Harga Aluminium Terus Berjaya, Bisa Tahan Berapa Lama?

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
17 April 2018 17:17
Alumunium kembali ke zona hijau pada pekan ini.
Foto: REUTERS/Vincent Kessler
Jakarta, CNBC - Alumunium kembali ke zona hijau pada pekan ini. Kemarin, harga aluminium kontrak berjangka di London Metal Exchange (LME) tercatat naik sebesar 5,24% ke titik tertingginya sejak Agustus 2011, yakni US$2.411 ton.

Harga logam ringan ini mampu rebound secara signifikan setelah pada akhir pekan lalu terkoreksi lebih dari 3%.


Dengan catatan tersebut, harga aluminium saat ini sudah menguat 6,76% secara year-to-date (YtD). Sebuah catatan mengagumkan, mengingat harga aluminium sepanjang kuartal I-2018 menyandang status logam industri dengan performa terburuk dengan melemah lebih dari 11%.

Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan tarif impor aluminium menjadi biang kerok amblasnya harga aluminium di tiga bulan pertama tahun ini. Namun, seakan mendapat durian runtuh, pergerakan harga aluminium berubah 180 derajat memasuki kuartal II-2018. Mulai tanggal 4 April 2018, harga logam ringan tersebut berhasil membukukan penguatan sebanyak 7 hari berturut-turut.

Harga Aluminium Terus Berjaya, Bisa Tahan Berapa Lama?Foto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung

Melambungnya harga aluminium dipicu oleh munculnya kekhawatiran adanya disrupsi pasokan global setelah AS memberikan sanksi pada oligarki Rusia Oleg Deripaska, sepaket dengan perusahaan miliknya United Co. Rusal (UC Rusal). Menanggapi kebijakan tersebut, saham UC Rusal langsung anjlok hingga 50% pada perdagangan di bursa Hong Kong.

Sebagai catatan, UC Rusal merupakan produsen aluminium terbesar kedua di dunia pada 2016, dan berkontribusi sekitar 7% dari produksi aluminium global, atau menyumbang sekitar 11,5 juta ton alumina per tahun. Tak pelak, adanya sanksi dari AS tersebut memberikan sentimen akan terancamnya pasokan dunia, kemudian mendongkrak harga aluminium global.

Menyusul sanksi dari Negeri Paman Sam tersebut, seluruh aset dari Deripraska dan UC Rusal yang berada di bawah yurisdiksi AS akan dibekukan. Warga negara atau entitas bisnis AS juga dilarang untuk bertransaksi dengan perusahaan tersebut. 

Kondisi UC Rusal semakin mengenaskan setelah pemerintah Russia tidak akan menyuntikkan obligasi pemerintah bagi permodalan Rusal, seiring kebijakan negara untuk tidak menggunakan obligasi pemerintah dengan mata uang lokal dan dukungan pinjaman lainnya bagi perusahaan yang sedang terkena sanksi.

Sebagai catatan, investor perlu waspada bahwa meroketnya harga aluminium saat ini sebenarnya bersifat jangka pendek, karena lebih dipicu oleh tensi geopolitik yang bisa mereda kapan saja.

Saat ketegangan antara AS-Rusia mereda, harga aluminium bisa saja jatuh kembali, dengan kecepatan yang sama dengan kenaikannya.


Kenaikan harga aluminium secara jangka panjang hanya dapat dipicu oleh faktor fundamental. Kabar baiknya, BMI Research, afiliasi dari Fitch Group, memprediksikan permintaan aluminium global tahun ini yang kuat tahun ini, disokong oleh stabilnya pertumbuhan konsumsi di Asia, beserta kuatnya pertumbuhan industri yang menggunakan aluminium sebagai bahan baku, seperti industri pesawat terbang dan otomotif.

BMI memprediksi konsumsi aluminium China akan meningkat dari 59,6 juta ton di 2018, menjadi 66 juta ton pada 2021, dengan rata-rata pertumbuhan 3,4% per tahun.

Proyeksi tersebut sebenarnya didukung oleh fakta bahwa pertumbuhan ekonomi China sepanjang kuartal pertama tahun ini berhasil mencapai angka 6,8% year-on-year (YoY).

Angka ini terbilang mengejutkan, mengingat konsensus yang dihimpun Reuters hanya memproyeksikan pertumbuhan sebesar 6,7% YoY. Pertumbuhan ekonomi yang kuat tesebut menjadi indikasi bahwa industri Negeri Tirai Bambu masih menggeliat.


(RHG/RHG) Next Article Harga Aluminium Anti Klimaks di Akhir Pekan Lalu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular