
Ini Cara BRMS Lunasi Utang Ke Bank Muamalat dan Bukopin
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
14 May 2018 13:50

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) melepas 51% kepemilikan saham pada PT Dairi Prima Mineral untuk membayar dan melunasi untang kepada sejumlah kreditor.
Sejumlah kreditor yang memberikan pinjaman tersebut, diantaranya PT Bank Muamalat Tbk (Bank Muamalat) dan PT Bank Bukopin Tbk (BBKP).
Pelepasan saham kepada Nonferrous Metals Corporation of China (NFC) senilai US$ 198 juta atau setara Rp 2,76 triliun tersebut, salah satunya akan digunakan BRMS untuk menutupi utang jatuh tempo tersebut.
"Ya sekarang intinya dengan dengan kondisi refinancing tersebut, kami mampu membayar bunga bulanan dan juga principal (hutang pokok). Jadi diperkirakan selesai sesuai target ya," ujar Fuad Helmy, Direktur Keuangan BRMS di The Bridge Function Aston Rasuna, Senin (14/5/2018).
BRMS tercatat masih memiliki utang kepada PT Bank Muamalat Tbk senilai US$ 141.633 atau Rp 1,982 miliar. Ini merupakan pinjaman yang diterima perseroan pada 2011 yang hingga saat ini belum lunas.
Dalam laporan keuangan perseroan kuartal I-2018, dijelaskan pada 11 April 2011, Bumi Mineral Resources dan Bank Muamalat menandatangani Perjanjian Pembiayaan Al-Murabahah dengan jangka waktu 60 bulan. Dalam perjanjian tersebut Bank Muamalat setuju untuk menyediakan pendanaan sebesar Rp 20 miliar (setara dengan US$ 2.178.649) untuk pembelian ruang kantor di Bakrie Tower.
Selain meminjam ke Bank Muamalat, perusahaan tambang emas PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) juga memiliki utang ke Bank Bukopin. Dalam laporan keuangan perseroan kuartal I-2018 tercatat, pada tanggal 1 Juli 2011, Bumi Resources Mineral dan PT Bank Bukopin Tbk (Bukopin) menandatangani perjanjian kredit dengan jangka waktu 60 bulan, dimana Bukopin setuju menyediakan pendanaan sebesar Rp 10 miliar atau setara dengan US$ 1,089,325 untuk pembelian ruang kantor di Bakrie Tower. Pada kuartal I-2018 nilai utang tersebut tercatat senilai US$ 104.141.
Fuad menambahkan, restrukturisasi utang dilakukan perseroan merupakan bagian dari rencana BRMS kedepan dalam menumbuhkan kinerja keuangan yang terus terpuruk sejak akhir 2017.
"Iya dulu kan itu kami panjangin utangnya, intinya kami juga punya case terbatas jadi semua sudah kami itung secara terstruktur ya," tambah Fuad.
Pelunasan utang jatuh tempo juga akan terealisasikan tetap waktu, didorong dengan konversi utang ke saham yang dilakukan perseroan senilai US$ 232 juta sehingga keuangan BRMS menjadi lebih sehat saat ini.
"Keuangan perusahaan menjadi lebih baik dan likuid setelah kami melakukan konversi pinjaman ke saham. Salah satunya menyebabkan beban keuangan kami turun drastis hampir sebesar 40% dari 2016 ke akhir 2017," tambah Herwin Hidayat, Direktur Investor Relations BRMS dalam kesempatan yang sama.
(hps) Next Article Utang Menggunung, BRMS Masih Terlilit Masalah Keuangan
Sejumlah kreditor yang memberikan pinjaman tersebut, diantaranya PT Bank Muamalat Tbk (Bank Muamalat) dan PT Bank Bukopin Tbk (BBKP).
Pelepasan saham kepada Nonferrous Metals Corporation of China (NFC) senilai US$ 198 juta atau setara Rp 2,76 triliun tersebut, salah satunya akan digunakan BRMS untuk menutupi utang jatuh tempo tersebut.
BRMS tercatat masih memiliki utang kepada PT Bank Muamalat Tbk senilai US$ 141.633 atau Rp 1,982 miliar. Ini merupakan pinjaman yang diterima perseroan pada 2011 yang hingga saat ini belum lunas.
Dalam laporan keuangan perseroan kuartal I-2018, dijelaskan pada 11 April 2011, Bumi Mineral Resources dan Bank Muamalat menandatangani Perjanjian Pembiayaan Al-Murabahah dengan jangka waktu 60 bulan. Dalam perjanjian tersebut Bank Muamalat setuju untuk menyediakan pendanaan sebesar Rp 20 miliar (setara dengan US$ 2.178.649) untuk pembelian ruang kantor di Bakrie Tower.
Selain meminjam ke Bank Muamalat, perusahaan tambang emas PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) juga memiliki utang ke Bank Bukopin. Dalam laporan keuangan perseroan kuartal I-2018 tercatat, pada tanggal 1 Juli 2011, Bumi Resources Mineral dan PT Bank Bukopin Tbk (Bukopin) menandatangani perjanjian kredit dengan jangka waktu 60 bulan, dimana Bukopin setuju menyediakan pendanaan sebesar Rp 10 miliar atau setara dengan US$ 1,089,325 untuk pembelian ruang kantor di Bakrie Tower. Pada kuartal I-2018 nilai utang tersebut tercatat senilai US$ 104.141.
Fuad menambahkan, restrukturisasi utang dilakukan perseroan merupakan bagian dari rencana BRMS kedepan dalam menumbuhkan kinerja keuangan yang terus terpuruk sejak akhir 2017.
"Iya dulu kan itu kami panjangin utangnya, intinya kami juga punya case terbatas jadi semua sudah kami itung secara terstruktur ya," tambah Fuad.
Pelunasan utang jatuh tempo juga akan terealisasikan tetap waktu, didorong dengan konversi utang ke saham yang dilakukan perseroan senilai US$ 232 juta sehingga keuangan BRMS menjadi lebih sehat saat ini.
"Keuangan perusahaan menjadi lebih baik dan likuid setelah kami melakukan konversi pinjaman ke saham. Salah satunya menyebabkan beban keuangan kami turun drastis hampir sebesar 40% dari 2016 ke akhir 2017," tambah Herwin Hidayat, Direktur Investor Relations BRMS dalam kesempatan yang sama.
(hps) Next Article Utang Menggunung, BRMS Masih Terlilit Masalah Keuangan
Most Popular