
Pasokan Siap Membanjir, Penurunan Harga Minyak Berlanjut
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
04 June 2018 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan awal pekan hari Senin (04/06/2018), harga minyak jenis brent bergerak menurun sebesar 0,38% ke US$76,50/barel, sementara light sweet juga terkoreksi tipis sebesar 0,08% ke US$65,76/barel, hingga pukul 11.00 WIB.
Harga sang emas hitam melanjutkan momentum pelemahan di akhir pekan lalu, di mana light sweet yang menjadi acuan di AS melemah sebesar 1,83%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa juga terkoreksi 1,03%, pada perdagangan hari Jumat (1/6/2018).
Investor nampaknya masih dibuat harap-harap cemas terhadap rencana Rusia dan Arab Saudi untuk mengurangi dosis pemangkasan produksi yang dilakukan sejak 2017, untuk mengompensasi penurunan pasokan minyak dari Venezuela dan Iran. Rusia dikabarkan sudah ambil kuda-kuda untuk menaikkan produksi. Bila tidak ada keputusan lebih lanjut dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) terkait pemotongan produksi, maka Negeri Beruang Merah akan kembali menambah pasokan mereka dalam beberapa bulan ke depan.
Sebagai informasi, Rusia sudah mengurangi produksi mereka sekitar 300.000 barel/hari sejak Oktober 2016 sebagai bagian dari kesepakatan dengan OPEC untuk mengatrol harga si emas hitam yang sempat terpuruk ke level US$ 30/barel.
"Potensi (produksi minyak) kami berkurang 300.000 barel/hari karena pengurangan produksi sukarela yang merupakan bagian kesepakatan dengan OPEC. Dalam beberapa bulan, kami bisa saja mengembalikan potensi tersebut," ungkap Pavel Sorokin, Wakil Menteri Energi Rusia, dalam wawancara dengan Reuters.
Di sisi lain, menteri energi dari negara-negara Arab yang tergabung dan tidak tergabung dalam OPEC malah menekankan perlunya kerja sama berkelanjutan antara produsen minyak untuk memangkas pasokan minyak global yang akan berakhir pada akhir 2018 mendatang.
Mengutip Reuters, kantor berita Kuwait melaporkan bahwa hal tersebut merupakan buah dari hasil pertemuan yang dilakukan oleh menteri perminyakan negara yang tergabung dalam OPEC (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Aljazair), serta negara non-OPEC (Oman), di Kuwait pada Sabtu (3/6/2018).
Pertemuan komite yang dikenal dengan nama The Joint OPEC/Non-OPEC Ministerial Monitoring Committee (JMMC) tersebut menyerukan untuk mempertahankan kemitraan yang ada agar terus bisa beradaptasi dengan dinamika pasar, dalam mengejar kepentingan bersama, baik konsumen dan produsen, serta mendorong pertumbuhan ekonomi global yang sehat.
Perkembangan ini pun lantas kembali membuat pelaku pasar galau. Tingkat ketidakpastian dari rencana pemangkasan produksi Saudi dan Rusia masihlah tinggi, sehingga investor cenderung bermain aman. Nampaknya kepastian terkait isu ini baru akan menjadi jelas pada pertemuan rutin OPEC pada 22 Juni 2018 mendatang.
Dari AS, sentimen negatif datang dari produksi minyak mentah mingguan AS yang kembali mencatatkan rekor sepanjang sejarah, dengan mencatatkan volume produksi sebesar 10,769 barel per hari (bph) dalam sepekan hingga tanggal 25 Mei 2018, melansir data dari US Energy Information Administration (EIA) pada hari Kamis (31/05/2018). Capaian itu meningkat 15% lebih secara year-on-year (YoY).
Rekor tertinggi secara bulanan juga dipecahkan pada Bulan Maret 2018 lalu, di mana produksi minyak mentah negeri adidaya ini bertambah 215.000 bph menjadi 10,47 juta bph.
"Hal ini tidak dapat dihindari. Produksi (minyak mentah) sudah tumbuh terlalu cepat untuk dapat diserap oleh infrastruktur," jelas Vikas Dwivedi, strategis minyak dan gas global di Macquarie, Houston, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai tambahan, untuk ke depannya produksi minyak mentah AS juga diestimasikan akan meningkat, setelah Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah sumur pengeboran aktif di Negeri Paman Sam dalam sepekan hingga tanggal 1 Juni bertambah 2 unit, menjadi 861 unit. Jumlah itu merupakan yang terbanyak sejak Maret 2015. Catatan itu juga menunjukkan bahwa sudah 8 kali terjadi penambahan jumlah sumur pengeboran dalam 9 minggu terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Harga sang emas hitam melanjutkan momentum pelemahan di akhir pekan lalu, di mana light sweet yang menjadi acuan di AS melemah sebesar 1,83%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa juga terkoreksi 1,03%, pada perdagangan hari Jumat (1/6/2018).
![]() |
Investor nampaknya masih dibuat harap-harap cemas terhadap rencana Rusia dan Arab Saudi untuk mengurangi dosis pemangkasan produksi yang dilakukan sejak 2017, untuk mengompensasi penurunan pasokan minyak dari Venezuela dan Iran. Rusia dikabarkan sudah ambil kuda-kuda untuk menaikkan produksi. Bila tidak ada keputusan lebih lanjut dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) terkait pemotongan produksi, maka Negeri Beruang Merah akan kembali menambah pasokan mereka dalam beberapa bulan ke depan.
"Potensi (produksi minyak) kami berkurang 300.000 barel/hari karena pengurangan produksi sukarela yang merupakan bagian kesepakatan dengan OPEC. Dalam beberapa bulan, kami bisa saja mengembalikan potensi tersebut," ungkap Pavel Sorokin, Wakil Menteri Energi Rusia, dalam wawancara dengan Reuters.
Di sisi lain, menteri energi dari negara-negara Arab yang tergabung dan tidak tergabung dalam OPEC malah menekankan perlunya kerja sama berkelanjutan antara produsen minyak untuk memangkas pasokan minyak global yang akan berakhir pada akhir 2018 mendatang.
Mengutip Reuters, kantor berita Kuwait melaporkan bahwa hal tersebut merupakan buah dari hasil pertemuan yang dilakukan oleh menteri perminyakan negara yang tergabung dalam OPEC (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Aljazair), serta negara non-OPEC (Oman), di Kuwait pada Sabtu (3/6/2018).
Pertemuan komite yang dikenal dengan nama The Joint OPEC/Non-OPEC Ministerial Monitoring Committee (JMMC) tersebut menyerukan untuk mempertahankan kemitraan yang ada agar terus bisa beradaptasi dengan dinamika pasar, dalam mengejar kepentingan bersama, baik konsumen dan produsen, serta mendorong pertumbuhan ekonomi global yang sehat.
Perkembangan ini pun lantas kembali membuat pelaku pasar galau. Tingkat ketidakpastian dari rencana pemangkasan produksi Saudi dan Rusia masihlah tinggi, sehingga investor cenderung bermain aman. Nampaknya kepastian terkait isu ini baru akan menjadi jelas pada pertemuan rutin OPEC pada 22 Juni 2018 mendatang.
Dari AS, sentimen negatif datang dari produksi minyak mentah mingguan AS yang kembali mencatatkan rekor sepanjang sejarah, dengan mencatatkan volume produksi sebesar 10,769 barel per hari (bph) dalam sepekan hingga tanggal 25 Mei 2018, melansir data dari US Energy Information Administration (EIA) pada hari Kamis (31/05/2018). Capaian itu meningkat 15% lebih secara year-on-year (YoY).
![]() |
Rekor tertinggi secara bulanan juga dipecahkan pada Bulan Maret 2018 lalu, di mana produksi minyak mentah negeri adidaya ini bertambah 215.000 bph menjadi 10,47 juta bph.
"Hal ini tidak dapat dihindari. Produksi (minyak mentah) sudah tumbuh terlalu cepat untuk dapat diserap oleh infrastruktur," jelas Vikas Dwivedi, strategis minyak dan gas global di Macquarie, Houston, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai tambahan, untuk ke depannya produksi minyak mentah AS juga diestimasikan akan meningkat, setelah Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah sumur pengeboran aktif di Negeri Paman Sam dalam sepekan hingga tanggal 1 Juni bertambah 2 unit, menjadi 861 unit. Jumlah itu merupakan yang terbanyak sejak Maret 2015. Catatan itu juga menunjukkan bahwa sudah 8 kali terjadi penambahan jumlah sumur pengeboran dalam 9 minggu terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Most Popular