Terpuruknya Rupiah Sesuai Prediksi Agus Marto

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 April 2018 13:33
Prediksi BI tentang rupiah akan mengalami tekanan pada kuartal II-2018 bukan isapan jempol semata.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Prediksi Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo yang menyebut rupiah akan mengalami tekanan pada kuartal II-2018 bukan isapan jempol semata. Rupiah sampai saat ini semakin terpuruk, bahkan hampir menembus level Rp 14.000/US$.

Pada awal 2018, pergerakan mata uang Garuda memang sempat tertekan hingga ke level Rp 13.535/US$, namun kembali menguat pada level terendahnya di Rp 13.290/US$. Penguatan rupiah terhadap mata uang Paman Sam, terjadi pada 25 Januari 2018 lalu.

Kendati demikian, rupiah tak mampu menahan kekuatan dolar AS, hingga mencatatkan level tertingginya Rp 13.905/US$ pada akhir pekan lalu, Jumat (20/4/2018). Sementara pada hari ini, Senin (23/4/2018), rupiah masih bertahan pada posisi Rp 13.895/US$.

Agus Marto, pada awal bulan lalu mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah masih akan mengalami tekanan selama periode April - Juni 2018. Ada beberapa alasan yang menyebabkan tekanan rupiah semakin besar pada kuartal kedua tahun 2018.

Mulai dari siklus peningkatan kebutuhan valuta asing, sampai dengan faktor ketidakpastian global yang bersumber dari ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate, sampai dengan risiko perang dagang AS - China dan risiko geopolitik di Timur Tengah.

"Siklusnya kita sama-sama tahu. Di kuartal II itu ada kewajiban bayar ke luar negeri. Kami dengar, AS juga akan menaikan FFR [Fed Fund Rate] sampai tiga kali, dan diperkirakan Juni-Desember 2018," kata Agus.

BI pun telah mengambil ancang-ancang untuk melakukan upaya stabilisasi, baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Upaya ini untuk merespons adanya tekanan berlebih terhadap mata uang Garuda dalam beberapa bulan ke depan.

Dalam jangka pendek, BI menegaskan akan senantiasa berada di pasar, melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) maupun secara dual intervention di pasar valuta asing dan pasar obligasi. BI pun akan meyakinkan investor bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi stabil.

Adapun dalam jangka menengah-panjang, langkah stabilisasi rupiah yang akan ditempuh bank sentral adalah upaya pendalaman pasar valas, anjuran kewajiban hedging, sampai dengan kewajiban transaksi perdagangan dan investasi menggunakan rupiah.

"Juga kehati-hatian pengelolaan utang luar negeri korporasi, serta mandatory [kewajiban] penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri," kata Deputi Gubernur terpilih Dody Budi Waluyo dalam kesempatan berbeda.

Sebagai informasi, dalam periode kurang dari 4 bulan terakhir, pergerakan rupiah terhadap dolar AS telah terdepresiasi hingga 2,58%. Sejak awal tahun sampai saat ini, nilai tukar rupiah menjadi yang terburuk di antara mata uang kawasan regional.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular