Tembus Rp 14.100/US$, Rupiah Terlemah Sejak 2015

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 May 2018 12:59
Tembus Rp 14.100/US$, Rupiah Terlemah Sejak 2015
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini masih bergerak melemah. Bahkan dolar AS sudah menembus Rp 14.100. 

Pada Rabu (16/5/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 14.105. Rupiah melemah 0,52% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Posisi rupiah hari ini merupakan yang terlemah sejak September 2015. 

Saat pembukaan pasar, dolar AS masih berada di Rp 14.065. Namun seiring perjalanan, rupiah terus melemah. 

Tembus Rp 14.100/US$, Rupiah Terlemah Sejak 2015Reuters
 
Rupiah tidak bergerak searah dengan mata uang Asia, yang mulai berbalik arah di hadapan dolar AS. Hanya rupiah dan ringgit Malaysia yang masih melemah, dan rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam di kawasan. 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,26+0,07
Yuan China6,37+0,15
Won Korsel1.076,60+0,32
Dolar Taiwan29,86+0,15
Rupee India68,80+0,39
Dolar Singapura1,34+0,14
Ringgit Malaysia3,96-0,23
Peso Filipina52,34+0,26
Baht Thailand32,08+0,12
 
Setelah garang, penguatan dolar AS mulai terhambat. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, masih menguat tetapi tinggai tersisa 0,06%. 

Pelemahan dolar AS kemungkinan akibat investor mulai kembali berpaling ke pasar obligasi. Ini ditunjukkan dengan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang turun dari 3,08% ke 3,07%.  

Yield obligasi AS yang naik menembus 3% dan mencetak rekor tertinggi dalam 7 tahun terakhir membuat instrumen ini menjadi seksi. Pada waktunya, investor pun mengalihkan dananya ke sana dan itu terjadi hari ini. 

Masuknya dana ke pasar obligasi AS membuat penguatan dolar AS tertahan. Situasi ini mampu dimanfaatkan oleh mata uang Asia, tetapi tidak dengan rupiah. 

Perkembangan di dalam negeri memang kurang suportif untuk rupiah. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan periode April 2018, yang defisit US$ 1,63 miliar. Ini menjadi defisit terdalam sejak April 2014. 


Data ini membuat investor khawatir defisit transaksi berjalan (current account) pada kuartal II-2018 akan semakin dalam. Pada kuartal sebelumnya, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 5,5% atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terparah sejak 2013. 

Ketika defisit ini semakin dalam, maka pasokan devisa dari sisi perdagangan barang dan jasa menjadi seret. Rupiah pun kehilangan pijakan untuk menguat. 


Di sisi lain, investor juga cenderung defensif karena menantikan pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) reverse repo rate esok hari. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga acuan di 4,25%, tetapi tetap ada peluang kenaikan 25 basis poin. 


Investor sudah memiliki harapan BI akan menaikkan suku bunga. Pasalnya, Gubernur BI Agus DW Martowardojo berulang kali menyebut ruang untuk kenaikan cukup besar. 

Pasar kini menunggu realisasi dari janji BI esok hari. Jika janji itu ditepati, maka rupiah akan punya bensin untuk menguat. Namun sambil menunggu kepastian, pasar sepertinya memilih menahan diri. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular