
Demi Prestise Energi Hijau, Medco Ajukan Utang Baru
Irvin Avriano, CNBC Indonesia
04 July 2018 07:16

Setelah ditinggal Saratoga, publik mendapat informasi rencana rapat umum pemegang obligasi (RUPO) Medco, yang di antaranya memasukkan agenda perubahan/ penghapusan batas rasio keuangan dalam perjanjian perwaliamanatan (PWA).
PWA merupakan perjanjian antara penerbit surat utang dengan investornya, yang biasanya mencakup batas-batas rasio keuangan yang tidak boleh dilewati oleh emiten. Batas itu biasanya berupa ketentuan batas minimum kas atau batas maksimum rasio utang.
Mengapa PWA diajukan? Ada dua kemungkinan. Pertama, MEDC kemungkinan sudah melewati batas yang diperjanjikan (kovenan) utang dan rasio utangnya. Karena itu, manajemen butuh merevisi batasan rasio utang dari PWA-nya.
Data Reuters menunjukkan rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) MEDC mencapai 2,06 kali pada 2017. Angka itu relatif tinggi dibanding perusahaan lain, seperti PT Indika Energy Tbk (INDY) 1,53 kali atau PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) 0,75 kali.
Kedua, posisi utang grup Medco belum melampaui batas, tetapi perusahaan berniat menarik utang lebih besar karena butuh dana ekspansi anorganik. Dari sisi kas, posisi Medco masih surplus dan arus kas operasionalnya kuartalannya tidak pernah negatif, kecuali pada kuartal IV/2016.
Artinya, tidak ada kebutuhan mendesak untuk menutup arus kasnya dengan dana eksternal. Kondisi kas yang berlebih itu juga terlihat dari rencana aksi pembelian kembali (buyback) saham perseroan di pasar dengan maksimal anggaran Rp 68 miliar.
Rencana itu diumumkan di tengah koreksi harga saham perusahaan yang per Selasa (03/07/2018) anjlok 42,22% ke Rp 965 dari posisi tertinggi tahun ini Rp 1.575 (pada 28 Februari). Secara tahun berjalan (year to date/ YTD), harga saham MEDC masih naik2,52% dari Rp 890 (akhir 2017).
Laporan keuangan MEDC menunjukkan perusahaan memiliki kas US$439,7 juta (setara Rp 6,3 triliun). Hal itu mencerminkan anggaran buyback Rp 68 miliar tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan posisi kas perusahaan yang masih berlimpah.
Seberapa kebutuhan grup Medco harus menarik utang eksternal demi proyek listrik hijau melalui Medco Power? Dalam beberapa kesempatan, Medco sempat menyebutkan bahwa nilai dana yang dibutuhkan untuk membangun IPP hingga tanggal operasional komersil (commercial operational date/ COD) mencapai US$5 per watt.
Hitungan tersebut mengacu pada proyek Sarulla yang membutuhkan US$1,7 miliar untuk memproduksi listrik berkapasitas 330 MW. Sebagai catatan, Sarulla telah beroperasi sejak awal tahun ini.
Jika dua proyek lain, yakni Ijen dan Riau (total 385 MW) dimasukkan, maka Medco setidaknya perlu dana pengembangan US$1,92 juta (setara Rp 27,64 triliun).
Karena Medco telah memiliki dana hasil penerbitan obligasi (senilai Rp 1,2 triliun) dan dana kas yang tersedia (senilai US$439,7 juta atau Rp 6,3 triliun per Maret), maka kebutuhan dana Medco Power tersisa senilai Rp 20,14 triliun.
Modal paling mudah tentu berasal dari suntikan induk usaha, baik berupa ekuitas maupun obligasi. Atau, bisa juga dipenuhi dengan berjuang kembali di bursa untuk menjual saham Medco Power ke publik (initial public offering/ IPO).
Namun apapun opsinya, semoga kisah Medco di proyek energi baik ini tidak berakhir seperti green bond milik PT Sarana Menara Infrastruktur (SMI) yang justru antiklimaks karena hanya dirilis sepertiga dari rencana semula.
May the cuan be with you!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm)
PWA merupakan perjanjian antara penerbit surat utang dengan investornya, yang biasanya mencakup batas-batas rasio keuangan yang tidak boleh dilewati oleh emiten. Batas itu biasanya berupa ketentuan batas minimum kas atau batas maksimum rasio utang.
Mengapa PWA diajukan? Ada dua kemungkinan. Pertama, MEDC kemungkinan sudah melewati batas yang diperjanjikan (kovenan) utang dan rasio utangnya. Karena itu, manajemen butuh merevisi batasan rasio utang dari PWA-nya.
Kedua, posisi utang grup Medco belum melampaui batas, tetapi perusahaan berniat menarik utang lebih besar karena butuh dana ekspansi anorganik. Dari sisi kas, posisi Medco masih surplus dan arus kas operasionalnya kuartalannya tidak pernah negatif, kecuali pada kuartal IV/2016.
Artinya, tidak ada kebutuhan mendesak untuk menutup arus kasnya dengan dana eksternal. Kondisi kas yang berlebih itu juga terlihat dari rencana aksi pembelian kembali (buyback) saham perseroan di pasar dengan maksimal anggaran Rp 68 miliar.
Rencana itu diumumkan di tengah koreksi harga saham perusahaan yang per Selasa (03/07/2018) anjlok 42,22% ke Rp 965 dari posisi tertinggi tahun ini Rp 1.575 (pada 28 Februari). Secara tahun berjalan (year to date/ YTD), harga saham MEDC masih naik2,52% dari Rp 890 (akhir 2017).
Laporan keuangan MEDC menunjukkan perusahaan memiliki kas US$439,7 juta (setara Rp 6,3 triliun). Hal itu mencerminkan anggaran buyback Rp 68 miliar tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan posisi kas perusahaan yang masih berlimpah.
![]() |
Hitungan tersebut mengacu pada proyek Sarulla yang membutuhkan US$1,7 miliar untuk memproduksi listrik berkapasitas 330 MW. Sebagai catatan, Sarulla telah beroperasi sejak awal tahun ini.
Jika dua proyek lain, yakni Ijen dan Riau (total 385 MW) dimasukkan, maka Medco setidaknya perlu dana pengembangan US$1,92 juta (setara Rp 27,64 triliun).
Karena Medco telah memiliki dana hasil penerbitan obligasi (senilai Rp 1,2 triliun) dan dana kas yang tersedia (senilai US$439,7 juta atau Rp 6,3 triliun per Maret), maka kebutuhan dana Medco Power tersisa senilai Rp 20,14 triliun.
Modal paling mudah tentu berasal dari suntikan induk usaha, baik berupa ekuitas maupun obligasi. Atau, bisa juga dipenuhi dengan berjuang kembali di bursa untuk menjual saham Medco Power ke publik (initial public offering/ IPO).
Namun apapun opsinya, semoga kisah Medco di proyek energi baik ini tidak berakhir seperti green bond milik PT Sarana Menara Infrastruktur (SMI) yang justru antiklimaks karena hanya dirilis sepertiga dari rencana semula.
May the cuan be with you!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular