Risiko Utang Meningkat, BI Berikan Penjelasan Khusus

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
04 July 2018 20:12
Risiko utang Indonesia atau CDS yang terus meningkat sejak awal 2018 memang bergerak sejalan dengan pelemahan rupiah.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Risiko utang Indonesia atau Credit Default Swap (CDS) yang terus meningkat sejak awal 2018 memang bergerak sejalan dengan pelemahan rupiah. Gejolak eksternal benar-benar melambungkan CDS Indonesia di tengah kondisi perekonomian domestik yang stabil dan kuat.

"CDS relatif bergerak searah dengan pelemahan atau penguatan rupiah. Kita paham bahwa rupiah saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan eksternal ketimbang kondisi perekomomian domestik yang relatif terkendali," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Rabu (4/7/2018).

Menurut Dody, tantangan saat ini khususnya pada perekonomian domestik memang masih seputar defisit transaksi berjalan alias Current Account Deficit (CAD). Hal tersebut menjadi faktor tambahan yang meningkatkan risiko ekonomi. Padahal jika memang tidak ditambah kondisi eksternal, maka CDS Indonesia pasti tidak melambung jauh.

"Memang masih ada challenges di perekonomian kita seperti CAD yang meningkatkan risiko ekonomi. Seandainya hanya melihat faktor tersebut [hanya CAD] maka CDS Indonesia dapat saja tidak setinggi level saat ini," ungkap Dody.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara sebelumnya mengatakan saat ini terjadi perubahan kebijakan moneter di berbagai negara. Hal ini mendorong mengetatnya likuiditas global dan tingginya ketidakpastian dunia.

"Yang jelas terlihat kenaikan Fed Fund Rate 4 kali tahun ini dan probability tahun depan 3 kali jadi bayangkan bisa 7 kali kenaikan rate (suku bunga). Artinya masih 5 kali lagi yang belum," papar Mirza dalam FGD dengan Media di Gedung BI, Selasa (3/7/2018).

Menurut Mirza, dengan kenaikan FFR tersebut beriringan dengan imbal hasil US Treasury Bond juga terus meningkat. Bahkan, yield 10 tahun US Treasury Bond masih bisa mencapai 3,42%.

"Ke depan bisa 2,93% dan terus naik bisa hingga 3,42%," tutur Mirza.

Ketidakpastian ekonomi global masih tinggi ini ditambah dengan aksi dari bank sentral China (PBoC) yang menurunkan GWM dan kebijakan ECB yang menurunkan net pembelian aset. Belum lagi, perang dagang AS dan China.

"Ketidakpastian global tersebut berdampak negatif ke pasar keuangan dunia. Ini yang menyebabkan mata uang negara berkembang melemah. Termasuk rupiah. Dipicu penguatan dolar secara luas," terangnya.

"Ke depan juga akan terjadi tren pengetatan likuiditas global," imbuh Mirza.

Pada hari ini, Rabu (4/7/2017), CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun berada di 138,44 basis poin. Sementara untuk tenor 10 tahun, hari ini berada di 214,28 basis poin. Indonesia pernah berhasil menurunkan CDS hingga level 80 basis poin di Januari 2018 untuk tenor 5 tahun. Sedangkan 10 tahun tenornya, pada periode tersebut hanya 140 basis poin.

(roy) Next Article Perang Dagang Juga Lambungkan Risiko Investasi RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular