Dari New York, Wall Street mencatatkan penguatan yang mengesankan. Dow Jones Industrial Average naik 0,87%, S&P 500 bertambah 1,07%, dan Nasdaq melonjak 1,74%.
Kinerja emiten yang solid menjadi motor utama laju Wall Street. Saham Netflix meroket 9,19% setelah mampu menjaring 7,4 juta pelanggan baru pada kuartal I-2018. Lebih baik ketimbang ekspektasi pasar yaitu 6,5 juta.
Saham Amazon juga menjadi pendorong penguatan Wall Street setelah Mahkamah Agung AS sepertinya tidak bisa memutuskan soal pengenaan pajak penjualan terhadap perdagangan ritel. Hal ini terjadi setelah pemerintah Negara Bagian South Dakota menggugat aturan yang menyatakan bahwa pemerintah negara bagian tidak bisa memungut pajak terhadap kegiatan usaha yang tidak punya bentuk fisik.
"Kongres lebih tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Kongres bisa menyusun mekanisme kompromi dan menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada," kata Hakim Agung Elena Kagan.
Selain itu, Ketua Mahkamah Agung John Roberts menegaskan keberatan pemerintah South Dakota agak kurang relevan karena perusahaan perdagangan online pun sudah memungut pajak penjualan kepada konsumen. "Isu ini lebih ke arah memudar daripada berkembang," ujarnya.
Hal ini berdampak positif kepada Amazon. Saham perusahaan besutan Jeff Bezos ini naik 4,32%.
Namun saham sektor keuangan di Wall Street sepertinya masih tertekan dengan koreksi sektoral 0,07%. Saham Goldman Sachs turun 1,6% meski laba bersih dilaporkan tumbuh 27%. Ini karena investor menyoroti penghentian
buyback saham, kenaikan biaya, sampai rencana akuisisi yang membuat investor bingung menebak arah bisnis Goldman Sachs ke depan.
Untuk sementara, investor bisa berfokus kepada kinerja emiten karena sentimen di luar bursa sedang minim. Laporan keuangan sepertinya bisa membuat Wall Street melaju kencang.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan laba bersih emiten di Wall Street rata-rata tumbuh 18,6% pada kuartal-I 2018. Bila terwujud, atau bahkan melampaui, maka akan menjadi catatan terbaik dalam tujuh tahun terakhir. Untuk perdagangan hari ini, positifnya kinerja Wall Street bisa menjadi kabar baik bagi IHSG. Biasanya laju dan koreksi Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Harga komoditas juga bisa membantu penguatan IHSG. Harga minyak yang kemarin terkoreksi saat ini mulai naik lagi.
Penyebabnya adalah rilis data cadangan minyak AS oleh American Petroleum Institute, yang menunjukkan penurunan sebesar 1 juta barel untuk minggu yang berakhir 13 April. Kini AS punya cadangan minyak 428 juta barel.
Selain itu, kembali memanasnya perang dagang juga berpotensi menekan harga minyak dunia. Pasalnya, jika perekonomian dunia lesu akibat perang dagang maka permintaan minyak akan ikut turun.
Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif bagi IHSG. saham-saham emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi pasar ketika harga si emas hitam bergerak ke atas.
Dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia (BI) akan memulai Rapat Dewan Gubernur bulanan. Pengumuman suku bunga acuan BI 7 days repo rate akan dilakukan esok hari.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuan di 4,25%. Langkah ini ditempuh karena laju inflasi masih sesuai ekspektasi.
"
Stance kebijakan moneter yang netral masih konsisten dengan menjangkar ekspektasi inflasi di sasaran inflasi BI serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi. Inflasi diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Mei dan Juni seiring peningkatan permintaan pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Volatilitas nilai tukar rupiah sepanjang bulan April ini juga menunjukkan tren yang menurun setelah sebelumnya cenderung meningkat seiring sentimen eksternal dari kenaikan Federal Funds Rate dan isu
trade war," papar Josua Pardede, Ekonom Bank Permata.
Sikap BI yang mempertahankan suku bunga acuan bisa diartikan positif maupun negatif. Positifnya adalah pasar bisa diyakinkan bahwa tidak akan terjadi lonjakan inflasi. Ekspektasi inflasi akan terjangkar sesuai target 2,5-4,5%.
Namun negatifnya, saat ini sedang terjadi tren pengetatan moneter global. Teranyar, Otoritas Moneter Singapura (MAS) melakukan pengetatan moneter pertama dalam enam tahun terakhir.
Perbedaan ini bisa membuat negara lain menjadi lebih menarik ketimbang Indonesia. Akibatnya adalah aliran modal keluar (
capital outflows) untuk mencari keuntungan yang lebih besar. Nilai tukar rupiah bisa tertekan, dan BI terpaksa menggunakan cadangan devisa sebagai amunisi untuk stabilisasi kurs. Cadangan devisa akan terus berkurang.
Investor juga layak menyimak perkembangan kebijakan perdagangan AS. Jelang pertemuan Trump dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyebut kedua negara sepertinya akan menyepakati perjanjia dagang, termasuk pengecualian bea masuk untuk baja dan aluminium dari Negeri Matahari Terbit.
Kudlow juga menyebut bahwa sampai saat ini Presiden Trump belum yakin mengenai kembali bergabungnya AS dalam negosiasi TPP. Namun dia menyatakan negara-negara lain terbuka menerima AS kembali.
Respons China atas langkah-langkah baru dari AS layak diperhatikan. Jika Beijing bersuara keras atas larangan masuknya ZTE, tudingan manipulasi kurs, atau keharusan menggandeng mitra lokal untuk investasi dari AS, maka aura perang dagang akan semakin nyata.
Biasanya investor menyikapi perang dagang dengan memasang mode
risk on, menghindari aset-aset berisiko. Pasar saham akan terkena pukulan. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- RUPS Tahunan KAEF.
- RUPS Tahunan KRAS (14:00 WIB).
- Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat membahas kemudahan berusaha/ease of doing business (15:00 WIB).
- Rilis data inflasi Inggris (15:30).
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:
Indeks | Close | % Change | % YTD |
IHSG | 6,285.76 | (0.02) | (1.10) |
LQ45 | 1,026.99 | (0.01) | (4.85) |
Dow Jones | 24,786.63 | 0.87 | 0.27 |
CSI300 | 3,749.27 | (1.56) | (6.99) |
Hang Seng | 30,062.75 | (0.83) | 0.48 |
NIKKEI | 21,847.59 | 0.06 | (4.03) |
Strait Times | 3,498.20 | 0.03 | 2.80 |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,765 | (0.05) | 3.54 |
EUR/USD | 1.24 | (0.06) | 15.28 |
GBP/USD | 1.43 | (0.31) | 11.34 |
USD/CHF | 0.97 | 0.74 | (2.95) |
USD/CAD | 1.25 | (0.09) | (6.16) |
USD/JPY | 107.03 | (0.07) | (1.27) |
AUD/USD | 0.78 | (0.12) | 2.80 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak WTI (USD/barel) | 66.75 | 0.62 | 27.35 |
Minyak Brent (USD/barel) | 71.69 | 0.36 | 30.62 |
Emas (USD/troy ons) | 1,346.66 | 0.07 | 4.47 |
CPO (MYR/ton) | 2,392.00 | 1.27 | (7.89) |
Batu bara (USD/ton) | 90.78 | (1.30) | 7.62 |
Tembaga (USD/pound) | 3.08 | (0.37) | 21.66 |
Nikel (USD/ton) | 13,897.00 | 0.00 | 50.15 |
Timah (USD/ton) | 21,025.00 | (0.12) | 7.96 |
Karet (JPY/kg) | 172.80 | 1.17 | (29.90) |
Kakao (USD/ton) | 2,700.00 | (0.07) | 41.49 |
Berikut perkembangan imbal hasil (
yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 6.05 |
10Y | 6.62 |
15Y | 6.89 |
20Y | 7.29 |
30Y | 7.54 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY) | 5.07% |
Inflasi (Maret 2018 YoY) | 3.4% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (2017) | -1.7% PDB |
Neraca pembayaran (2017) | US$ 11.6 miliar |
Cadangan devisa (Maret 2018) | US$ 126 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA