IHSG Dibuka Menguat, Investor Pantau Data Inflasi RI

Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
02 April 2018 09:09
Bila data inflasi sesuai ekspektasi, akan menjadi sentimen positif bagi IHSG. Konsesus CNBC Indonesia Inflasi Maret 2018 0,12% dan tahunan 3,32%.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdangangan awal pekan ini dibuka menguat tipis 0,09% ke 6.194,51. Penguatan ini sejalan dengan bursa-bursa Asia yang mencatatkan penguatan terbatas.

Pada awal perdagangan ini kenaikan IHSG ditopang oleh saham sektor properti. Saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) naik 7,41%, PT Dyandra Internasional Tbk (DYAN) 8,79% dan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) 3,75%.

Pada perdagangan hari ini, ada sejumlah hal yang bisa membuat IHSG melanjutkan penguatan. Pertama adalah penguatan Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu. Biasanya kabar baik dari Wall Street akan menjadi sentimen positif di Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah rilis data inflasi. Pelaku pasar memperkirakan inflasi domestik periode Maret 2018 masih 'jinak', di mana konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia berada di angka 0,12% bulanan dan 3,32% tahunan.

Bila data inflasi sesuai dengan ekspektasi, maka akan menjadi sentimen positif bagi IHSG. Inflasi yang terkendali bisa menjadi suntikan energi untuk saham-saham barang konsumsi, manufaktur, sampai keuangan. 

Ketiga, sejumlah emiten juga masih melakukan pelaporan pada hari ini seperti MPPA, SMRA, MAPI, BBRI, DSNG, SULI, dan LPKR. Bila ada kabar positif, maka diharapkan bisa menjadi tambahan semangat bagi IHSG. 

Keempat, harga komoditas juga sepertinya bisa mendukung penguatan IHSG. Harga minyak akhir pekan lalu naik cukup tinggi, dan sepanjang minggu kemarin harga minyak light sweet bertambah 1% sementara brent menguat 1,97%. 

Kelima, perkembangan nilai tukar dolar AS pun bisa suportif terhadap IHSG. Kepercayaan terhadap dolar AS kini sedang menurun. Ini terlihat dari data Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebutkan cadangan devisa global dalam greenback pada kuartal IV-2017 mencapai US$ 6,28 triliun atau 62,7%. Porsi tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal IV-2009. 

Pemulihan ekonomi yang kini lebih merata (tidak hanya di AS) menjadi alasan utama pelemahan dolar AS dalam beberapa waktu belakangan. Sinyal pengetatan moneter yang semakin jelas di Asia dan bahkan Eropa membuat investor punya pilihan untuk menempatkan dana, sehingga tidak lagi terkonsentrasi ke AS. Ini menyebabkan tekanan terhadap dolar AS, yang pada 2015-2016 sempat seakan menguat sendirian. 

Pelemahan dolar AS bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk mencetak apresiasi. Bila rupiah terapresiasi, maka bisa menjadi bensin untuk laju IHSG. 

Sementara hal-hal yang bisa menjadi  risiko bagi IHSG adalah bila data inflasi tidak sesuai ekspektasi. Ketika inflasi ternyata cukup tinggi, maka bisa menjadi sentimen negatif. Apalagi jelang Ramadan-Idul Fitri, data inflasi akan menentukan kinerja emiten. 

Kemudian, meski sudah sering diterpa koreksi hingga mencapai 2,62% sejak awal tahun,valuasi IHSG masih tergolong mahal dibandingkan bursa saham kawasan. Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG saat ini berada di 17,42 kali. 

Sebagai gambaran, Straits Times punya P/E 11,4 kali, KLCI 16,82 kali, SETi 16,81 kali, Nikkei 15,48 kali, Hang Seng 12,34 kali, SSEC 14,16 kali, dan Kospi 12,1 kali. Tingginya valuasi IHSG membuat kemungkinan koreksi masih terbuka.
(roy/roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular