
Harga CPO Naik Nyaris 1%, Saham Agrikultur Melambung
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
24 May 2018 16:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak pengiriman Agustus 2018 di bursa derivatif Malaysia, menguat 0,97% ke MYR2.497/ton, hingga pukul 15.30 WIB hari ini. Angin segar bagi harga CPO datang dari melemahnya nilai tukar Ringgit Malaysia, serta estimasi menurunnya produksi CPO di Negeri Jiran.
Harga komoditas unggulan ekspor Indonesia dan Malaysia ini lantas berhasil rebound, setelah pada perdagangan hari Rabu (23/5/2018) terkoreksi tipis. Selain itu, dengan penguatannya saat ini, harga CPO mampu mencapai level tertingginya dalam 5 pekan terakhir.
Berbagai macam sentimen positif datang menyokong peningkatan harga CPO hari ini. Pertama, berlanjutnya depresiasi Ringgit Malaysia. Hingga pukul 15:30 hari ini, mata uang Malaysia tercatat melemah 0,08% ke level MYR3,983/dolar Amerika Serikat (AS).
Pergantian tampuk kepemimpinan di Malaysia nampaknya menimbulkan ketidakpastian yang membuat investor gusar. Pemerintahan baru dikabarkan akan mengkaji ulang proyek mega-infrastruktur pemerintahan sebelumnya, kegagalan program 1Malaysia Development (1MDB), hingga memotong gaji menteri kabinet.
Selain itu, investor juga nampaknya menilai bahwa janji-janji pemilihan Mahathir yang cenderung populis justru merusak reformasi finansial yang saat ini sedang berjalan. Misalnya, janji Mahathir untuk menghapuskan pajak barang dan jasa serta kembali memunculkan subsidi BBM, dikhawatirkan akan memperlebar defisit anggaran pemerintah.
Tidak cukup sampai di situ, kemarin Mahathir juga menyatakan bahwa utang nasional mencapai 65% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Mantan Perdana Menteri Najib Razak sebelumnya mengatakan utang negara di bawah batas yang ditetapkan pemerintahannya yang membatasi utang maksimal sebesar 55% dari PDB. Potensi penurunan rating investasi pun kini menghantui Negeri Jiran.
Persepsi tersebut akhirnya berpotensi mendorong investor untuk melepas aset-aset berbasis Ringgit, dan mendorong mata uang Malaysia tersebut melemah. Apabila ditarik sejak terpilihnya Mahathir, Ringgit Malaysia sudah anjlok 0,89%.
Pelemahan mata uang Negeri Jiran pada umumnya akan diikuti oleh kenaikan harga CPO, seiring harga komoditas ini yang relatif lebih murah, dan akhirnya mampu meningkatkan permintaan dari importir.
Kedua, penguatan harga sang rival minyak kedelai. Harga komoditas agrikultur unggulan Negeri Paman Sam tersebut tercatat mampu menguat 5 hari berturut-turut hingga perdagangan kemarin, di Chicago Board of Trade. Hingga sore ini, harga minyak kedelai juga masih bergerak menguat sebesar 0,60%.
Harga CPO sejatinya memang dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Ketiga, produksi CPO Malaysia pada Bulan Mei diekspektasikan menurun lebih besar dari ekspektasi. Berdasarkan data dari Malaysian Palm Oil Association, produksi CPO Malaysia diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 14,3% secara month-to-month (MtM), pada periode 1-20 Mei.
Turunnya produksi tersebut jauh lebih besar dari ekspektasi penurunan produksi bulan ini sebesar 2% MtM, atau dari penurunan bulan lalu sejumlah 1% MtM.
Positifnya harga CPO hari ini lantas mendorong saham emiten sub-sektor kelapa sawit di bursa domestik mayoritas ditutup menguat. Hingga penutupan perdagangan hari ini, harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) flat di 12.800, PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) naik 2,02% ke 1.260, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) menguat 2,68% ke 1.150, dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) tumbuh 7,22% ke 208.
(RHG/RHG) Next Article Harga CPO Anjlok Nyaris 2%, Saham AALI dan LSIP Rontok
Harga komoditas unggulan ekspor Indonesia dan Malaysia ini lantas berhasil rebound, setelah pada perdagangan hari Rabu (23/5/2018) terkoreksi tipis. Selain itu, dengan penguatannya saat ini, harga CPO mampu mencapai level tertingginya dalam 5 pekan terakhir.
![]() |
Pergantian tampuk kepemimpinan di Malaysia nampaknya menimbulkan ketidakpastian yang membuat investor gusar. Pemerintahan baru dikabarkan akan mengkaji ulang proyek mega-infrastruktur pemerintahan sebelumnya, kegagalan program 1Malaysia Development (1MDB), hingga memotong gaji menteri kabinet.
Selain itu, investor juga nampaknya menilai bahwa janji-janji pemilihan Mahathir yang cenderung populis justru merusak reformasi finansial yang saat ini sedang berjalan. Misalnya, janji Mahathir untuk menghapuskan pajak barang dan jasa serta kembali memunculkan subsidi BBM, dikhawatirkan akan memperlebar defisit anggaran pemerintah.
Tidak cukup sampai di situ, kemarin Mahathir juga menyatakan bahwa utang nasional mencapai 65% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Mantan Perdana Menteri Najib Razak sebelumnya mengatakan utang negara di bawah batas yang ditetapkan pemerintahannya yang membatasi utang maksimal sebesar 55% dari PDB. Potensi penurunan rating investasi pun kini menghantui Negeri Jiran.
Persepsi tersebut akhirnya berpotensi mendorong investor untuk melepas aset-aset berbasis Ringgit, dan mendorong mata uang Malaysia tersebut melemah. Apabila ditarik sejak terpilihnya Mahathir, Ringgit Malaysia sudah anjlok 0,89%.
Pelemahan mata uang Negeri Jiran pada umumnya akan diikuti oleh kenaikan harga CPO, seiring harga komoditas ini yang relatif lebih murah, dan akhirnya mampu meningkatkan permintaan dari importir.
Kedua, penguatan harga sang rival minyak kedelai. Harga komoditas agrikultur unggulan Negeri Paman Sam tersebut tercatat mampu menguat 5 hari berturut-turut hingga perdagangan kemarin, di Chicago Board of Trade. Hingga sore ini, harga minyak kedelai juga masih bergerak menguat sebesar 0,60%.
Harga CPO sejatinya memang dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Ketiga, produksi CPO Malaysia pada Bulan Mei diekspektasikan menurun lebih besar dari ekspektasi. Berdasarkan data dari Malaysian Palm Oil Association, produksi CPO Malaysia diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 14,3% secara month-to-month (MtM), pada periode 1-20 Mei.
Turunnya produksi tersebut jauh lebih besar dari ekspektasi penurunan produksi bulan ini sebesar 2% MtM, atau dari penurunan bulan lalu sejumlah 1% MtM.
Positifnya harga CPO hari ini lantas mendorong saham emiten sub-sektor kelapa sawit di bursa domestik mayoritas ditutup menguat. Hingga penutupan perdagangan hari ini, harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) flat di 12.800, PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) naik 2,02% ke 1.260, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) menguat 2,68% ke 1.150, dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) tumbuh 7,22% ke 208.
(RHG/RHG) Next Article Harga CPO Anjlok Nyaris 2%, Saham AALI dan LSIP Rontok
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular