Rupiah Melemah, Bank Jual Dolar Australia Nyaris Rp 10.800

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 May 2018 11:57
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia pada siang ini bergerak melemah.
Foto: REUTERS/Thomas White
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia pada siang ini bergerak melemah. Penguatan dolar Australia dipengaruhi oleh meredanya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.  Sementara itu, sentimen negatif untuk rupiah datang dari kenaikan suku bunga acuan Indonesia yang cenderung agak terlambat.

Hingga pukul 11:14 WIB hari ini, AU$ 1 dibanderol Rp10.674,64. Rupiah melemah 0,44% dari perdagangan di akhir pekan. Sebagai catatan, mata uang garuda sudah melemah 1% lebih terhadap dolar Australia di sepanjang pekan lalu.

Dengan pergerakan hari ini, rupiah kembali mendekati level Rp10.700/dolar Australia lagi, seperti terakhir kali dicapai pada tanggal 16 April 2018.

Rupiah Melemah, Dolar Australia Dekati Level Rp 10.700Reuters

Pelemahan rupiah berdampak kepada harga jual dolar Australia di beberapa bank nasional yang bahkan sudah berada di atas level Rp 10.700. BNI bahkan menetapkan harga jual dolar Australia di angka Rp 10.794, nyaris menyentuh level Rp10.800. 

Rupiah Melemah, Bank Jual Dolar Australia Nyaris Rp 10.800

Penguatan dolar Australia didorong oleh dari kabar ditundanya perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Negeri Paman Sam setuju melakukan 'gencatan senjata' dengan mencabut sementara ancaman tarifnya, sembari mereka akan menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan Negeri Tirai Bambu.

Menteri Luar Negeri Steve Mnuchin dan penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, menyatakan bahwa kesepakatan antara China-AS pada akhir pekan telah tercapai, khususnya dalam menetapkan kerangka yang dapat mengatasi ketidakseimbangan perdagangan di masa depan.

"Kita menetapkan perang dagang untuk ditunda. Saat ini, kita telah sepakat untuk menunda kebijakan tarif, seiring kita mengekseksui kerangka perdagangannya," ucap Mnuchin dalam sebuah wawancara di stasiun televisi.

Dalam pernyataan bersama, AS dan China menyatakan bahwa mereka akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS. Hal ini dipercayai akan mendorong laju perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam, sekaligus memangkas defisit perdagangan AS-China secara tahunan, dengan kisaran US$ 335 miliar.

Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah agrikultur dan energi. AS akan mengirimkan delegasinya ke China untuk mengerjakan detil dari hal ini. Selain itu, kedua negara juga menyepakati pentingnya meningkatkan perdagangan di sektor manufaktur dan jasa.

Walau belum menyebutkan angka pasti, pernyataan ini berhasil memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, jika skala perang dagang AS-China memanas lagi, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi arus perdagangan global, termasuk perdagangan komoditas tambang unggulan Australia yakni batu bara dan bijih besi.

Terlebih Australia merupakan salah satu pemasok utama dari komoditas mineral dan tambang ke Negeri Tirai Bambu. Sepanjang 2017, Australia mengekspor bijih besi senilai US$ 39,84 miliar ke China, sedangkan eskpor batu bara asal Negeri Kanguru mencapai US$ 8,87 miliar.

Terjaganya ekspor tentu saja memberikan keuntungan bagi Australia karena penerimaan devisa akan lebih terjamin. Sentimen ini lantas mampu mendorong mata uang dolar Australia menguat.

Dari dalam negeri, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin ke 4,5% pada pekan lalu nampaknya sudah agak terlambat. Dalam hal ini, BI bisa dibilang sudah agak jauh behind the curve.

Pasalnya, berbagai sentimen negatif eksternal sudah semakin bertambah dan semakin menumpuk. Pengetatan moneter di AS, kenaikan yield obligasi Negeri Paman Sam, tren apresiasi greenback, perang dagang AS-China (dan kini Jepang dikabarkan akan ikut terlibat), perjanjian nuklir Iran yang terancam kolaps, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu-satu karena antreannya terlalu panjang.

Sikap BI yang terus mempertahankan suku bunga acuan sejak September 2017 dan tidak ada pertanda untuk menaikkan sebelum pernyataan Gubernur Agus DW Martowardojo pada akhir April, membuat modal asing terus keluar karena tidak ada jaminan kenaikan suku bunga. Oleh karena itu saat kenaikan suku bunga akhirnya dieksekusi, semua sudah terlambat. Akhirnya rupiah pun tidak tertolong, setidaknya sampai hari ini. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RHG/aji) Next Article Empat Hari Beruntun, Rupiah Berjaya Lawan Dolar Australia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular