
Ternyata Ini Penyebab Risiko Utang RI Terus Melonjak
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
04 July 2018 16:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Premi risiko yang dikenakan saat penerbitan instrumen utang di Indonesia atau biasa disebut Credit Default Swap (CDS) meningkat. Apa faktor utamanya?
Pada hari ini, Rabu (4/7/2017), CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun berada di 138,44 basis poin. Sementara untuk tenor 10 tahun, hari ini berada di 214,28 basis poin.
Kenaikan CDS, memang mencerminkan adanya kekhawatiran pasar terkait fundamental ekonomi sebuah negara atau kondisi fiskalnya.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menilai, kenaikan CDS tak lepas dari proyeksi Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan defisit transaksi berjalan (CAD) kuartal II-2018 di atas 2,5%.
Menurut dia, CDS negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, dan Thailand memang relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain karena adanya risiko defisit transaksi berjalan alias Current Account Deficit (CAD).
"CDS Malaysia dan Thailand itu lebih rendah, karena mereka tidak memiliki risiko CAD," kata David saat berbincang dengan CNBC Indonesia.
Seperti diketahui, bank sentral memproyeksikan CAD kuartal II-2018 berada di atas 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Pada kuartal I-2018, CAD berada di level 2,1% dari PDB.
Dengan kenaikan CDS, investor akan memilah negara mana yang bisa memberikan imbal hasil lebih. Lantas, apakah Indonesia masuk dalam jajaran negara-negara yang dimaksud?
David menjelaskan, keputusan BI menaikkan bunga acuan adalah salah satu cara untuk menggairahkan pasar keuangan Indonesia. Dengan kenaikan bunga, berinvestasi di Indonesia akan semakin menarik.
"Karena investor luar itu pasti akan menghitung, berapa suku bunganya, biaya preminya, dan inflasinya. Dia akan menghitung berapa pendapatan riil yang diterima. BI sudah tepat karena ahead the curve," katanya.
(dru) Next Article Duh, Dalam Lima Bulan 2018 Risiko Investasi RI Melambung
Pada hari ini, Rabu (4/7/2017), CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun berada di 138,44 basis poin. Sementara untuk tenor 10 tahun, hari ini berada di 214,28 basis poin.
Kenaikan CDS, memang mencerminkan adanya kekhawatiran pasar terkait fundamental ekonomi sebuah negara atau kondisi fiskalnya.
Menurut dia, CDS negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, dan Thailand memang relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain karena adanya risiko defisit transaksi berjalan alias Current Account Deficit (CAD).
"CDS Malaysia dan Thailand itu lebih rendah, karena mereka tidak memiliki risiko CAD," kata David saat berbincang dengan CNBC Indonesia.
Seperti diketahui, bank sentral memproyeksikan CAD kuartal II-2018 berada di atas 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Pada kuartal I-2018, CAD berada di level 2,1% dari PDB.
Dengan kenaikan CDS, investor akan memilah negara mana yang bisa memberikan imbal hasil lebih. Lantas, apakah Indonesia masuk dalam jajaran negara-negara yang dimaksud?
David menjelaskan, keputusan BI menaikkan bunga acuan adalah salah satu cara untuk menggairahkan pasar keuangan Indonesia. Dengan kenaikan bunga, berinvestasi di Indonesia akan semakin menarik.
"Karena investor luar itu pasti akan menghitung, berapa suku bunganya, biaya preminya, dan inflasinya. Dia akan menghitung berapa pendapatan riil yang diterima. BI sudah tepat karena ahead the curve," katanya.
(dru) Next Article Duh, Dalam Lima Bulan 2018 Risiko Investasi RI Melambung
Most Popular