
Utang Eks Pemegang Lisensi 7-Eleven Lampaui Nilai Aset
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
21 May 2018 20:34

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Modern Internasional Tbk (MDRN), emiten yang pernah memegang lisensi 7-Eleven di Indonesia, mencatatkan pertumbuhan yang negatif selama 2017.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (21/5/2018), Modern mencatatkan total aset Rp 873,58 miliar pada akhir 2017, atau turun 55,95% dibandingkan posisi aset 2016 sebesar Rp 1,98 triliun.
Aset tetap pada 2017 tercatat Rp 429,99 miliar turun 64,89% dibandingkan dengan setahun sebelumnya Rp 1,22 triliun.
Uniknya, liabilitas dari perseroan tercatat masih tinggi meskipun aset sudah anjlok. Total liabilitas Modern pada akhir 2017 Rp 1,28 triliun turun 3,96% dari setahun sebelumnya Rp 1,34 triliun. Liabilitas tersebut bukan hanya melampaui total aset perseroan, tetapi juga didominasi liabilitas jangka pendek Rp 1,26 triliun.
Kinerja negatif tersebut tidak terlepas dari rugi bersih sepanjang 2017 yang mencapai Rp 1,06 triliun, naik dibandingkan rugi tahun sebelumnya Rp 636,48 miliar. Rugi tersebut menyebabkan defisiensi modal menjadi minus Rp 410,59 miliar.
Bank yang menjadi kreditur utang jangka pendek bagi Modern adalah Standard Chartered Bank dengan nilai Rp 203,22 miliar, PT Bank Permata Tbk Rp 21,28 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk Rp 16,88 miliar.
Sementara utang jangka panjang didominasi oleh Bank Mandiri dengan nilai Rp 148,02 miliar, dilanjutkan CIMB Niaga Rp 43,85 miliar, Standard Chartered Bank Rp42,9 miliar dan Bank Permata Rp 4 miliar.
Sebelumnya, anak usaha Modern Sevel Indonesia, anak usaha dari Modern Internasional telah digugat pailit oleh sejumlah kreditur. Namun pemegang lisensi 7-Eleven tersebut lolos dari pailit pada Oktober 2017 karena kredit sepakat untuk berdamai.
Modern Internasional dikendalikan oleh keluarga Honoris dan Sungkono Honoris menjabat sebagai Direktur Utama. Salah satu keluarga Honoris adalah Samadikun Hartono yang menjadi terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan nilai Rp 169 miliar.
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (21/5/2018), Modern mencatatkan total aset Rp 873,58 miliar pada akhir 2017, atau turun 55,95% dibandingkan posisi aset 2016 sebesar Rp 1,98 triliun.
Kinerja negatif tersebut tidak terlepas dari rugi bersih sepanjang 2017 yang mencapai Rp 1,06 triliun, naik dibandingkan rugi tahun sebelumnya Rp 636,48 miliar. Rugi tersebut menyebabkan defisiensi modal menjadi minus Rp 410,59 miliar.
Bank yang menjadi kreditur utang jangka pendek bagi Modern adalah Standard Chartered Bank dengan nilai Rp 203,22 miliar, PT Bank Permata Tbk Rp 21,28 miliar dan PT Bank Mandiri Tbk Rp 16,88 miliar.
Sementara utang jangka panjang didominasi oleh Bank Mandiri dengan nilai Rp 148,02 miliar, dilanjutkan CIMB Niaga Rp 43,85 miliar, Standard Chartered Bank Rp42,9 miliar dan Bank Permata Rp 4 miliar.
Sebelumnya, anak usaha Modern Sevel Indonesia, anak usaha dari Modern Internasional telah digugat pailit oleh sejumlah kreditur. Namun pemegang lisensi 7-Eleven tersebut lolos dari pailit pada Oktober 2017 karena kredit sepakat untuk berdamai.
Modern Internasional dikendalikan oleh keluarga Honoris dan Sungkono Honoris menjabat sebagai Direktur Utama. Salah satu keluarga Honoris adalah Samadikun Hartono yang menjadi terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan nilai Rp 169 miliar.
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular