
Sepekan 'Hijau' untuk Bursa AS Berlalu, Bagaimana Minggu Ini?
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
14 May 2018 05:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat, dalam sepekan kemarin berhasil mencatatkan 'gain' positif. Selama sepekan kemarin, Dow Jones telah naik 2,3%, S&P 500 menguat 2,4%, dan Nasdaq naik 2,7%.
Data di perdagangan hari terakhir menutup akhir pekan, Jumat (11/5/2018) Wall Street ditutup bervariasi. Wall Street digerakkan saham-saham sektor kesehatan (healthcare) dan teknologi.
Mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average naik 0,37% menjadi 24.831,17 poin. S&P 500 naik 0,17% menjadi 2.727,72 poin dan jadi level penutupan tertinggi sejak pertengahan Maret. Nasdaq Composite tergelincir 0,03% menjadi 7.402,88 poin.
Pada perdagangan hari Jumat, S&P 500 menguat karena kenaikan saham-saham sektor healthcare setelah Presiden Donald Trump mengecam harga obat yang tinggi tetapi menghindari langkah agresif untuk melakukan pemotongan biaya.
Indeks S&P healthcare berakhir 1,47% lebih tinggi, sementara indeks Nasdaq Bioteknologi naik 2,68%.
Sentimen positif bagi bursa saham AS pekan lalu masih datang dari rilis data inflasi yang berada di bawah ekspektasi. Inflasi AS periode April diumumkan di level 0,2% MoM, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 0,3% MoM.
Tingkat inflasi yang masih terjaga lantas menimbulkan persepsi bahwa kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini masih akan dilakukan sebanyak 3 kali, sesuai dengan rencana awal.
Kondisi geopolitik juga mendukung bursa saham dalam negeri untuk menguat. Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang dijadwalkan untuk melakukan pertemuan di Singapura.
Pertemuan kedua kepala negara ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata.
Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Hubungan AS dan Korea Utara memang sedang mesra-mesranya. Kemarin, Secretary of State Mike Pompeo kembali dari Korea Utara dengan membawa 3 warga negara AS yang sebelumnya ditahan disana.
Selama sepekan ini, pasar global akan dipengaruhi oleh data penjualan retail dan makanan di AS. 'Advance Monthly Sales for Retail and Food Service' akan diumumkan BPS-nya AS pada 15 Mei 2018. Sementara data pasar global akan dipengaruhi oleh data PDB Jepang dan Jerman.
(dru) Next Article Saham Ritel dan Teknologi Melesat, Bursa AS Kembali Cerah
Data di perdagangan hari terakhir menutup akhir pekan, Jumat (11/5/2018) Wall Street ditutup bervariasi. Wall Street digerakkan saham-saham sektor kesehatan (healthcare) dan teknologi.
Mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average naik 0,37% menjadi 24.831,17 poin. S&P 500 naik 0,17% menjadi 2.727,72 poin dan jadi level penutupan tertinggi sejak pertengahan Maret. Nasdaq Composite tergelincir 0,03% menjadi 7.402,88 poin.
Pada perdagangan hari Jumat, S&P 500 menguat karena kenaikan saham-saham sektor healthcare setelah Presiden Donald Trump mengecam harga obat yang tinggi tetapi menghindari langkah agresif untuk melakukan pemotongan biaya.
Sentimen positif bagi bursa saham AS pekan lalu masih datang dari rilis data inflasi yang berada di bawah ekspektasi. Inflasi AS periode April diumumkan di level 0,2% MoM, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 0,3% MoM.
Tingkat inflasi yang masih terjaga lantas menimbulkan persepsi bahwa kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini masih akan dilakukan sebanyak 3 kali, sesuai dengan rencana awal.
Kondisi geopolitik juga mendukung bursa saham dalam negeri untuk menguat. Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang dijadwalkan untuk melakukan pertemuan di Singapura.
Pertemuan kedua kepala negara ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata.
Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Hubungan AS dan Korea Utara memang sedang mesra-mesranya. Kemarin, Secretary of State Mike Pompeo kembali dari Korea Utara dengan membawa 3 warga negara AS yang sebelumnya ditahan disana.
Selama sepekan ini, pasar global akan dipengaruhi oleh data penjualan retail dan makanan di AS. 'Advance Monthly Sales for Retail and Food Service' akan diumumkan BPS-nya AS pada 15 Mei 2018. Sementara data pasar global akan dipengaruhi oleh data PDB Jepang dan Jerman.
Waspadai Harga Minyak
Dari sektor energi, ada hal menarik yang patut diwaspadai. Yakni mengenai embargo AS kepada Iran.
CEO perusahaan gas dan minyak raksasa Italia ENI, Claudio Desalzi, menyesalkan keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang kembali memberikan sanksi embargo kepada negara Iran.
Claudio Desalzi mengatakan pasar minyak mentah akan kembali berkecamuk jika pihak AS kembali memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara Iran.
"Efek yang ditimbulkan, tidak hanya berpengaruh terhadap harga minyak mentah dunia. Negara Iran, merupakan negara ketiga penyumbang produksi minyak mentah dunia sebanyak 2,6 juta barel per hari (bpd) jika dibandingkan dengan produksi tahun lalu sebesar 1,5 juta bpd", ujar Claudio Descalzi kepada CNBC International dalam pertemuan Investment Forum di Abu Dhabi, Minggu (13/5/2018).
Sebelumnya, AS pernah memberlakukan sanksi pelarangan ekspor minyak mentah Iran pada 2012 yang dicetuskan oleh Presiden Barack Obama. Ketika saksi diberlakukan, ekspor minyak Iran langsung turun sebesar 1,5 juta barel per hari.
Pada 2015, AS kembali berbesar hati dengan menghilangkan sanksi pelarangan ekspor dengan syarat Iran bersedia untuk mengurangi kapasitas produksi senjata nuklirnya. Berkat kebijakan tersebut, eskpor minyak mentah Iran meningkat hingga 1 juta bpd dan Iran bersedia menjadi anggota Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sebagai komitmen bersama dalam program pengendalian senjata nuklir.
Dari sektor energi, ada hal menarik yang patut diwaspadai. Yakni mengenai embargo AS kepada Iran.
CEO perusahaan gas dan minyak raksasa Italia ENI, Claudio Desalzi, menyesalkan keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang kembali memberikan sanksi embargo kepada negara Iran.
Claudio Desalzi mengatakan pasar minyak mentah akan kembali berkecamuk jika pihak AS kembali memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara Iran.
"Efek yang ditimbulkan, tidak hanya berpengaruh terhadap harga minyak mentah dunia. Negara Iran, merupakan negara ketiga penyumbang produksi minyak mentah dunia sebanyak 2,6 juta barel per hari (bpd) jika dibandingkan dengan produksi tahun lalu sebesar 1,5 juta bpd", ujar Claudio Descalzi kepada CNBC International dalam pertemuan Investment Forum di Abu Dhabi, Minggu (13/5/2018).
Sebelumnya, AS pernah memberlakukan sanksi pelarangan ekspor minyak mentah Iran pada 2012 yang dicetuskan oleh Presiden Barack Obama. Ketika saksi diberlakukan, ekspor minyak Iran langsung turun sebesar 1,5 juta barel per hari.
Pada 2015, AS kembali berbesar hati dengan menghilangkan sanksi pelarangan ekspor dengan syarat Iran bersedia untuk mengurangi kapasitas produksi senjata nuklirnya. Berkat kebijakan tersebut, eskpor minyak mentah Iran meningkat hingga 1 juta bpd dan Iran bersedia menjadi anggota Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sebagai komitmen bersama dalam program pengendalian senjata nuklir.
(dru) Next Article Saham Ritel dan Teknologi Melesat, Bursa AS Kembali Cerah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular