
Penggunaan Batu Bara Akan Turun Drastis 30 Tahun Mendatang
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
02 April 2018 18:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketergantungan dunia pada sumber daya seperti minyak dan batu bara, salah satu pelaku utama di balik polusi, menurun, kata Bank Dunia (World Bank).
"Modelnya sudah menjadi batu bara ditambah energi terbarukan, model itu bisa menjadi gas ditambah energi terbarukan. Menurut saya, 10 [sampai] 12 tahun dari sekarang kita akan melihat energi terbarukan dan energi listrik dari bahan kimia, bukan yang lain," kata Riccardo Puliti, Kepala Energi dan Ekstraktif Global World Bank, kepada CNBC International.
Ia berkata sebenarnya penggunaan batu bara akan turun drastis dalam beberapa dekade mendatang.
"Menurut saya batu bara dalam 30 tahun mendatang [...] kita akan melihat [penggunaan sumber daya] semakin berpusat pada bauran energi."
Meskipun Puliti memprediksi demikian, laporan yang dirilis Biro Statistik Nasional China di awal tahun ini menunjukkan konsumsi batu bara naik 0,7% di tahun 2017, untuk pertama kalinya sejak 2013. Peningkatan itu mayoritas disebabkan oleh stimulus ekonomi dari pemerintah. Lebih jauh lagi, batu bara terus menjadi sumber energi terbesar untuk China, melampaui 60% dari bauran energinya.
Hal yang mungkin lebih mengkhawatirkan adalah peningkatan konsumsi batu bara global tahun lalu setelah lesu dua tahun berturut-turut, menurut data yang dirilis bulan lalu oleh International Energy Agency.
Meskipun begitu, Puliti berkata ia "sangat senang" dengan retorika China dalam memerangi perubahan iklim, katanya.
Di atas itu semua, beberapa negara juga menjalankan usaha mereka untuk memberantas polusi, serta mempromosikan teknologi bersih dan hijau dengan baik, katanya. Ia merujuk pada Eropa, dengan investasi Jerman pada energi angin yang menjadi pelopor selama satu dekade terakhir. Paling baru, pengadilan Jerman memutuskan untuk memperbolehkan kota-kota melarang mobil diesel yang memproduksi polusi udara secara signifikan.
Meskipun beberapa ekonomi utama di dunia menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan dalam usaha menerapkan energi ramah lingkungan, mengadopsi energi terbarukan tetap menjadi hal yang mahal untuk sebagian besar negara dan industri.
Puliti mengakui bahwa penggunaan teknologi dalam energi alternatif bisa jadi cukup mahal di awalnya, tetapi biaya tersebut akan turun dengan cepat seraya penetrasinya meningkat. Ia memberi contoh harga tenaga surya yang sudah turun 8% sampai 10% setiap tahun.
"Itu semua tentang seberapa besar Anda, sebagai pemerintah, ingin mendorong teknologi baru, teknologi yang lebih bersih," katanya.
(prm) Next Article Bank Dunia: Ekonomi Global Diprediksi Tumbuh 2,5% 2020
"Modelnya sudah menjadi batu bara ditambah energi terbarukan, model itu bisa menjadi gas ditambah energi terbarukan. Menurut saya, 10 [sampai] 12 tahun dari sekarang kita akan melihat energi terbarukan dan energi listrik dari bahan kimia, bukan yang lain," kata Riccardo Puliti, Kepala Energi dan Ekstraktif Global World Bank, kepada CNBC International.
Ia berkata sebenarnya penggunaan batu bara akan turun drastis dalam beberapa dekade mendatang.
Meskipun Puliti memprediksi demikian, laporan yang dirilis Biro Statistik Nasional China di awal tahun ini menunjukkan konsumsi batu bara naik 0,7% di tahun 2017, untuk pertama kalinya sejak 2013. Peningkatan itu mayoritas disebabkan oleh stimulus ekonomi dari pemerintah. Lebih jauh lagi, batu bara terus menjadi sumber energi terbesar untuk China, melampaui 60% dari bauran energinya.
Hal yang mungkin lebih mengkhawatirkan adalah peningkatan konsumsi batu bara global tahun lalu setelah lesu dua tahun berturut-turut, menurut data yang dirilis bulan lalu oleh International Energy Agency.
Meskipun begitu, Puliti berkata ia "sangat senang" dengan retorika China dalam memerangi perubahan iklim, katanya.
Di atas itu semua, beberapa negara juga menjalankan usaha mereka untuk memberantas polusi, serta mempromosikan teknologi bersih dan hijau dengan baik, katanya. Ia merujuk pada Eropa, dengan investasi Jerman pada energi angin yang menjadi pelopor selama satu dekade terakhir. Paling baru, pengadilan Jerman memutuskan untuk memperbolehkan kota-kota melarang mobil diesel yang memproduksi polusi udara secara signifikan.
Meskipun beberapa ekonomi utama di dunia menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan dalam usaha menerapkan energi ramah lingkungan, mengadopsi energi terbarukan tetap menjadi hal yang mahal untuk sebagian besar negara dan industri.
Puliti mengakui bahwa penggunaan teknologi dalam energi alternatif bisa jadi cukup mahal di awalnya, tetapi biaya tersebut akan turun dengan cepat seraya penetrasinya meningkat. Ia memberi contoh harga tenaga surya yang sudah turun 8% sampai 10% setiap tahun.
"Itu semua tentang seberapa besar Anda, sebagai pemerintah, ingin mendorong teknologi baru, teknologi yang lebih bersih," katanya.
(prm) Next Article Bank Dunia: Ekonomi Global Diprediksi Tumbuh 2,5% 2020
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular