
Rupiah Melemah 0,07% Pekan Ini, Membaik dari Pekan Lalu
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 May 2018 19:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah tertekan hebat dari awal pekan ini, nilai tukar rupiah berhasil bergerak menguat terhadap dolar AS di pasar spot di penghujung pekan. Sampai dengan akhir perdagangan hari Jumat (12/5), rupiah menguat 0,92% terhadap dolar AS ke level Rp 13.945.
Dengan penguatan tersebut, mata uang garuda mampu menipiskan pelemahannya pekan ini, dengan ditutup melemah sebesar 0,07% terhadap dolar AS dalam 7 hari terakhir, mampu membaik dari pekan sebelumnya kala rupiah amblas hingga 0,36%.
Sebagai catatan, pelemahan nilai tukar rupiah pekan ini masih lebih baik dibandingkan beberapa mata uang kawasan Asia Tenggara seperti Baht Thailand dan Ringgit Malaysia yang melemah masing-masing 0,5% dan 0,23%. Peso Filipina bahkan anjlok hingga 1,46% dalam seminggu ini.
Namun, jangan dilupakan bahwa apabila dihitung secara year-to-date (YTD), perfoma rupiah masih menjadi salah satu yang terparah di Asia Tenggara, dengan melemah sekitar 3% terhadap dolar AS. Padahal, Baht dan Ringgit sama-sama masih tercatat menguat di kisaran 2%.
Sementara itu, di kawasan Asia, pekan ini Yuan China dan Won Korea berhasil menjadi mata uang yang paling perkasa terhadap mata uang Negeri Paman Sam. Yuan China berhasil menguat 0,41% ke CNY6,33/dolar AS, sementara Won Korea naik 0,58% ke KRW1.067/dolar AS.
Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, seperti dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan energi yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Dengan penguatan tersebut, mata uang garuda mampu menipiskan pelemahannya pekan ini, dengan ditutup melemah sebesar 0,07% terhadap dolar AS dalam 7 hari terakhir, mampu membaik dari pekan sebelumnya kala rupiah amblas hingga 0,36%.
Sebagai catatan, pelemahan nilai tukar rupiah pekan ini masih lebih baik dibandingkan beberapa mata uang kawasan Asia Tenggara seperti Baht Thailand dan Ringgit Malaysia yang melemah masing-masing 0,5% dan 0,23%. Peso Filipina bahkan anjlok hingga 1,46% dalam seminggu ini.
Sementara itu, di kawasan Asia, pekan ini Yuan China dan Won Korea berhasil menjadi mata uang yang paling perkasa terhadap mata uang Negeri Paman Sam. Yuan China berhasil menguat 0,41% ke CNY6,33/dolar AS, sementara Won Korea naik 0,58% ke KRW1.067/dolar AS.
![]() |
Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, seperti dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan energi yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
Sinyal Bunga Acuan BI akan Naik
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular