Restrukturisasi Utang Eks Pemilik Sevel Terhambat Izin RUPS

Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 June 2018 15:41
Dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang digelar hanya 69% pemegang saham yang menyetujui.
Foto: REUTERS / Yuya Shino
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Modern Internasional Tbk (MDRN) harus memundurkan rencana perusahaan untuk menerbitkan saham baru (rights issue) untuk mengkonversi utangnya saat ini. Hal ini terkendala dari restu yang diberikan oleh pemegang sahamnya lantaran jumlah suara tak cukup (tidak kuorum).

Corporate secretary Modern Internasional Johannis mengatakan rencana tersebut belum akan dieksekusi karena persetujuan dari para pemegang saham masih kurang. Dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang digelar hanya 69% pemegang saham yang menyetujui, padahal untuk pelaksanaannya sekurangnya tiga perempat pemegang saham harus memberikan restu.

"Untuk rights issue tidak kuorum, nanti akan diadakan lagi RUPS dalam waktu dekat paling cepat 10 hari dari sekarang," kata Johannis di Gedung Ricoh, Jakarta, Kamis (28/6).

Adapun perusahaan berencana untuk merestrukturisasi utang senilai Rp 119,37 miliar yang jatuh tempo di bulan ini kepada PT Bukit Hendama permai (BHP) yang masih merupakan milik direktur utama perusahaan Sungkono Honoris.

Sebagai langkah restrukturisasi lainnya, Johannis mengakui bahwa pada awal bulan ini perusahaan telah mengajukan kepada salah satu krediturnya untuk memberikan keringanan perpanjangan waktu hingga 10 ke depan.

"Kita ajukan restrukturisasi tapi belum ada feedback dari kreditur yaitu perusahaan financing. Kami minta penghapusan bunga dan denda serta reschedule pembayaran," jelas dia.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan hingga akhir 2017 lalu total liabilitasnya mencapai Rp 1,28 triliun turun 3,96% dari setahun sebelumnya Rp 1,34 triliun. Liabilitas tersebut bukan hanya melampaui total aset perseroan, tetapi juga didominasi liabilitas jangka pendek Rp 1,26 triliun.

Bank yang menjadi kreditur utang jangka pendek bagi Modern adalah Standard Chartered Bank dengan nilai Rp 203,22 miliar, PT Bank Permata Tbk Rp 21,28 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk Rp 16,88 miliar.

Sementara utang jangka panjang didominasi oleh Bank Mandiri dengan nilai Rp 148,02 miliar, dilanjutkan CIMB Niaga Rp 43,85 miliar, Standard Chartered Bank Rp42,9 miliar dan Bank Permata Rp 4 miliar.

Proyeksi Anak Usaha Ricoh

Sempat dianak tirikan karena lebih fokus mengembangkan Seven Eleven (Sevel), bisnis grafis Ricoh saat ini menjadi satu-satunya sumber pendapatan perusahaan. Johannis mengakui akan fokus mengembangkan bisnis ini ke depannya.

Saat ini Ricoh mempunyai delapan cabang di Jakarta dan beberapa kota lain, namun pengembangan bisnis ini terhalang oleh ketersediaan pembiayaan. Menurut Johannis saat ini perusahaan mulai kesulitan mendapatkan pendanaan untuk anak usahanya ini.

"Sulit cari pendanaan dari finance company karena track recordnya jelek," imbuh dia.

Di tahun ini anak usaha ini ditargetkan akan mengantongi pendapatan sebesar Rp 120 miliar dari usaha trading dan penyewaan alat grafis. Namun jumlah ini masih belum mampu menutupi rugi yang masih menggerogoti perusahaan.

(dob) Next Article Utang Menumpuk, Pemilik Sevel Konversi Utang Jadi Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular