
Dolar Nyaris Rp 14.000, Ini Kata Direktur Tresuri Mandiri
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
23 April 2018 14:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan rupiah terhadap dolar AS terjadi karena adanya pengaruh harga minyak dunia dan potensi kenaikan suku bunga AS atau Fed Fund Rate (FFR). Kendati demikian, hal tersebut masih bisa diantisipasi dengan baik oleh perbankan.
Menurut Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang hampir menembus Rp 14.000/US$ terjadi bukan karena kinerja ekonomi Indonesia yang tidak baik.
Namun hal tersebut terjadi karena pengaruh harga minyak dunia yang mendekati US$ 70/barel dan ada potensi kenaikan FFR sekali lagi. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi appetite investor, saat ini US Treasury 10 tahun sudah mendekati 3% yang menunjukkan ada flow sehingga banyak yang melepas jangka panjang.
"Memang lebih karena pengaruh global dan yang utama terkait pergerakan harga minyak yang terus naik dan rencana kenaikan Fed Rate," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Senin (23/4/2018).
Akibatnya, menurut Darmawan, investor asing di Indonesia banyak yang menjual kepemilikan valasnya. Namun Darmawan berharap hal ini tidak akan berlangsung lama. Apalagi para investor yang berinvestasi di sini mulai masuk musim menerima dividen.
"Jadi kalau kami melihat kondisi moneter di Indonesia cukup baik, kondisi ekonomi bagus, cadangan devisa cukup rasanya akan terjaga," kata dia.
Sementara pengaruhnya terhadap ketersediaan valas di tanah air, menurut Darmawan sepanjang nilai ekspor tinggi, hal tersebut masih akan terjaga. Di Bank Mandiri, kebutuhan dolar dari nasabah importir Bank Mandiri masih cukup didukung oleh hasil ekspor nasabah Bank Mandiri sendiri.
"Jadi, setiap ada kebutuhan dari nasabah terkait valas, Bank Mandiri tidak akan masuk ke pasar," tutur dia.
(dru) Next Article Berbekal Rp 10 T, Mandiri Kucurkan Kredit PEN Rp 35,61 T
Menurut Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang hampir menembus Rp 14.000/US$ terjadi bukan karena kinerja ekonomi Indonesia yang tidak baik.
Namun hal tersebut terjadi karena pengaruh harga minyak dunia yang mendekati US$ 70/barel dan ada potensi kenaikan FFR sekali lagi. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi appetite investor, saat ini US Treasury 10 tahun sudah mendekati 3% yang menunjukkan ada flow sehingga banyak yang melepas jangka panjang.
Akibatnya, menurut Darmawan, investor asing di Indonesia banyak yang menjual kepemilikan valasnya. Namun Darmawan berharap hal ini tidak akan berlangsung lama. Apalagi para investor yang berinvestasi di sini mulai masuk musim menerima dividen.
"Jadi kalau kami melihat kondisi moneter di Indonesia cukup baik, kondisi ekonomi bagus, cadangan devisa cukup rasanya akan terjaga," kata dia.
Sementara pengaruhnya terhadap ketersediaan valas di tanah air, menurut Darmawan sepanjang nilai ekspor tinggi, hal tersebut masih akan terjaga. Di Bank Mandiri, kebutuhan dolar dari nasabah importir Bank Mandiri masih cukup didukung oleh hasil ekspor nasabah Bank Mandiri sendiri.
"Jadi, setiap ada kebutuhan dari nasabah terkait valas, Bank Mandiri tidak akan masuk ke pasar," tutur dia.
(dru) Next Article Berbekal Rp 10 T, Mandiri Kucurkan Kredit PEN Rp 35,61 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular