
Yield US Treasury Naik, Rupiah Masih akan Tertekan
Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 May 2018 17:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Peningkatan imbal hasil (yield) atas US treasury akan berdampak negatif pada obligasi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Investor akan menarik dana dari Indonesia yang membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi.
Risiko penarikan dana tersebut menjadi besar karena obligasi pemerintah Indonesia masih dikuasai oleh asing dengan tingkat kepemilikan mencapai 38%.
Senior Advisor Pinnacle Investment John D. Rachmat menyatakan peningkatan yield obligasi di Amerika Serikat saat ini merupakan dampak dari tak seimbangnya antara demand dan supply.
Supply obligasi Amerika diperkirakan akan meningkat di tahun ini, sementara pembeli utama yakni China dan Jepang justru akan mengurangi porsi kepemilikan.
"Saya ingatkan pasar bebas dientukan supply demand dan akan meledak tahun ini sedangkan permintaan US Treasury dari Jepang dan China kurangi kalau supply dan demand, imbas harga akan melorot. Kalau di US (Amerika Serikat) terjadi mau tidak mau di emerging market kena, termasuk Indonesia," kata John kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/5).
Dia menyebutkan saat ini asing memiliki 38% obligasi pemerintah Indonesia. "Mau tidak mau mereka keluar, akan berdampak ke bonds dan dampak ke rupiah," kata dia.
Saat ini, yield obligasi negara AS tenor 10 tahun berada di 3,0208%, naik dibandingkan kemarin, Senin (14/5) yaitu 2,995%. Kenaikan yield obligasi AS dipicu peningkatan ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, John menjelaskan AS kemungkinan akan meningkatkan pasokan obligasi negara hingga 50% lebih tinggi dari tahun lalu untuk menutupi defisit setelah penambahan bugdet hingga US$ 300 miliar (Rp 4.050 triliun).
Namun pada saat yang sama pembeli obligasi pemerintah AS, terutama Bank Sentral China dan Jepang beberapa bulan terakhir mulai mengurangi pembelian.
Jika pasokan obligasi AS meningkat sementara permintaan turun, hal ini akan berdampak juga pada obligasi dalam negeri karena yield obligasi di sana akan naik.
(hps) Next Article Harga Obligasi RI Naik Tipis Tunggu Penyelamatan Rupiah
Risiko penarikan dana tersebut menjadi besar karena obligasi pemerintah Indonesia masih dikuasai oleh asing dengan tingkat kepemilikan mencapai 38%.
Senior Advisor Pinnacle Investment John D. Rachmat menyatakan peningkatan yield obligasi di Amerika Serikat saat ini merupakan dampak dari tak seimbangnya antara demand dan supply.
"Saya ingatkan pasar bebas dientukan supply demand dan akan meledak tahun ini sedangkan permintaan US Treasury dari Jepang dan China kurangi kalau supply dan demand, imbas harga akan melorot. Kalau di US (Amerika Serikat) terjadi mau tidak mau di emerging market kena, termasuk Indonesia," kata John kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/5).
Dia menyebutkan saat ini asing memiliki 38% obligasi pemerintah Indonesia. "Mau tidak mau mereka keluar, akan berdampak ke bonds dan dampak ke rupiah," kata dia.
Saat ini, yield obligasi negara AS tenor 10 tahun berada di 3,0208%, naik dibandingkan kemarin, Senin (14/5) yaitu 2,995%. Kenaikan yield obligasi AS dipicu peningkatan ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, John menjelaskan AS kemungkinan akan meningkatkan pasokan obligasi negara hingga 50% lebih tinggi dari tahun lalu untuk menutupi defisit setelah penambahan bugdet hingga US$ 300 miliar (Rp 4.050 triliun).
Namun pada saat yang sama pembeli obligasi pemerintah AS, terutama Bank Sentral China dan Jepang beberapa bulan terakhir mulai mengurangi pembelian.
Jika pasokan obligasi AS meningkat sementara permintaan turun, hal ini akan berdampak juga pada obligasi dalam negeri karena yield obligasi di sana akan naik.
(hps) Next Article Harga Obligasi RI Naik Tipis Tunggu Penyelamatan Rupiah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular