
Newsletter
Simak Data Perdagangan, Realisasi APBN, Sampai Konflik Suriah
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 April 2018 05:51

Untuk hari ini, investor perlu menyimak sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan pasar. Pertama adalah rilis data perdagangan internasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Setelah tiga bulan beruntun mencatat defisit, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 sepertinya masih sulit untuk berbalik arah. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor Maret 2018 tumbuh 0,8% secara year-on-year (YoY). Sementara impor masih melaju kencang 11,6%, dan neraca perdagangan diramalkan defisit US$ 69,5 juta.
Neraca perdagangan yang masih defisit tentu akan mengancam transaksi berjalan (current account). Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam sehingga mengancam fundamental ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Kala rupiah semakin melemah karena minimnya dukungan devisa dari sektor perdagangan, maka berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, Indonesia rentan ditinggal investor.
Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya dijadwalkan akan melaporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sampai akhir Maret. Perhatian sejumlah lembaga internasional (termasuk rating agency) adalah bagaimana pemerintah bisa mendongkrak penerimaan negara untuk membiayai belanja.
Bila penerimaan negara masih seret, maka hal ini bisa berujung pada permasalahan kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas membangun proyek infrastruktur. Dikhawatirkan leverage BUMN karya sudah terlalu tinggi sehingga pada satu titik bisa menjadi bom waktu terhadap keuangan mereka. Ini tentu bukan kabar baik bagi BUMN karya yang menjadi emiten di bursa.
Dari sisi eksternal, investor juga patut terus menyimak perkembangan di Suriah. Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras kepada AS dkk bahwa bila sampai ada serangan susulan ke Suriah, maka akan terjadi kekacauan.
Putin melakukan pembicaraa via telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. Dua sekutu Suriah ini sepakat bahwa serangan AS cs ke Suriah akhir pekan lalu telah menjauhkan potensi penyelesaian konflik Suriah secara politik.
"Presiden Putin menggarisbawahi bahwa bila tindakan yang melanggar peraturan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tersebut terus berlangsung, maka akan menyebabkan kekacauan di hubungan internasional," tegas pernyataan Kremlin, dikuitip dari Reuters.
Namun AS tidak gentar. Bahkan AS berencana mengenakan sanksi tambahan bagi perusahaan-perusahaan Rusia yang terkoneksi dengan pemerintahan Presiden al-Assad.
Bila tensi Suriah masih tinggi, investor cenderung enggan bermain dengan aset berisiko seperti saham. Aset-aset aman (safe haven) seperti emas, yen Jepang, atau franc Swiss akan menjadi opsi utama.
Investor juga layak menyimak perkembangan harga komoditas. Harga minyak mulai terkoreksi setelah naik signifikan akhir pekan lalu akibat serangan udara AS dan kawan-kawan ke Damaskus. Aksi ambil untung sepertinya mulai menyelimuti si emas hitam, sembari menantikan dinamika selanjutnya di Suriah.
Selain itu, melimpahnya cadangan minyak AS juga membuat kenaikan harga menjadi tertahan. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat sebesar 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Capaian itu jauh melampaui ekspektasi analis yang memprediksi penurunan sebesar 189.000 barel. Selain itu, produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru sebesar 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Koreksi harga minyak dapat menjadi sentimen negatif di bursa saham domestik. Pengaruhnya terutama akan dirasakan oleh emiten-emiten migas dan pertambangan.
Pelaku pasar juga patut menyimak RUPS Tahunan yang dilaksanakan beberapa emiten seperti TINS, UNTR, dan PTRO. Kabar baik, seperti dividen, mungkin bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan IHSG. (aji/aji)
Setelah tiga bulan beruntun mencatat defisit, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 sepertinya masih sulit untuk berbalik arah. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor Maret 2018 tumbuh 0,8% secara year-on-year (YoY). Sementara impor masih melaju kencang 11,6%, dan neraca perdagangan diramalkan defisit US$ 69,5 juta.
Neraca perdagangan yang masih defisit tentu akan mengancam transaksi berjalan (current account). Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam sehingga mengancam fundamental ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Kala rupiah semakin melemah karena minimnya dukungan devisa dari sektor perdagangan, maka berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, Indonesia rentan ditinggal investor.
Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya dijadwalkan akan melaporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sampai akhir Maret. Perhatian sejumlah lembaga internasional (termasuk rating agency) adalah bagaimana pemerintah bisa mendongkrak penerimaan negara untuk membiayai belanja.
Bila penerimaan negara masih seret, maka hal ini bisa berujung pada permasalahan kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas membangun proyek infrastruktur. Dikhawatirkan leverage BUMN karya sudah terlalu tinggi sehingga pada satu titik bisa menjadi bom waktu terhadap keuangan mereka. Ini tentu bukan kabar baik bagi BUMN karya yang menjadi emiten di bursa.
Dari sisi eksternal, investor juga patut terus menyimak perkembangan di Suriah. Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras kepada AS dkk bahwa bila sampai ada serangan susulan ke Suriah, maka akan terjadi kekacauan.
Putin melakukan pembicaraa via telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. Dua sekutu Suriah ini sepakat bahwa serangan AS cs ke Suriah akhir pekan lalu telah menjauhkan potensi penyelesaian konflik Suriah secara politik.
"Presiden Putin menggarisbawahi bahwa bila tindakan yang melanggar peraturan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tersebut terus berlangsung, maka akan menyebabkan kekacauan di hubungan internasional," tegas pernyataan Kremlin, dikuitip dari Reuters.
Namun AS tidak gentar. Bahkan AS berencana mengenakan sanksi tambahan bagi perusahaan-perusahaan Rusia yang terkoneksi dengan pemerintahan Presiden al-Assad.
Bila tensi Suriah masih tinggi, investor cenderung enggan bermain dengan aset berisiko seperti saham. Aset-aset aman (safe haven) seperti emas, yen Jepang, atau franc Swiss akan menjadi opsi utama.
Investor juga layak menyimak perkembangan harga komoditas. Harga minyak mulai terkoreksi setelah naik signifikan akhir pekan lalu akibat serangan udara AS dan kawan-kawan ke Damaskus. Aksi ambil untung sepertinya mulai menyelimuti si emas hitam, sembari menantikan dinamika selanjutnya di Suriah.
Selain itu, melimpahnya cadangan minyak AS juga membuat kenaikan harga menjadi tertahan. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat sebesar 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Capaian itu jauh melampaui ekspektasi analis yang memprediksi penurunan sebesar 189.000 barel. Selain itu, produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru sebesar 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Koreksi harga minyak dapat menjadi sentimen negatif di bursa saham domestik. Pengaruhnya terutama akan dirasakan oleh emiten-emiten migas dan pertambangan.
Pelaku pasar juga patut menyimak RUPS Tahunan yang dilaksanakan beberapa emiten seperti TINS, UNTR, dan PTRO. Kabar baik, seperti dividen, mungkin bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan IHSG. (aji/aji)
Next Page
Catat Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular