
Pekan Depan, Cermati Data Perdagangan Sampai Bara Suriah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 April 2018 09:40

Pertama adalah rilis data perdagangan. BPS dijadwalkan mengumumkan data ini pada awal pekan, 16 April.
Setelah tiga bulan beruntun mencatat defisit, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 sepertinya masih sulit untuk berbalik arah. Ekspor tumbuh sangat terbatas, sementara impor masih melaju kencang.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor Maret 2018 tumbuh 0,8% secara year-on-year (YoY). Sementara ekspor masih melaju kencang 11,6%, dan neraca perdagangan diramalkan defisit US$ 69,5 juta.
Pada bulan sebelumnya, pertumbuhan ekspor adalah 11,76% YoY. Kemudian impor tumbuh 25,18% dan neraca perdagangan defisit US$ 116 juta.
Juniman, Ekonom Maybank, menyebutkan ekspor Indonesia pada Maret sebenarnya membaik. Penyebabnya adalah perekonomian di negara-negara mitra dagang Indonesia menunjukkan pemulihan yang semakin nyata.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal IV-2017 adalah 2,6%, membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,3%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal IV-2017 mencapai 2%, terakselerasi dibandingkan kuartal-III 2017 yang sebesar 1,9%.
Kemudian indeks leading indicator di AS pada Februari 2018 adalah 108,7, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 108. Lalu indeks leading indicator di Eropa juga naik ke 112,3 dari sebelumnya 111,6.
Sedangkan indeks produksi industrial Negeri Paman Sam pada Februari tumbuh 4,3% dibandingkan Januari yang tubuh 2,9%. Di China indeks yang sama juga mencatat pertumbuhan yang lebih baik ke 7,2% dari sebelumnya 6,9%.
"Kondisi ini akan mendorong permintaan yang lebih tinggi terhadap produk-produk Indonesia," kata Juniman.
Namun, lanjut Juniman, impor pun diperkirakan tetap tumbuh kencang dan masih melampaui ekspor. Penyebabnya adalah kebijakan perdagangan AS yang cenderung proteksionis sehingga negara lain mencari pasar alternatif. Indonesia pun menjadi salah satu tujuannya.
Selain itu, demikian Juniman, pertubuhan impor juga didorong oleh masuknya komoditas kebutuhan pokok dari luar negeri seperti beras, garam, bawang putih, dan sebagainya. Impor ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan di pasar dalam negeri sehingga tidak terjadi kenaikan harga.
Moody's Analytics dalam kajiannya juga menilai ekspor akan membaik karena kenaikan permintaan dunia. Namun, Moody's melihat ekspor minyak sawit mentah (CPO) sedikit menemui hambatan.
Ini karena India menaikkan bea masuk CPO. India merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia.
Neraca perdagangan yang masih defisit tentu akan mengancam transaksi berjalan (current account). Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam sehingga mengancam fundamental ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Kala rupiah semakin melemah karena minimnya dukungan devisa dari sektor perdagangan, maka berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, Indonesia rentan ditinggal investor. (aji/aji)
Setelah tiga bulan beruntun mencatat defisit, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 sepertinya masih sulit untuk berbalik arah. Ekspor tumbuh sangat terbatas, sementara impor masih melaju kencang.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor Maret 2018 tumbuh 0,8% secara year-on-year (YoY). Sementara ekspor masih melaju kencang 11,6%, dan neraca perdagangan diramalkan defisit US$ 69,5 juta.
![]() |
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal IV-2017 adalah 2,6%, membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,3%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal IV-2017 mencapai 2%, terakselerasi dibandingkan kuartal-III 2017 yang sebesar 1,9%.
Kemudian indeks leading indicator di AS pada Februari 2018 adalah 108,7, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 108. Lalu indeks leading indicator di Eropa juga naik ke 112,3 dari sebelumnya 111,6.
Sedangkan indeks produksi industrial Negeri Paman Sam pada Februari tumbuh 4,3% dibandingkan Januari yang tubuh 2,9%. Di China indeks yang sama juga mencatat pertumbuhan yang lebih baik ke 7,2% dari sebelumnya 6,9%.
"Kondisi ini akan mendorong permintaan yang lebih tinggi terhadap produk-produk Indonesia," kata Juniman.
Namun, lanjut Juniman, impor pun diperkirakan tetap tumbuh kencang dan masih melampaui ekspor. Penyebabnya adalah kebijakan perdagangan AS yang cenderung proteksionis sehingga negara lain mencari pasar alternatif. Indonesia pun menjadi salah satu tujuannya.
Selain itu, demikian Juniman, pertubuhan impor juga didorong oleh masuknya komoditas kebutuhan pokok dari luar negeri seperti beras, garam, bawang putih, dan sebagainya. Impor ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan di pasar dalam negeri sehingga tidak terjadi kenaikan harga.
Moody's Analytics dalam kajiannya juga menilai ekspor akan membaik karena kenaikan permintaan dunia. Namun, Moody's melihat ekspor minyak sawit mentah (CPO) sedikit menemui hambatan.
Ini karena India menaikkan bea masuk CPO. India merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia.
Neraca perdagangan yang masih defisit tentu akan mengancam transaksi berjalan (current account). Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam sehingga mengancam fundamental ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Kala rupiah semakin melemah karena minimnya dukungan devisa dari sektor perdagangan, maka berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, Indonesia rentan ditinggal investor. (aji/aji)
Next Page
BI Masih Tahan Suku Bunga Acuan?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular