
Arus Modal Mengarah ke AS, Yield Obligasi RI Naik Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 June 2018 09:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia masih dalam jalur pendakian. Sepertinya aksi jual masih menekan pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Pada Kamis (7/6/2018) pukul 09:09 WIB, yield SBN seri FR0064 tenor 10 tahun berada di 7,197%. Naik dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya yaitu 7,16%.
Kenaikan yield menunjukkan terjadi tekanan di pasar obligasi karena harga turun. Penurunan harga berarti SBN sedang kurang peminat atau malah terjadi aksi jual.
Namun fenomena ini tidak hanya dialami Indonesia. Investor sepertinya memang tengah meninggalkan pasar obligasi di negara-negara berkembang. Di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, yield obligasi pemerintah pun bergerak naik.
Kemungkinan arus modal mengarah ke Amerika Serikat (AS). Ini terlihat dari yield obligasi negara Negeri Paman Sam yang turun.
Untuk tenor 10 tahun, saat ini yield berada di 2,9736%. Naik dibandingkan posisi kemarin yaitu 2,975%.
Investor sepertinya mulai mengambil posisi menantikan rapat The Federal Reserve/The Fed pada 13 Juni. Kemungkinan besar The Fed akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 1,75-2%. Probabilitasnya mencapai 93,8%, mengutip CME Fedwatch.
Potensi kenaikan suku bunga acuan di AS semakin nyata dengan rilis sejumlah data terbaru. Institute of Supply Management (ISM) melaporkan indeks Non-Manufacturing Employment periode Mei tercatat di 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Sementara Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke 64,3 dari sebelumnya 61,8.
Kemudian, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan permintaan tenaga kerja pada April mencapai 6,7 juta, naik 65.000 dibandingkan bulan sebelumnya. Angka permintaan tenaga kerja ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2000.
Ada satu lagi, yaitu neraca perdagangan AS yang membaik. Pada April, neraca perdagangan AS mencatat defisit US$ 46,2 miliar. Ini lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yaitu minus US$ 49 miliar. Juga lebih baik dibandingkan neraca perdagangan Maret, yang membukukan defisit US$ 47,2 miliar.
Pemulihan ekonomi AS kian nyata, sehingga ISM memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2018 bisa mencapai 4,8%. Melonjak dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,2%.
Laju pertumbuhan ekonomi yang kencang akan menciptakan efek inflatoir. Untuk meredam inflasi, obat paling mujarab adalah menaikkan suku bunga. Persepsi ini timbul-tenggelam di Negeri Adidaya, dan kebetulan sekarang sedang timbul lagi.
Dengan kenaikan suku bunga, memegang aset dalam greenback menjadi menguntungkan. Mungkin faktor ini yang menyebabkan investor masuk ke pasar obligasi AS dan meninggalkan negara-negara berkembang, termasuk SBN.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Pada Kamis (7/6/2018) pukul 09:09 WIB, yield SBN seri FR0064 tenor 10 tahun berada di 7,197%. Naik dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya yaitu 7,16%.
![]() |
Kenaikan yield menunjukkan terjadi tekanan di pasar obligasi karena harga turun. Penurunan harga berarti SBN sedang kurang peminat atau malah terjadi aksi jual.
![]() |
Kemungkinan arus modal mengarah ke Amerika Serikat (AS). Ini terlihat dari yield obligasi negara Negeri Paman Sam yang turun.
Untuk tenor 10 tahun, saat ini yield berada di 2,9736%. Naik dibandingkan posisi kemarin yaitu 2,975%.
Investor sepertinya mulai mengambil posisi menantikan rapat The Federal Reserve/The Fed pada 13 Juni. Kemungkinan besar The Fed akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 1,75-2%. Probabilitasnya mencapai 93,8%, mengutip CME Fedwatch.
Potensi kenaikan suku bunga acuan di AS semakin nyata dengan rilis sejumlah data terbaru. Institute of Supply Management (ISM) melaporkan indeks Non-Manufacturing Employment periode Mei tercatat di 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Sementara Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke 64,3 dari sebelumnya 61,8.
Kemudian, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan permintaan tenaga kerja pada April mencapai 6,7 juta, naik 65.000 dibandingkan bulan sebelumnya. Angka permintaan tenaga kerja ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2000.
Ada satu lagi, yaitu neraca perdagangan AS yang membaik. Pada April, neraca perdagangan AS mencatat defisit US$ 46,2 miliar. Ini lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar yaitu minus US$ 49 miliar. Juga lebih baik dibandingkan neraca perdagangan Maret, yang membukukan defisit US$ 47,2 miliar.
Pemulihan ekonomi AS kian nyata, sehingga ISM memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2018 bisa mencapai 4,8%. Melonjak dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,2%.
Laju pertumbuhan ekonomi yang kencang akan menciptakan efek inflatoir. Untuk meredam inflasi, obat paling mujarab adalah menaikkan suku bunga. Persepsi ini timbul-tenggelam di Negeri Adidaya, dan kebetulan sekarang sedang timbul lagi.
Dengan kenaikan suku bunga, memegang aset dalam greenback menjadi menguntungkan. Mungkin faktor ini yang menyebabkan investor masuk ke pasar obligasi AS dan meninggalkan negara-negara berkembang, termasuk SBN.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular