
Internasional
Bursa Hong Kong Kini Jadi Pusat IPO Favorit Dunia
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
21 June 2018 12:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Hong Kong menjadi tempat yang digemari perusahaan-perusahaan yang hendak melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offerings/ IPO) oleh perusahaan-perusahaan terbesar dunia.
Ketika pasar AS menanti-nantikan IPO Uber dan Airbnb, di Hong Kong ada tiga perusahaan China yang termasuk dalam daftar 20 perusahaan internet terbesar dunia, yang diperkirakan untuk melakukan IPO tahun ini dengan nilai kesepakatan lebih dari US$5 miliar (Rp 70,6 triliun). Ketiga perusahaan itu adalah Xiaomi, yang dikenal sebagai Apple-nya China; Meituan-Dianping, operator situs yang mirip dengan Groupon dan Yelp di China; dan Didi Chuxing, perusahaan yang membeli bisnis Uber di China.
Perusahaan infrastruktur ponsel seluler milik negara, China Tower, dan Sinopec Marketing, spin-off dari bisnis bahan bakar ritel China, Petroleum & Chemical, juga diperkirakan akan melakukan penawaran yang masing-masingnya bernilai lebih dari US$5 miliar tahun ini, menurut Renaissance Capital, dilansir dari CNBC International.
Hong Kong secara "sempurna diposisikan untuk memberikan titik akses yang efektif" ke salah satu wilayah yang paling cepat berkembang di dunia, kata Andy Nybo, direktur di lembaga Konsultasi Internasional Burton-Taylor, yang melakukan riset pasar keuangan. Ia menunjukkan bahwa bekas koloni Ingggris itu telah mengembangkan pasar keuangan dan ekonomi, dan menyediakan akses bagi investor internasional ke pasar China daratan melalui program "hubungan saham/ stock connect."
Tahun lalu, pendapatan bursa Hong Kong melonjak hingga lebih dari 18%, menurut laporan Burton-Taylor. Kenaikan tersebut lebih besar dari pertumbuhan pendapatan 6,6% Nasdaq dan pertumbuhan 2,9% ICE, pemilik Bursa Saham New York.
Perkembangan pasar modal Hong Kong juga terjadi karena investor institusional Barat semakin tertarik pada peluang internasional, dan Beijing nampaknya akan membuka pasar keuangannya untuk investor asing.
"Secara umum, ada persaingan sengit untuk modal," kata Sebastien Lieblich, managing director dan pimpinan global solusi ekuitas di MSCI.
"Hal ini jelas dilihat sebagai sebuah insentif bagi pasar, regulator, dan pasar ekuitas untuk membangun bursa mereka. "Pasar akan menjadi lebih dan lebih mendunia. Pasar negara berkembang menyadari mereka dapat menarik uang-uang itu," katanya, dilansir dari CNBC International.
Indeks raksasa MSCI pada hari Rabu (20/6/2018) mengumumkan akan menyertakan Arab Saudi di indeks acuan pasar negara berkembangnya, yang memperoleh lebih dari US$1,9 trilun aset global. MSCI juga mengkelompokkan ulang Argentina ke dalam status pasar negara berkembang.
Tahun lalu MSCI menerima masuknya beberapa saham kelas A yang diperdagangkan di China. Sebagian dari saham tersebut sudah resmi diperdagangkan sejak tiga minggu lalu.
Di China daratan, beberapa kebijakan baru juga diperkirakan dapat menaikkan arus modal masuk.
Bursa Saham Hong Kong menerapkan aturan baru di bulan April yang mengizinkan perusahaan bioteknologi yang tidak memiliki pendapatan atau laba mendaftar IPO. Beijing juga merilis program China Depositary Receipt yang memungkinkan raksasa teknologi China yang terdaftar di Hong Kong atau di AS untuk melakukan dua penawaran saham di daratan utama China.
Namun, dominasi AS di pasar IPO global belum terkalahkan, di mana menurut data Renaissance Capital hingga 13 Juni, bursa saham AS telah meraih paling banyak perusahaan melantai. Dari sisi dana yang berhasil dikumpulkan (dalam denominasi dolar AS), bursa saham AS juga menjadi yang terdepan dengan nilai US$22,8 miliar.
AS disusul oleh China dengan nilai IPO US$10,7 miliar dan Jerman dan Hong Kong dengan masing-masing US$7,5 miliar dan US$3,3 miliar.
Akan ada lebih banyak listing dari perusahaan AS. Perusahaan survei online SurveyMonkey pada hari Senin mengatakan telah secara rahasia mendaftar untuk IPO melalui perusahaan induknya, SVMK.
Penawaran publik lainnya yang diperkirakan dilakukan tahun ini termasuk dari perusahaan sistem speaker Sonos, perusahaan pinjaman pribadi SoFi, platform layanan pengembangan rumah Houzz, dan startup ruang kantor WeWork, menurut Kathleen Smith, kepala di Renaissance Capital dan manajer IPO ETF.
Selain itu, perusahaan China masih sering melakukan IPO di New York sebagai simbol status yang membantu mereka mendapatkan pengakuan merek di kalangan investor internasional. Sepuluh dari 80 penawaran umum di bursa AS tahun ini, hingga 13 Juni, dilakukan oleh perusahaan China, kata Smith.
"Kami telah menjadi penerima manfaat dari pertumbuhan yang tertunda di bursa [China] ini," katanya. Namun, Hong Kong telah bergeser jauh dari IPO perusahaan milik negara ke perusahaan teknologi tinggi, dan pasar daratan utama China perlahan-lahan ditinggalkan.
"Hong Kong dan China, keduanya bisa menjadi pasar penerbitan terbesar untuk IPO pada akhirnya," katanya.
(prm) Next Article Target IPO Xiaomi Rp 86 T, Qualcomm Jadi Investor Utama
Ketika pasar AS menanti-nantikan IPO Uber dan Airbnb, di Hong Kong ada tiga perusahaan China yang termasuk dalam daftar 20 perusahaan internet terbesar dunia, yang diperkirakan untuk melakukan IPO tahun ini dengan nilai kesepakatan lebih dari US$5 miliar (Rp 70,6 triliun). Ketiga perusahaan itu adalah Xiaomi, yang dikenal sebagai Apple-nya China; Meituan-Dianping, operator situs yang mirip dengan Groupon dan Yelp di China; dan Didi Chuxing, perusahaan yang membeli bisnis Uber di China.
Perusahaan infrastruktur ponsel seluler milik negara, China Tower, dan Sinopec Marketing, spin-off dari bisnis bahan bakar ritel China, Petroleum & Chemical, juga diperkirakan akan melakukan penawaran yang masing-masingnya bernilai lebih dari US$5 miliar tahun ini, menurut Renaissance Capital, dilansir dari CNBC International.
Tahun lalu, pendapatan bursa Hong Kong melonjak hingga lebih dari 18%, menurut laporan Burton-Taylor. Kenaikan tersebut lebih besar dari pertumbuhan pendapatan 6,6% Nasdaq dan pertumbuhan 2,9% ICE, pemilik Bursa Saham New York.
Perkembangan pasar modal Hong Kong juga terjadi karena investor institusional Barat semakin tertarik pada peluang internasional, dan Beijing nampaknya akan membuka pasar keuangannya untuk investor asing.
"Secara umum, ada persaingan sengit untuk modal," kata Sebastien Lieblich, managing director dan pimpinan global solusi ekuitas di MSCI.
"Hal ini jelas dilihat sebagai sebuah insentif bagi pasar, regulator, dan pasar ekuitas untuk membangun bursa mereka. "Pasar akan menjadi lebih dan lebih mendunia. Pasar negara berkembang menyadari mereka dapat menarik uang-uang itu," katanya, dilansir dari CNBC International.
Indeks raksasa MSCI pada hari Rabu (20/6/2018) mengumumkan akan menyertakan Arab Saudi di indeks acuan pasar negara berkembangnya, yang memperoleh lebih dari US$1,9 trilun aset global. MSCI juga mengkelompokkan ulang Argentina ke dalam status pasar negara berkembang.
Tahun lalu MSCI menerima masuknya beberapa saham kelas A yang diperdagangkan di China. Sebagian dari saham tersebut sudah resmi diperdagangkan sejak tiga minggu lalu.
Di China daratan, beberapa kebijakan baru juga diperkirakan dapat menaikkan arus modal masuk.
Bursa Saham Hong Kong menerapkan aturan baru di bulan April yang mengizinkan perusahaan bioteknologi yang tidak memiliki pendapatan atau laba mendaftar IPO. Beijing juga merilis program China Depositary Receipt yang memungkinkan raksasa teknologi China yang terdaftar di Hong Kong atau di AS untuk melakukan dua penawaran saham di daratan utama China.
Namun, dominasi AS di pasar IPO global belum terkalahkan, di mana menurut data Renaissance Capital hingga 13 Juni, bursa saham AS telah meraih paling banyak perusahaan melantai. Dari sisi dana yang berhasil dikumpulkan (dalam denominasi dolar AS), bursa saham AS juga menjadi yang terdepan dengan nilai US$22,8 miliar.
AS disusul oleh China dengan nilai IPO US$10,7 miliar dan Jerman dan Hong Kong dengan masing-masing US$7,5 miliar dan US$3,3 miliar.
Akan ada lebih banyak listing dari perusahaan AS. Perusahaan survei online SurveyMonkey pada hari Senin mengatakan telah secara rahasia mendaftar untuk IPO melalui perusahaan induknya, SVMK.
Penawaran publik lainnya yang diperkirakan dilakukan tahun ini termasuk dari perusahaan sistem speaker Sonos, perusahaan pinjaman pribadi SoFi, platform layanan pengembangan rumah Houzz, dan startup ruang kantor WeWork, menurut Kathleen Smith, kepala di Renaissance Capital dan manajer IPO ETF.
Selain itu, perusahaan China masih sering melakukan IPO di New York sebagai simbol status yang membantu mereka mendapatkan pengakuan merek di kalangan investor internasional. Sepuluh dari 80 penawaran umum di bursa AS tahun ini, hingga 13 Juni, dilakukan oleh perusahaan China, kata Smith.
"Kami telah menjadi penerima manfaat dari pertumbuhan yang tertunda di bursa [China] ini," katanya. Namun, Hong Kong telah bergeser jauh dari IPO perusahaan milik negara ke perusahaan teknologi tinggi, dan pasar daratan utama China perlahan-lahan ditinggalkan.
"Hong Kong dan China, keduanya bisa menjadi pasar penerbitan terbesar untuk IPO pada akhirnya," katanya.
(prm) Next Article Target IPO Xiaomi Rp 86 T, Qualcomm Jadi Investor Utama
Most Popular