Rupiah Melemah, Bank Mulai Jual Dolar Australia Rp 10.700
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
14 May 2018 12:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia pada siang ini bergerak melemah. Penguatan dolar Australia dipengaruhi oleh positifnya performa komoditas tambang unggulan Negeri Kanguru. Sementara itu, sentimen negatif untuk rupiah datang dari teror bom yang melanda di Kota Surabaya.
Hingga pukul 11:16 WIB hari ini, AU$ 1 dolar Australia dibanderol Rp10.560,49. Rupiah melemah 0,41% dari perdagangan di akhir pekan.
Sebagai catatan, mata uang Tanah Air sudah melemah 0,1% terhadap dolar Australia di sepanjang pekan lalu. Dengan pergerakan hari ini, rupiah kembali mendekati level Rp10.600/dolar Australia lagi, seperti terakhir kali dicapai pada tanggal 20 April 2018.
Pelemahan rupiah berdampak kepada harga jual dolar Australia di beberapa bank nasional yang bahkan sudah berada di atas level Rp10.600. Salah satu bank bahkan menetapkan jual dolar Australia di angka Rp 10.709.
(aji/aji) Next Article Rupiah Menguat Tipis 0,07% Lawan Dolar Australia
Hingga pukul 11:16 WIB hari ini, AU$ 1 dolar Australia dibanderol Rp10.560,49. Rupiah melemah 0,41% dari perdagangan di akhir pekan.
Sebagai catatan, mata uang Tanah Air sudah melemah 0,1% terhadap dolar Australia di sepanjang pekan lalu. Dengan pergerakan hari ini, rupiah kembali mendekati level Rp10.600/dolar Australia lagi, seperti terakhir kali dicapai pada tanggal 20 April 2018.
![]() |
Pelemahan rupiah berdampak kepada harga jual dolar Australia di beberapa bank nasional yang bahkan sudah berada di atas level Rp10.600. Salah satu bank bahkan menetapkan jual dolar Australia di angka Rp 10.709.
Berikut data perdagangan dolar Australia hingga pukul 11.00 WIB:
Penguatan dolar Australia didorong oleh dampak kenaikan harga komoditas tambang unggulan Negeri Kanguru, yakni komoditas bijih besi dan batu bara. Harga bijih besi tercatat meningkat sebesar 2,42% di sepanjang pekan lalu, sementara harga batu bara ICE Newcastle juga melonjak 1,19% pada periode yang sama.
Sebagai tambahan, harga batu bara rata-rata ICE Newcastle di minggu lalu berada di angka US$101/ton, padahal harga rata-rata pada Bulan Maret-April 2018 hanya sebesar US$96,05/ton. Kenaikan harga komoditas tambang tersebut memberikan keuntungan bagi Australia karena penerimaan devisa akan jauh lebih tinggi.
Kencangnya aliran valas yang masuk akan mendorong mata uang Canberra bergerak menguat. Akibatnya nilai tukar rupiah bergerak melemah terhadap dolar Australia pada perdagangan hari ini.
Dari dalam negeri, investor nampaknya masih mencermati dampak dari tragedi bom di Surabaya. Kemarin, ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Akibat ledakan ini, 13 jiwa setidaknya dikabarkan melayang dan 41 lainnya luka-luka. Peristiwa ini menambah panjang deretan aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air, dan tentu saja akan berpotensi memberikan dampak negatif bagi nilai tukar rupiah, seiring adanya indikasi ketidakstabilan politik dan keamanan di Indonesia.
Akhir pekan lalu juga muncul rilis data yang bisa menjadi aura negatif bagi pergerakan rupiah hari ini. Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 3,85 miliar. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
Seperti biasa, transaksi berjalan (current account) masih membukukan defisit. Kali ini nilainya US$ 5,54 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pencapaian ini membengkak ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,16 miliar (0,89% PDB).
Biasanya defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus di transaksi modal dan finansial. Namun kali ini tidak berlaku.
Transaksi modal dan finansial memang masih membukukan surplus, yaitu US$ 1,81 miliar, namun nilainya jauh lebih rendah dibandingkan posisi kuartal I-2017 yang mencapai US$ 6,93 miliar. Alhasil, kini transaksi modal dan finansial tidak bisa menutup lubang menganga yang ditinggalkan transaksi berjalan.
Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
![]() |
Penguatan dolar Australia didorong oleh dampak kenaikan harga komoditas tambang unggulan Negeri Kanguru, yakni komoditas bijih besi dan batu bara. Harga bijih besi tercatat meningkat sebesar 2,42% di sepanjang pekan lalu, sementara harga batu bara ICE Newcastle juga melonjak 1,19% pada periode yang sama.
Sebagai tambahan, harga batu bara rata-rata ICE Newcastle di minggu lalu berada di angka US$101/ton, padahal harga rata-rata pada Bulan Maret-April 2018 hanya sebesar US$96,05/ton. Kenaikan harga komoditas tambang tersebut memberikan keuntungan bagi Australia karena penerimaan devisa akan jauh lebih tinggi.
Kencangnya aliran valas yang masuk akan mendorong mata uang Canberra bergerak menguat. Akibatnya nilai tukar rupiah bergerak melemah terhadap dolar Australia pada perdagangan hari ini.
Dari dalam negeri, investor nampaknya masih mencermati dampak dari tragedi bom di Surabaya. Kemarin, ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Akibat ledakan ini, 13 jiwa setidaknya dikabarkan melayang dan 41 lainnya luka-luka. Peristiwa ini menambah panjang deretan aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air, dan tentu saja akan berpotensi memberikan dampak negatif bagi nilai tukar rupiah, seiring adanya indikasi ketidakstabilan politik dan keamanan di Indonesia.
Akhir pekan lalu juga muncul rilis data yang bisa menjadi aura negatif bagi pergerakan rupiah hari ini. Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 3,85 miliar. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
Seperti biasa, transaksi berjalan (current account) masih membukukan defisit. Kali ini nilainya US$ 5,54 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pencapaian ini membengkak ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,16 miliar (0,89% PDB).
Biasanya defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus di transaksi modal dan finansial. Namun kali ini tidak berlaku.
Transaksi modal dan finansial memang masih membukukan surplus, yaitu US$ 1,81 miliar, namun nilainya jauh lebih rendah dibandingkan posisi kuartal I-2017 yang mencapai US$ 6,93 miliar. Alhasil, kini transaksi modal dan finansial tidak bisa menutup lubang menganga yang ditinggalkan transaksi berjalan.
Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Menguat Tipis 0,07% Lawan Dolar Australia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular