Ini Cara Agar Dolar AS Tak Tembus Rp 14.000

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
21 April 2018 21:00
BI perlu membuat bauran kebijakan untuk kendalikan rupiah. Cara intervensi rupiah tidak selama bisa menyelamatkan rupiah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukan keperkasaannya terhadap sejumlah mata uang regional, tak terkecuali rupiah. Bahkan kemarin, Jumat (21/4/2018), penguatan US$ semakin tak terbendung, hingga dihargai Rp 13.900/US$.

Pasar Non Delivery Forward (NDF) yang dirilis Reuters semalam, pun menunjukan pergerakan dolar Paman Sam sudah mencapai Rp 14.000. Lantas, apa yang harus dilakukan Bank Indonesia (BI) sebagai stabilitator agar rupiah tidak menembus level Rp 14.000?

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, langkah stabilisasi yang selama ini dilakukan bank sentral tidak bisa selamanya menyelamatkan rupiah. Menurutnya, perlu adanya bauran kebijakan moneter BI untuk membantu rupiah dari tekanan.

"Harus dilihat dulu hari Senin nanti, apakah ada pelemahan lanjutan yang lebih dalam. Pelemahan masih terbuka, tapi trend cadangan devisa turun terus. Kalau ini terus terjadi, saya kira potensi untuk penyesuaian kebijakan moneter terbuka," kata Josua, kepada CNBC Indonesia.

Menurut dia, rupiah akan tetap berada pada level kisaran Rp 13.800-Rp13.900/US$, mengingat masih ada beberapa risiko, terutama yang bersumber dari eksternal. Misalnya, seperti ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate, sampai dengan kondisi terkini di AS.

Josua menilai, data-data ekonomi makro Indonesia kuartal I-2018 dan realisasi pertumbuhan ekonomi AS akan menjadi faktor kunci yang menentukan gerak rupiah dalam beberapa minggu ke depan. Sebab, kedua hal tersebut bisa memberikan angin segar, atau justru energi negatif.

Apabila data ekonomi makro Indonesia tak sesuai ekspektasi, serta ekonomi AS membaik, tentu akan memberikan tekanan terhadap rupiah. Sebab, ekspektasi kenaikan FFR akan meningkat, mata uang Garuda pun akan ditinggal oleh modal asing.

"Ini perlu antisipasi dari BI, dan harus agresif melakukan intervensi. BI juga bisa melakukan Bond Stabilization Framework di pasar obligasi," kata dia.

Kepala Riset Ekonomi UOB Indonesia Enrico Tanudwijaja peluang rupiah menguat sejatinya masih ada, meskipun tidak akan signifikan. Namun, perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan BI, agar rupiah tidak terlempar semakin jauh dari fundamentalnya.

"BI harus selalu hadir di pasar, walaupun sebenarnya dengan melakukan intervensi terus-terusan kurang afdol. Tetapi bagaimana memanage volatilitas itu dengan baik," jelasnya.

Apalagi, sambung dia, masih ada beberapa masalah yang terus menghantui. Namun, Enrico meyakini, dalam beberapa ke depan ada sentimen positif yang bisa membawa angin segar bagi pergerakan mata uang Garuda.

"Juni nanti obligasi kita akan masuk keranjang Bloomberg Barclays, kemudian BI akan memperkenalkan rasio intermediasi perbankan dan penyangga likuiditas. Mudah-mudahan ini bisa menjadi sentimen positif," jelasnya.
(roy/roy) Next Article Rupiah Loyo, BI: Hanya Sementara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular