- IHSG terkoreksi tajam pada perdagangan kemarin.
- Bursa Asia cenderung menguat.
- Wall Street anjlok akibat kenaikan yield obligasi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada perdagangan kemarin. Depresiasi rupiah memang masih menjadi sorotan investor, walau sebenarnya Indeks terseret ke zona merah akibat penurunan harga saham salah satu emiten
big cap.
IHSG anjlok 1,25% pada perdagangan kemarin. LQ45 bahkan mengalami koreksi yang lebih dalam yaitu 1,61%. Sebanyak 8 sektor saham ditutup melemah, dipimpin oleh sektor barang konsumsi yang anjlok hingga 2,37% dan berkontribusi sebesar 30,7 poin dari total pelemahan IHSG yang sebesar 78,5 poin.
Indeks saham sektor barang konsumsi dibebani oleh harga saham UNVR yang terpangkas 5,51%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Kinerja keuangan yang mengecewakan merupakan penyebab dilepasnya saham UNVR oleh investor, termasuk investor asing dengan nilai jual bersih sebesar Rp 120,72 miliar.
Sepanjang kuartal-I 2018, laba UNVR anjlok 6,21% menjadi Rp 1,83 triliun. Laba bersih tersebut di bawah rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters senilai Rp 2,03 triliun.
Berdasarkan keterbukaan yang dipublikasikan di situs resmi PT Bursa Efek Indonesia (BEI), penurunan laba bersih perusahaan didorong oleh penjualan bersih yang turun 0,91% dari sebelumnya Rp 10,84 triliun pada kuartal-I 2017 menjadi Rp 10,74 triliun pada kuartal-I 2018. Penurunan penjualan tersebut dimotori oleh berkurangnya penjualan produk dalam negeri sebesar 0,84% menjadi Rp 10,13 triliun. Ekspor juga turun 2,20% menjadi Rp 609,76 miliar.
Buruknya kinerja UNVR lantas memberi sinyal lemahnya laju perekonomian Indonesia pada kuartal I-2018. Pasalnya, UNVR memproduksi barang-barang yang merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat Indonesia. Ketika penjualan UNVR menurun, lantas laju ekonomi dalam negeri menjadi dipertanyakan.
Selain itu, investor juga masih mencermati pergerakan nilai tukar rupiah. Tidak seperti hari sebelumnya, rupiah kemarin mampu menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Meski penguatannya sangat terbatas yaitu 0,07%. Komitmen Bank Indonesia (BI) untuk menjaga kestabilan nilai tukar serta lelang obligasi negara sedikit banyak membantu meredam pelemahan rupiah.
IHSG bernasib buruk dibandingkan bursa saham regional yang rata-rata menguat. Nikkei 225 naik 0,86%, Shanghai bertambah 1,97%, Hang Seng menguat 1,26%, dan Strait Times tumbuh 0,12%.
Kabar kurang sedap datang dari New York, di mana Wall Street mengalami koreksi yang cukup dalam. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 1,74%, S&P 500 melemah 1,34%, dan Nasdaq berkurang 1,7%.
Koreksi Wall Street disebabkan oleh imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang menembus level 3%. Kemarin, yield instrumen ini sempat mencapai 3,083%. Ini merupakan kali pertama dalam 4 tahun terakhir yield menembus 3%.
Yield obligasi AS melonjak karena kenaikan ekspektasi inflasi dan tambahan pasokan dari pemerintah untuk membiayai defisit anggaran, yang membengkak akibat program pemotongan tarif pajak inisiatif Presiden Donald Trump. Ekspektasi inflasi meningkat seiring terus positifnya data-data ekonomi Negeri Paman Sam.
Teranyar, firma konsultan The Conference Board merilis data proyeksi indeks kepercayaan konsumen, yang pada April 2018 diperkirakan sebesar 128,7. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 127.
Kemudian, Kementerian Perdagangan AS merilis penjualan rumah baru meningkat 4% pada Maret 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cukup jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu 1,9%.
Konsumsi masyarakat AS yang semakin solid tentunya memunculkan ekspektasi percepatan laju inflasi. Oleh karena itu, muncul bayangan di benak pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Kartu kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja. Saham, aset yang diuntungkan dalam era suku bunga rendah, tentu dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Selain yield obligasi, koreksi Wall Street juga disebabkan kinerja emiten yang dianggap kurang memuaskan. Saham Alphabet, induk usaha Google, turun 4,78% karena investor mencermati ada noda dalam laporan keuangan mereka yaitu kenaikan biaya dan penurunan margin. Padahal laba bersih mereka melonjak di atas perkiraan pasar.
Tidak hanya Google, Wall Street juga terbeban oleh saham Caterpillar yang anjlok 6,2%. Penurunan ini disebabkan kenaikan harga baja akibat pengenaan bea masuk, meskipun pendapatan naik 31%.
Untuk perdagangan hari ini, koreksi Wall Street yang cukup dalam akan menjadi faktor pemberat bagi IHSG. Biasanya koreksi maupun laju Wall Street akan mewarnai bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Perkembangan yield obligasi AS juga menjadi faktor risiko yang patut menjadi perhatian. Dengan positifnya data-data ekonomi Negeri Adidaya, bukan tidak mungkin yield akan terus terkerek ke atas karena peningkatan ekspektasi inflasi.
Jika ini terus terjadi, maka investor akan memilih memindahkan dana ke obligasi yang menjanjikan keuntungan dan lebih aman dalam lingkungan suku bunga tinggi. Oleh karena itu, sepertinya kunci perdagangan hari ini ada di yield obligasi pemerintah AS.
Harga minyak juga sepertinya kurang suportif bagi IHSG. Saat ini, harga si emas hitam turun hingga lebih dari 1%.
Penyebabnya adalah pertemuan Trump dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron membahas perjanjian nuklir dengan Iran. “Hal penting dalam pertemuan ini adalah Presiden Trump sudah setuju untuk melakukan pembahasan. Ide mengenai kesepakatan baru akan diajukan dan dibahas dengan pihak Iran,” sebut pernyataan resmi pemerintah Prancis, seperti dikutip Reuters.
Perkembangan ini meredakan kekhawatiran pengenaan sanksi baru kepada Iran. Bila perundingan berjalan lancar, maka pasokan minyak dari Negeri Persia pun akan mengalir tanpa hambatan. Persepsi ini membuat harga minyak turun.
Penurunan harga minyak bukan kabar baik bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan sulit mendapat energi untuk menguat dan bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
Apalagi harga komoditas lainnya seperti batu bara juga ikut turun. Tertekannya harga batu bara belakangan ini merupakan dampak dari kebijakan pembatasan impor batu bara oleh China yang diumumkan pada 16 April silam, di mana hal ini dimaksudkan untuk mendorong harga batu bara dalam negeri serta meningkatkan produksi.
Melansir Reuters, impor batu bara China pada minggu yang berakhir pada 21 April tercatat sebesar 3,45 juta ton. Jatuh hampir 30% dibandingkan dengan rata-rata mingguan sepanjang 1 Januari-15 April 2018 yang sebesar 4,92 juta ton.
Namun, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada sentimen positif yang bisa membuat IHSG kembali ke jalur hijau. Pertama adalah kabar dari emiten.
Hari ini sejumlah emiten akan melakukan pelaporan seperti ASII, DLTA, AHAP, MBSS, SRTG, dan INCO. Kabar positif dari para emiten tersebut bisa mendukung penguatan IHSG.
Kedua adalah perkembangan nilai tukar. Setelah sempat begitu kencang, kini penguatan dolar AS mulai mengendur. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di depan enam mata uang utama, pagi ini sudah turun 0,17%.
Greenback menguat tajam kala yield obligasi pemerintah AS masih nyaris menyentuh 3%. Namun setelah ambang psikologis 3% terlampaui, dolar AS pun melandai.
Ditambah lagi komitmen BI untuk stabilisasi nilai tukar. Ini terlihat dari kepemilikan obligasi negara oleh BI yang naik Rp 4,97 triliun pada Jumat lalu dibandingkan hari sebelumnya. Sepertinya kehadiran BI tidak hanya di pasar valas, tetapi juga di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Dengan penguatan dolar AS yang mulai tertahan dan intervensi BI, maka ada peluang bagi rupiah untuk menguat lebih lanjut. Ini tentu positif bagi IHSG, karena ketika rupiah menguat maka memegang aset berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan.
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- RUPS Tahunan ASII (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan DLTA (10:00 WIB).
- RUPSLB AHAP (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan MBSS (10:00 WIB).
- RUPS Tahunan SRTG (15:00 WIB).
- Rilis laporan keuangan kuartal I-2018 INCO.
- Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Otoritas Jasa Keuangan membahas perkembangan AJB Bumiputra (14:00 WIB).
- Rilis data cadangan minyak AS (21.30 WIB).
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:
Indeks | Close | % Change | % YTD |
IHSG | 6,229.63 | (1.24) | (1.98) |
LQ45 | 1,010.88 | (1.61) | (6.35) |
DJIA | 24,024.13 | (1.74) | (2.81) |
CSI300 | 3,843.32 | 2.04 | (4.65) |
Hang Seng | 30,636.24 | 1.26 | 2.40 |
Nikkei 225 | 22,278.12 | 0.86 | (2.14) |
Strait Times | 3,584.56 | 0.14 | 5.34 |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,890.00 | 0.11 | 4.60 |
EUR/USD | 1.22 | 0.20 | 11.96 |
GBP/USD | 1.39 | 0.29 | 8.88 |
USD/CHF | 0.98 | 0.12 | (1.44) |
USD/CAD | 1.28 | (0.18) | (5.49) |
USD/JPY | 108.87 | 0.16 | (2.01) |
AUD/USD | 0.76 | (0.01) | 0.90 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak WTI (USD/barel) | 67.71 | (1.19) | 36.62 |
Minyak Brent (USD/barel) | 73.93 | (1.02) | 41.93 |
Emas (USD/troy ons) | 1,330.97 | 0.50 | 5.35 |
CPO (MYR/ton) | 2,395.00 | (0.29) | (9.07) |
Batu bara (USD/ton) | 93.20 | (0.43) | 11.15 |
Tembaga (USD/pound) | 3.13 | 0.76 | 21.08 |
Nikel (USD/ton) | 14,775.50 | 0.00 | 59.38 |
Timah (USD/ton) | 21,100.00 | (1.63) | 7.52 |
Karet (JPY/kg) | 180.90 | 1.23 | (31.24) |
Kakao (USD/ton) | 2,702.00 | (1.60) | 50.68 |
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 6.32 |
10Y | 6.89 |
15Y | 7.19 |
20Y | 7.47 |
30Y | 7.53 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY) | 5.07% |
Inflasi (Maret 2018 YoY) | 3.4% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (2017) | -1.7% PDB |
Neraca pembayaran (2017) | US$ 11.6 miliar |
Cadangan devisa (Maret 2018) | US$ 126 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA