Newsletter

Simak Data Perdagangan, Realisasi APBN, Sampai Konflik Suriah

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 April 2018 05:51
Simak Data Perdagangan, Realisasi APBN, Sampai Konflik Suriah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
  • IHSG menguat 1,54% sepanjang pekan lalu.
  • Bursa utama Asia bergerak positif seminggu kemarin.
  • Wall Street naik signifikan pada perdagangan pekan lalu.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sepanjang perdagangan pekan lalu. Setelah sentimen perang dagang mereda, ancaman perang sungguhan menjadi isu yang menjadi perhatian investor.

Sepanjang pekan lalu, IHSG naik 1,54% dibandingkan seminggu sebelumnya. Kapitalisasi pasar di bursa saham domestik pun tumbuh 1,59% menjadi Rp 6.979,66 triliun. 

Rata-rata nilai transaksi harian di bursa pada pekan lalu juga naik 16,55% dibandingkan seminggu sebelumnya menjadi Rp 6,9 triliun. Sementara rata-rata volume transaksi harian naik 12,89% menjadi 9,28 miliar unit saham. Kemudian, rata-rata frekuensi transaksi harian tumbuh 8,24% menjadi 383,710 kali. 

Meski begitu, investor asing masih membukukan jual bersih Rp 1,59 triliun selama sepekan kemarin. Sepanjang tahun ini, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 26,48 triliun. 

Performa IHSG sejalan dengan sejumlah bursa saham Asia. Sepanjang pekan lalu, Hang Seng menguat 3,2%. Sementara Kospi naik 1%, SSEC bertambah 0,9%, dan Straits Times tumbuh 1,7%. 

Sentimen perang dagang mereda setelah Presiden China Xi Jinping dalam pidatonya di Boao Forum pada 10 April lalu menegaskan komitmen Negeri Tirai Bambu untuk semakin terbuka. China akan meningkatkan impor, menyeimbangkan surplus neraca perdagangan, dan mempermudah masuknya produk luar negeri dengan melonggarkan bea masuk. 

Pernyataan Presiden Xi mendapat respons positif dari Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump menyatakan siap berkomunikasi dengan China terkait perdagangan. 

Namun seusai perang dagang, pelaku pasar dibuat cemas oleh ancaman perang betulan. Perkembangan di Suriah mengarah ke pertempuran fisik yang melibatkan negara-negara besar. 

Biang keladi gesekan ini adalah serangan senjata kimia di Suriah yang menewaskan puluhan orang belum lama ini. Rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dituding menjadi dalang di balik serangan ini. 

AS dan sekutunya pun meradang. Ancaman ditebar kepada Presiden al-Assad dan negara-negara sekutunya yaitu Rusia dan Iran. 

Trump melalui cuitan di Twitter menantang Rusia untuk adu kekuatan. Eks taipan properti ini berkoar akan menghujamkan misil untuk meruntuhkan kekuatan militer Suriah, sebuah jawaban untuk sesumbar Rusia yang akan menjatuhkan setiap peluru yang menuju Suriah. 

Inggris dan Prancis tidak mau ketinggalan. Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan pihaknya sudah memiliki bukti keterlibatan rezim al-Assad atas serangan senjata kimia. 

Sedangkan Negeri Ratu Elizabeth dikabarkan sudah siap melakukan aksi militer di Suriah. Operasi militer tinggal menunggu anggukan kepala dari Perdana Menteri Theresa May. 

Sentimen ancaman perang betulan ini sempat mereda kala Trump kembali mencuit bahwa belum ada rencana untuk melakuka serangan di Suriah. Namun pelaku pasar sadar bahwa isu ini belum benar-benar selesai. 

Namun khusus bagi Indonesia, ada kabar positif bagi pasar keuangan domestik datang kala lembaga pemeringkat (rating agency) Moody's menaikkan peringkat surat utang dari Baa3 ke Baa2. Dampaknya sempat terasa di pasar saham, walau tidak banyak membantu.

Bagi pasar obligasi dan rupiah, kabar ini menjadi doping yang ampuh. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point pada pekan lalu menguat 0,07%. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang pekan lalu adalah Rp 13.757/US$, menguat 0,04% dibandingkan rata-rata seminggu sebelumnya. 

Pasar obligasi juga mencatatkan kinerja yang lumayan. Imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu berada di 6,57%. Pada awal pekan, yield instrumen tersebut masih di 6,629%. 

Kemudian Indeks Obligasi Gabungan Indonesia (Indonesia Composite Bond Index) pada akhir pekan lalu berada di 245.934 poin. Menguat 0,19% dibandingkan posisi awal pekan.
Dari Wall Street, tiga indeks utama mengalami koreksi pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 0,5%, S&P 500 turun 0,29%, dan Nasdaq berkurang 0,42%. 

Akhir pekan lalu, Trump akhirnya memenuhi janji dengan melakukan gempuran ke Suriah. AS, Inggris, dan Prancis menghujani jantung ibukota Damaskus dengan 105 misil dengan tujuan melumpuhkan fasilitas pembuatan senjata kimia. 

"Misi diselesaikan," cuit Trump. 

Jika Suriah masih mengembangkan dan menggunakan senjata kimia, maka serangan susulan bukan tidak mungkin terjadi. Nikki Haley, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), menyebutkan Negeri Adidaya sudah bersiaga bila Suriah masih ngeyel. 

"Kami yakin sudah melumpuhkan fasilitas senjata kimia di Suriah. Kami juga siap untuk mempertahankan tekanan jika rezim Suriah cukup bodoh untuk menguji kekuatan kami. Jika mereka menggunakan senjata kimia lagi, maka senjata AS pun sudah bersiaga," tegasnya, seperti dikutip dari Reuters. 

Dinamika di Suriah patut mendapat perhatian, apalagi jika sekutu al-Assad sudah bereaksi. Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, menyebut serangan AS dkk tidak bisa diterima dan melanggar hukum.  

Sementara Anatoly Antonov, Duta Besar Rusia untuk PBB, mengatakan Negeri Beruang Merah sudah terancam dengan serangan tersebut. "Tindakan seperti itu tidak bisa didiamkan tanpa konsekuensi," tegas Antonov. 

Selain Suriah yang masih memanas, koreksi Wall Street juga disebabkan laporan keuangan emiten sektor keuangan yang dianggap kurang memuaskan. Kinerja keuangan JPMorgan Chase ternyata mengecewakan.  

Pendapatan dari investment banking turun 7%, menjadi catatan merah di laporan keuangan yang sebenarnya cukup solid. Namun catatan kecil itu berhasil membuat investor menghukum JPMorgan hingga sahamnya terkoreksi 2,71% pada perdagangan akhir pekan lalu.  

Sementara Citigroup melaporkan pendapatan bersih naik 13% pada kuartal I-2018, di atas ekspektasi pasar. Namun lagi-lagi noda hitam di bisnis investment banking (turun 10%) membuat saham Citigroup melemah 1,55% pada perdagangan akhir pekan lalu. 

Kemudian Wells Fargo juga menjadi pemberat bagi Wall Street dengan koreksi 3,4%. Penyebabnya adalah perusahaan ini dituntut membayar denda hingga US$ 1 miliar (Rp 13,75 triliun) terkait ketidakcocokan laporan di bisnis kredit pemilikan rumah dan kendaraan bermotor. Meski laba bersih Wells Fargo naik 6%, tetapi denda yang besar tersebut menjadi noda yang disorot pelaku pasar. 

Pada akhir pekan Wall Street boleh terkoreksi, tetapi performa mingguan bursa saham New York cukup kinclong. DJIA menguat 1,79%, S&P 500 naik 1,99%, dan Nasdaq tumbuh 2,77%. Untuk hari ini, investor perlu menyimak sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan pasar. Pertama adalah rilis data perdagangan internasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 

Setelah tiga bulan beruntun mencatat defisit, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 sepertinya masih sulit untuk berbalik arah. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor Maret 2018 tumbuh 0,8% secara year-on-year (YoY). Sementara impor masih melaju kencang 11,6%, dan neraca perdagangan diramalkan defisit US$ 69,5 juta. 

Neraca perdagangan yang masih defisit tentu akan mengancam transaksi berjalan (current account). Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam sehingga mengancam fundamental ekonomi dan nilai tukar rupiah. 

Kala rupiah semakin melemah karena minimnya dukungan devisa dari sektor perdagangan, maka berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, Indonesia rentan ditinggal investor. 

Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya dijadwalkan akan melaporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sampai akhir Maret. Perhatian sejumlah lembaga internasional (termasuk rating agency) adalah bagaimana pemerintah bisa mendongkrak penerimaan negara untuk membiayai belanja.  

Bila penerimaan negara masih seret, maka hal ini bisa berujung pada permasalahan kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas membangun proyek infrastruktur. Dikhawatirkan leverage BUMN karya sudah terlalu tinggi sehingga pada satu titik bisa menjadi bom waktu terhadap keuangan mereka. Ini tentu bukan kabar baik bagi BUMN karya yang menjadi emiten di bursa.

Dari sisi eksternal, investor juga patut terus menyimak perkembangan di Suriah. Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras kepada AS dkk bahwa bila sampai ada serangan susulan ke Suriah, maka akan terjadi kekacauan. 

Putin melakukan pembicaraa via telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. Dua sekutu Suriah ini sepakat bahwa serangan AS cs ke Suriah akhir pekan lalu telah menjauhkan potensi penyelesaian konflik Suriah secara politik.  

"Presiden Putin menggarisbawahi bahwa bila tindakan yang melanggar peraturan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tersebut terus berlangsung, maka akan menyebabkan kekacauan di hubungan internasional," tegas pernyataan Kremlin, dikuitip dari Reuters. 

Namun AS tidak gentar. Bahkan AS berencana mengenakan sanksi tambahan bagi perusahaan-perusahaan Rusia yang terkoneksi dengan pemerintahan Presiden al-Assad. 

Bila tensi Suriah masih tinggi, investor cenderung enggan bermain dengan aset berisiko seperti saham. Aset-aset aman (safe haven) seperti emas, yen Jepang, atau franc Swiss akan menjadi opsi utama.  

Investor juga layak menyimak perkembangan harga komoditas. Harga minyak mulai terkoreksi setelah naik signifikan akhir pekan lalu akibat serangan udara AS dan kawan-kawan ke Damaskus. Aksi ambil untung sepertinya mulai menyelimuti si emas hitam, sembari menantikan dinamika selanjutnya di Suriah.  

Selain itu, melimpahnya cadangan minyak AS juga membuat kenaikan harga menjadi tertahan. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat sebesar 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Capaian itu jauh melampaui ekspektasi analis yang memprediksi penurunan sebesar 189.000 barel. Selain itu, produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru sebesar 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.  

Koreksi harga minyak dapat menjadi sentimen negatif di bursa saham domestik. Pengaruhnya terutama akan dirasakan oleh emiten-emiten migas dan pertambangan. 

Pelaku pasar juga patut menyimak RUPS Tahunan yang dilaksanakan beberapa emiten seperti TINS, UNTR, dan PTRO. Kabar baik, seperti dividen, mungkin bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan IHSG. Berikut sejumlah peristiwa yang terjadwal untuk hari ini: 
  • Rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Maret (11:00 WIB).
  • Konferensi pers pelaksanaan APBN 2018 per akhir Maret (12:15 WIB).
  • Rilis data indeks penjualan ritel AS periode Maret (19:30).
  • Rilis data indeks manufaktur Empire State AS periode April (19:30). 
Berikut perkembangan sejumlah bursa utama: 

IndeksClose% Change% YTD
IHSG6,270.33(0.64)(1.34)
LQ451,022.64(1.10)(5.26)
DJIA24,360.14(0.50)(1.45)
CSI3003,871.46(0.70)(3.95)
Hang Seng30,808.38(0.07)2.97
Nikkei 22521,778.740.55(4.33)
Strait Times3,501.300.942.89
 
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:

Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR13,750(0.14)3.52
EUR/USD1.23(0.02)16.17
GBP/USD1.42(0.02)13.61
USD/CHF0.96(0.02)(4.19)
USD/CAD1.260.22(5.29)
USD/JPY107.550.21(0.73)
AUD/USD0.780.052.46

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:  

Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)67.35(0.24)27.17
Minyak Brent (USD/barel)72.42(0.37)30.07
Emas (USD/troy ons)1,342.42(0.34)4.52
CPO (MYR/ton)2,392.000.00(9.26)
Batu bara (USD/ton)92.32(0.43)9.71
Tembaga (USD/pound)3.07(0.02)18.23
Nikel (USD/ton)13,897.001.6543.34
Timah (USD/ton)21,050.000.728.09
Karet (JPY/kg)174.90(1.74)(34.25)
Kakao (USD/ton)2,564.000.8734.17

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:  

Tenor Yield (%)
 5Y5.99
10Y6.57
15Y6.85
20Y7.24
30Y7.52
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY)5.07%
Inflasi (Maret 2018 YoY)3.4%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (2017)-1.7% PDB
Neraca pembayaran (2017)US$ 11.6 miliar
Cadangan devisa (Maret 2018)US$ 126 miliar
   
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular