Meski Permintaan Kupon Naik, Jangan Tunda Penerbitan Obligasi

Monica Wareza, CNBC Indonesia
04 June 2018 09:22
Artinya, dengan meningkatnya kupon obligasi ini maka biaya utang perusahaan akan menjadi lebih mahal.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan analis menilai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau 7 Days Repo Rate (7-DRR) menjadi 4,75% akan berdampak pada meningkatnya nilai kupon obligasi korporasi. Artinya, dengan meningkatnya kupon obligasi ini maka biaya penerbitan (cost of fund) surat utang perusahaan akan menjadi lebih mahal.

Dalam situasi seperti saat ini, analis menilai perusahaan jangan menunda penerbitan obligasi meskipun ada permintaan kenaikan kupon. Namun jika menunda, ada potensi permintaan kupon akan lebih tinggi karena faktor eksternal.

Permintaan kupon tinggi tersebut sudah membuat sejumlah perusahaan menahan penerbitan obligasi korporasi agar bunga yang tinggi tak membebani perusahaan. Bahkan ada yang yangs udah membatalkan, seperti langkah yang dipilih PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang memilik tidak menerbitkan obligasi sisa dari plafon penawaran berkelanjutan II senilai Rp 2,35 triliun dengan alasan kupon yang terlalu tinggi.

Senior Advisor Pinnacle Investment John D. Rachmat mengatakan hal ini tentu tak berdampak besar pada perusahaan yang saat ini tak memiliki kebutuhan pembiayaan atau utang akan akan jatuh tempo tahun ini atau tahun depan. Namun hal ini akan berbeda pada perusahaan yang memiliki kebutuhan tersebut.

"Misalnya saya tahu tahun ini saya punya utang Rp 2 triliun jatuh tempo, kan saya harus cari utang baru tuh. Kalau saya punya kebutuhan seperti itu saya sangat tidak merekomendasikan mereka berkelakuan seperti itu (menunda penerbitan) dengan asumsi short term saja nanti sembuh sendiri, yieldnya tumbuh lagi, murah lagi," kata John kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Dia menilai bukan tak mungkin kenaikan bunga obligasi akan terus berlanjut, meskipun kfaktor dalam negeri menunjukkan sentimen positif. Namun faktor global, seperti kenaikan yield US treasury bukan tak mungkin akan terus terjadi.

Selian itu, emiten lainnya justru lebih memilih untuk menggunakan pinjaman bank dalam bentuk dolar unruk menghindari tingginya kupon obligasi dalam negeri.

Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Mohammad Syah Indra Aman mengatakan perusahaan cenderung lebih memilih pembiayaan dari pinjaman sindikasi bank-bank di luar negeri ketimbang penerbitan obligasi. 

"Obligasi lebih mahal (cost of fund), kurang fleksibel dan banyak ikatannya," kata dia beberapa waktu lalu.

Namun demikian, John menambahkan, permitaan kupon obligasi yang belum meningkat banyak saat ini perlu segera diantisipasi oleh perusahaan dengan mengambil keputusan untuk menerbitkan lebih awal.
(hps) Next Article OJK: di Tengah Volatilitas Emisi Obligasi Capai Rp 162 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular