Investor Wait and See, Yield Obligasi RI Naik Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 June 2018 10:38
Investor Wait and See, Yield Obligasi RI Naik Lagi
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara Indonesia masih bergerak naik. Sikap investor yang wait and see membuat pasar Surat Berharga Negara (SBN) kurang semarak. 

Pada Rabu (6/6/2018), yield SBN seri FR0064 berada di 7,152%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar 7,051%. 

Yield SBN 10 Tahun (Reuters)

Kenaikan yield adalah pertanda harga SBN sedang turun. Ketika harga turun, berarti minat terhadap instrumen ini juga sedang rendah atau malah ada aksi jual. 

Pasar obligasi memang sedang sepi peminat. Bahkan di AS pun yield obligasi bergerak naik. Saat ini, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,9332%. Naik dibandingkan kemarin yaitu 2,919%. 

Arus modal pun sepertinya tidak mengarah ke pasar valas, karena pergerakan yang datar-datar saja. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback, saat ini juga melemah 0,06%. 

Investor nampak sedang bergerak sangat hati-hati karena mempersiapkan amunisi menantikan rapat The Federal Reserve (The Fed) pada 13 Juni, yang tinggal hitungan hari. Dalam rapat tersebut, The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Kemungkinannya mencapai 93,8%, mengutip CME Federal Funds Futures. 

Perilaku ekstra hati-hati ini sudah terlihat di Wall Street. Pada perdagangan yang berakhir dini hari tadi waktu Indonesia, perdagangan berlangsung kurang semarak dengan volume 6,58 miliar unit saham. Di bawah rata-rata 20 sesi perdagangan terakhir yaitu 6,64 miliar unit saham. 

Akibatnya, Wall Street pun seakan jalan di tempat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun tipis 0,06%, S&P 500 naik 0,07%, dan Nasdaq menguat 0,41%. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
Selain itu, investor juga mungkin mencemaskan perkembangan perang dagang. Meksiko sudah menerapkan bea masuk untuk membalas kebijakan serupa yang diterapkan oleh AS. Kini, impor daging babi, apel, dan kentang dikenakan bea masuk 20%. Kemudian baja harus membayar 25%. Sementara keju dan bourbon wajib membayar bea masuk 25%. 

Untuk menyelesaikan friksi dagang dengan para tetangganya, Presiden Trump berniat untuk menggantikan skema Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan kesepakatan bilateral. "Presiden tengah mencari jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan terbesar bagi AS. Apakah itu melalui NAFTA atau jalan lain, pilihan-pilihan itu ada," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters. 

Namun upaya membuat kesepakatan bilateral sepertinya tidak akan mulus karena Meksiko dan Kanada menolak. "Saya masih percaya dengan NAFTA. Kami akan terus bekerja dan melindungi kepentingan Kanada," tegas Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada. 

Ketika tensi semakin panas, maka perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia dipertaruhkan. Kepala Ekonom S&P Global Paul Gruenwald memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia bisa berkurang sekitar 1% jika perang dagang benar-benar terjadi. Tentu bukan kabar baik buat pasar keuangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular