Newsletter

Waspadai Dinamika Friksi Dagang AS-China

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 April 2018 05:59
Cermati Sentimen Penggerak Bursa Berikut Ini
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, positifnya kinerja Wall Street bisa menjadi kabar baik bagi IHSG. Biasanya laju dan koreksi Wall Street akan memberi warna kepada bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Harga komoditas juga bisa membantu penguatan IHSG. Harga minyak yang kemarin terkoreksi saat ini mulai naik lagi. 

Penyebabnya adalah rilis data cadangan minyak AS oleh American Petroleum Institute, yang menunjukkan penurunan sebesar 1 juta barel untuk minggu yang berakhir 13 April. Kini AS punya cadangan minyak 428 juta barel. 

Selain itu, kembali memanasnya perang dagang juga berpotensi menekan harga minyak dunia. Pasalnya, jika perekonomian dunia lesu akibat perang dagang maka permintaan minyak akan ikut turun.  

Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif bagi IHSG. saham-saham emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi pasar ketika harga si emas hitam bergerak ke atas. 

Dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia (BI) akan memulai Rapat Dewan Gubernur bulanan. Pengumuman suku bunga acuan BI 7 days repo rate akan dilakukan esok hari. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuan di 4,25%. Langkah ini ditempuh karena laju inflasi masih sesuai ekspektasi. 

"Stance kebijakan moneter yang netral masih konsisten dengan menjangkar ekspektasi inflasi di sasaran inflasi BI serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi. Inflasi diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Mei dan Juni seiring peningkatan permintaan pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Volatilitas nilai tukar rupiah sepanjang bulan April ini juga menunjukkan tren yang menurun setelah sebelumnya cenderung meningkat seiring sentimen eksternal dari kenaikan Federal Funds Rate dan isu trade war," papar Josua Pardede, Ekonom Bank Permata. 

Sikap BI yang mempertahankan suku bunga acuan bisa diartikan positif maupun negatif. Positifnya adalah pasar bisa diyakinkan bahwa tidak akan terjadi lonjakan inflasi. Ekspektasi inflasi akan terjangkar sesuai target 2,5-4,5%. 

Namun negatifnya, saat ini sedang terjadi tren pengetatan moneter global. Teranyar, Otoritas Moneter Singapura (MAS) melakukan pengetatan moneter pertama dalam enam tahun terakhir. 

Perbedaan ini bisa membuat negara lain menjadi lebih menarik ketimbang Indonesia. Akibatnya adalah aliran modal keluar (capital outflows) untuk mencari keuntungan yang lebih besar. Nilai tukar rupiah bisa tertekan, dan BI terpaksa menggunakan cadangan devisa sebagai amunisi untuk stabilisasi kurs. Cadangan devisa akan terus berkurang. 

Investor juga layak menyimak perkembangan kebijakan perdagangan AS. Jelang pertemuan Trump dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyebut kedua negara sepertinya akan menyepakati perjanjia dagang, termasuk pengecualian bea masuk untuk baja dan aluminium dari Negeri Matahari Terbit. 

Kudlow juga menyebut bahwa sampai saat ini Presiden Trump belum yakin mengenai kembali bergabungnya AS dalam negosiasi TPP. Namun dia menyatakan negara-negara lain terbuka menerima AS kembali.

Respons China atas langkah-langkah baru dari AS layak diperhatikan. Jika Beijing bersuara keras atas larangan masuknya ZTE, tudingan manipulasi kurs, atau keharusan menggandeng mitra lokal untuk investasi dari AS, maka aura perang dagang akan semakin nyata.

Biasanya investor menyikapi perang dagang dengan memasang mode risk on, menghindari aset-aset berisiko. Pasar saham akan terkena pukulan. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular