
Pekan yang Sulit Bagi CPO, Harga Turun Dalam Sepekan
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
08 June 2018 16:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak pengiriman Agustus 2018 di bursa derivatif Malaysia bergerak melemah 0,88% di level MYR2.366/ton hingga pukul 15.00 WIB hari ini. Dengan capaian tersebut, harga CPO konsisten selalu bergerak di zona merah, dalam sepekan ini.
Apabila dihitung sejak akhir pekan lalu atau week-to-date (WTD), harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini sudah anjlok di kisaran 3% hingga saat ini. Alhasil, harga CPO pun menyentuh titik terendahnya sejak awal Mei 2018.
Sejatinya, segi fundamental memang tidak kondusif bagi pergerakan harga CPO. Pelaku pasar cenderung berekspektasi permintaan komoditas minyak kelapa sawit akan menurun pada bulan Juni 2018 mendatang.
Pasalnya, ekspor minyak sawit yang seharusnya mendapat momentum penguatan menjelang Ramadhan dan Lebaran, malah cenderung loyo.
Pembeli biasanya menambah pembelian minyak sawit pada saat Ramadhan dan menjelang lebaran, namun kenyataan di lapangan justru jauh dari ekspektasi. Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia tercatat turun 8,8% secara month-to-month (MtM) ke 1,2 juta ton pada bulan Mei 2018, mengutip data survei dari AmSpec Agri.
"Jika tren seperti ini berlanjut, eskpor Malaysia bulan Juni dapat menjadi lebih rendah daripada bulan Mei," tegas trader CPO yang berbasis di Kuala Lumpur, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/6/2018).
Dari Indonesia, pada Rabu (30/5/2018), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa ekspor minyak sawit RI pada Januari - April 2018 turun 4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menjadi 10,24 juta ton.
GAPKI sendiri mengakui bahwa terjadi anomali pada periode April 2018, di mana biasanya permintaan minyak sawit naik signifikan di negara tujuan ekspor menjelang Lebaran. Namun, ternyata kenaikan permintaan di bulan keempat tahun ini hanya terjadi di negara-negara muslim, sementara ekspor ke India, Uni Eropa, dan AS anjlok.
Loyonya ekspor di India dipengaruhi oleh kenaikan tarif impor CPO di Negeri Bollywood menjadi sebesar 44%. Sementara, untuk komoditas minyak sawit olahan malah dikenakan tarif yang lebih besar lagi, yakni 54%.
Sedangkan, terhambatnya ekspor CPO ke AS dipicu oleh melimpahnya stok minyak kedelai di Negara Adidaya tersebut. Penyebabnya adalah retaliasi dagang China terhadap AS, setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor bagi sejumlah produk aluminium dan baja.
Selain itu, lesunya harga CPO juga dipengaruhi oleh dari pelemahan harga sang rival minyak kedelai kontrak pengiriman Juli 2018 di di Chicago Board of Trade, yang juga sudah terkoreksi selama 5 hari berturut-turut hingga perdagangan sore ini. Hingga pukul 15.30 WIB hari ini, harga minyak kedelai tercatat melemah 0,49% ke US$0,3045 per pound.
Seperti diketahui, harga CPO memang banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai melemah, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut turun.
(RHG/hps) Next Article Produksi Malaysia Diestimasikan Lesu, Harga CPO Menguat
Apabila dihitung sejak akhir pekan lalu atau week-to-date (WTD), harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini sudah anjlok di kisaran 3% hingga saat ini. Alhasil, harga CPO pun menyentuh titik terendahnya sejak awal Mei 2018.
Sejatinya, segi fundamental memang tidak kondusif bagi pergerakan harga CPO. Pelaku pasar cenderung berekspektasi permintaan komoditas minyak kelapa sawit akan menurun pada bulan Juni 2018 mendatang.
Pembeli biasanya menambah pembelian minyak sawit pada saat Ramadhan dan menjelang lebaran, namun kenyataan di lapangan justru jauh dari ekspektasi. Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia tercatat turun 8,8% secara month-to-month (MtM) ke 1,2 juta ton pada bulan Mei 2018, mengutip data survei dari AmSpec Agri.
"Jika tren seperti ini berlanjut, eskpor Malaysia bulan Juni dapat menjadi lebih rendah daripada bulan Mei," tegas trader CPO yang berbasis di Kuala Lumpur, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/6/2018).
Dari Indonesia, pada Rabu (30/5/2018), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa ekspor minyak sawit RI pada Januari - April 2018 turun 4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menjadi 10,24 juta ton.
GAPKI sendiri mengakui bahwa terjadi anomali pada periode April 2018, di mana biasanya permintaan minyak sawit naik signifikan di negara tujuan ekspor menjelang Lebaran. Namun, ternyata kenaikan permintaan di bulan keempat tahun ini hanya terjadi di negara-negara muslim, sementara ekspor ke India, Uni Eropa, dan AS anjlok.
Loyonya ekspor di India dipengaruhi oleh kenaikan tarif impor CPO di Negeri Bollywood menjadi sebesar 44%. Sementara, untuk komoditas minyak sawit olahan malah dikenakan tarif yang lebih besar lagi, yakni 54%.
Sedangkan, terhambatnya ekspor CPO ke AS dipicu oleh melimpahnya stok minyak kedelai di Negara Adidaya tersebut. Penyebabnya adalah retaliasi dagang China terhadap AS, setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor bagi sejumlah produk aluminium dan baja.
Selain itu, lesunya harga CPO juga dipengaruhi oleh dari pelemahan harga sang rival minyak kedelai kontrak pengiriman Juli 2018 di di Chicago Board of Trade, yang juga sudah terkoreksi selama 5 hari berturut-turut hingga perdagangan sore ini. Hingga pukul 15.30 WIB hari ini, harga minyak kedelai tercatat melemah 0,49% ke US$0,3045 per pound.
Seperti diketahui, harga CPO memang banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai melemah, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut turun.
(RHG/hps) Next Article Produksi Malaysia Diestimasikan Lesu, Harga CPO Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular