perekonomian global membawa tantangan bagi perekonomian nasional.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi perekonomian global membawa tantangan bagi perekonomian nasional. Indonesia perlu memperhatikan perkembangan neraca pembayaran, inflasi, sampai kondisi anggaran negara. 

Hal tersebut tercantum dalam riset DBS Bank, bank dengan nilai aset terbesar di ASEAN, yang dikutip Senin (14/5/2018). Duncan Tan, FX & Rates Strategist di DBS, menyebutkan risiko global yang menciptakan tantangan bagi Indonesia adalah kenaikan harga minyak, penguatan dolar Amerika Serikat (AS), dan kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed. 

"Harga komoditas yang lebih tinggi telah mengangkat ekspor, tetapi ini diimbangi oleh defisit perdagangan minyak dan gas yang melebar. Secara bersamaan, normalisasi kebijakan moneter menyebabkan aliran modal portofolio rentan terhadap potensi pembalikan," sebut Tan. 

Akibat neraca perdagangan yang terancam dan portofolio rentan pembalikan, lanjut Tan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mungkin hanya mengandalkan aliran modal asing di sektor riil atau Foreign Direct Investment (FDI).

"Kekuatan arus masuk
investasi asing langsung perlu dipertahankan untuk menutupi kecukupan modal," ujarnya.  

Bila FDI sulit diharapkan, tambah Tan, maka akan menjadi sumber risiko bagi NPI. Sebagai catatan, NPI kuartal I-2018 mencatat defisit US$ 3,85 miliar. 

"Kombinasi kecukupan modal dan potensi penurunan aliran modal di sektor keuangan muncul sebagai sumber kekhawatiran jika lingkungan eksternal memburuk lebih lanjut," sebutnya. 

Namun di tengah kerentanan di sektor keuangan, peran kebijakan fiskal juga terbatas untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, pemerintah punya batasan dalam menentukan defisit anggaran yaitu maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. 

Menurut Tan, ada risiko pembiayaan yang lebih tinggi akibat dari keputusan yang sensitif secara politik dalam hal harga bahan bakar dan tarif listrik domestik. Padahal kenaikan harga bahan bakar atau tarif listrik bisa meringankan tekanan fiskal, tetapi memang memberi tekanan inflasi. Namun, utang pemerintah jauh lebih mudah dikelola karena tidak perlu tambahan pembiayaan. 


(aji/aji) Next Article Streaming: Buka-Bukaan Ekonomi RI yang Tumbuh 'Cuma' 5,02%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular