
Minyak Dunia Tembus US$ 100/Barel Bukan Hal yang Tak Mungkin
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
14 May 2018 06:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis Energi yang cukup 'expert' di bidang Perminyakan Dunia Tom Kloza memproyeksikan harga minyak dunia di level US$ 70 - US$ 100 per barel bukan hiperbola (bukan tak mungkin terjadi).
Kloza yang dianggap sebagai pengamat energi veteran ini menambahkan ketegangan geopolitik menjadi faktor utama harga minyak dunia bisa 'bullish'. Apalagi AS sudah menyatakan embargo kepada Iran di tengah program nuklirnya.
Hal tersebut akan membawa produksi minyak di Venezuela menghadapi permintaan global yang spektakuler.
Memang sepekan kemarin, pergerakan minyak diwarnai oleh keputusan presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (7/5) waktu setempat, untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan memulihkan sanksi bagi Negeri Persia. Setelah pengumuman itu dibuat, harga minyak langsung menanjak tajam hingga mencetak rekor tertingginya sejak November 2014 di angka US$71,36/barel (lightsweet) dan US$77,47/barel (brent).
Sebagai informasi, Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga sang emas hitam.
"Geopolitik ini sangat hambar pada beberapa kuartal terkahir. Namun tidak, di kuartal ini," ungkapnya kepada CNBC International, yang dikutip Senin (14/5/2018).
Sejak kuartal pertama pada 31 Maret 2018, minyak mentah WTI telah melonjak sampai 9% ke US$ 70,70 per barel. Level tersebut menempatkan harga minyak ke level tertingginya sejak sekitar 3 tahun ke belakang. Minyak ICE Brent, tetap di level US$ 77,02 barel di tengah pola yang sama.
Kloza percaya hanya sedikit yang mencegah minyak Brent bisa mencapai di atas US$ 80 barel. Namun tingginya minyak dunia bisa membuat negara-negara menjual harga solarnya mahal. Termasuk avtur.
"Presiden [Donald Trump] sendiri tidak bodoh. Dia tahu ketika harga bensin di atas US$ 3 per gallon pada musim panas, siapapun yang bertanggungjawab akan disalahkan," kata Kloza.
"Hal ini akan menjadi menarik untuk dilihat ke depan," tutup Kloza yang merupakan Global Head of Energy Analysis di Oil Price Information Service (OPIS).
(dru) Next Article Harga Minyak Makin Mahal! Kini di Atas US$ 74/Barel
Kloza yang dianggap sebagai pengamat energi veteran ini menambahkan ketegangan geopolitik menjadi faktor utama harga minyak dunia bisa 'bullish'. Apalagi AS sudah menyatakan embargo kepada Iran di tengah program nuklirnya.
Hal tersebut akan membawa produksi minyak di Venezuela menghadapi permintaan global yang spektakuler.
Sebagai informasi, Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga sang emas hitam.
"Geopolitik ini sangat hambar pada beberapa kuartal terkahir. Namun tidak, di kuartal ini," ungkapnya kepada CNBC International, yang dikutip Senin (14/5/2018).
Sejak kuartal pertama pada 31 Maret 2018, minyak mentah WTI telah melonjak sampai 9% ke US$ 70,70 per barel. Level tersebut menempatkan harga minyak ke level tertingginya sejak sekitar 3 tahun ke belakang. Minyak ICE Brent, tetap di level US$ 77,02 barel di tengah pola yang sama.
Kloza percaya hanya sedikit yang mencegah minyak Brent bisa mencapai di atas US$ 80 barel. Namun tingginya minyak dunia bisa membuat negara-negara menjual harga solarnya mahal. Termasuk avtur.
"Presiden [Donald Trump] sendiri tidak bodoh. Dia tahu ketika harga bensin di atas US$ 3 per gallon pada musim panas, siapapun yang bertanggungjawab akan disalahkan," kata Kloza.
"Hal ini akan menjadi menarik untuk dilihat ke depan," tutup Kloza yang merupakan Global Head of Energy Analysis di Oil Price Information Service (OPIS).
(dru) Next Article Harga Minyak Makin Mahal! Kini di Atas US$ 74/Barel
Most Popular