
Mau Untung, Investor Saham Wajib Pantau Data-data Terbaru Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 April 2018 20:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia sedang mengalami periode ketidakpastian. Faktor eksternal dan internal seolah tak kenal lelah menekan pergerakan bursa saham domestik.
Secara year-to-date (YTD) sampai dengan penutupan perdagangan hari Kamis (29/3/2018), IHSG telah terkoreksi sebesar 2,6% ke level 6.188,99. Saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo alias blue chip bahkan lebih parah: secara YTD, penurunan indeks LQ45 mencapai 6,8%.
Memasuki pekan yang baru, investor patut mencermati berbagai rilis data ekonomi yang berpotensi menggerakan pasar saham Indonesia. Berikut data-data yang akan dirilis pekan depan.
Indeks Manufaktur China - Senin (8:45 WIB)
Markit, lembaga penyedia jasa dan informasi keuangan global dijadwalkan merilis data indeks manufaktur (manufacturing PMI) China periode Maret 2018 besok (2/4/2018) pada pukul 8:45 WIB.
Melansir Reuters, konsensus untuk data tersebut berada di level 51,7. Sebagai catatan, angka diatas 50 menandakan bahwa sektor manufaktur mengalami ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka dibawah 50 menandakan kontraksi.
Jika rilis data tersebut ternyata berada diatas konsensus, maka ini akan memberi suntikan energi bagi bursa saham dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, China merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Ekspansi sektor manufaktur yang lebih tinggi dari perkiraan tentu menjadi berita positif bagi ekonomi dunia, dikarenakan ada harapan permintaan atas barang-barang ekspor akan meningkat kedepannya.
Inflasi Indonesia - Senin, 2 April 2018, (11:00 WIB)
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan untuk merilis inflasi Indonesia periode Maret pada esok hari pukul 11:00 WIB.
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, inflasi bulanan (month to month/MoM) diperkirakan sebesar 0,12%. Sementara inflasi tahunan (year on year/YoY) berada di angka 3,32%.
Proyeksi inflasi secara bulanan untuk bulan Maret melambat dari capaian bulan Februari yang sebesar 0,17% MoM, disebabkan bulanan disebabkan oleh panen raya yang membuat harga pangan relatif terjaga.
"Kami memperkirakan inflasi masih terkendali pada Maret. Ada beberapa harga kebutuhan pokok yang naik seperti minyak goreng, daging ayam, telur ayam, tepung, susu, cabai merah, sampai bawang putih. Namun ada pula yang harganya turun, misalnya beras, kedelai, dan sayur-mayur," papar Juniman, Ekonom Maybank Indonesia.
Jika ternyata data inflasi tercatat lebih tinggi dari perkiraan dan hal tersebut disebabkan oleh dorongan harga pada komponen bahan makanan ataupun makanan jadi, investor dimungkinkan kembali memburu saham-saham barang konsumsi yang sudah tertekan sepanjang tahun.
Pasalnya, hal tersebut dapat menjadi sebuah sinyal bangkitnya daya beli masyarakat Indonesia.
Pemulihan daya beli masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk segera terjadi, mengingat tak lama lagi momen bulan puasa dan Lebaran akan segera tiba.
Jika daya beli masyarakat tak segera pulih dan momen penting tersebut pada akhirnya terlewatkan begitu saja, nampaknya sudah tak ada lagi harapan bagi saham-saham barang konsumsi untuk rebound.
Indeks Manufaktur Amerika Serikat - Senin, 2 April 2018, (21:00 WIB)
Selain China, data indeks manufaktur Amerika Serikat (AS) periode Maret juga dijadwalkan untuk dirilis pada hari Senin pukul 21:00 WIB oleh Institute for Supply Management (ISM). Konsensus untuk data tersebut berada di angka 60.
Jika data aktual nanti berada diatas ekspektasi, maka pasar saham dunia bisa bersorak, mengingat hal tersebut menandakan pemulihan lebih lanjut bagi ekonomi AS.
Hal tersebut juga akan menunjukkan bahwa kebijakan proteksionis yang diambil Donald Trump berupa penerapan bea masuk untuk baja dan aluminium belum memberi pengaruh banyak bagi sektor riil Negeri Paman Sam itu.
Perubahan Cadangan Minyak AS - Rabu, 4 April 2018, (21:30 WIB)
Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan merilis data perubahan cadangan minyak mentah yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan komersial di AS sepanjang minggu ini pada hari Rabu (4//4/2018) pukul 21:30 WIB.
Saat ini, belum ada konsensus untuk data tersebut, namun akan ada menjelang pengumuman nanti.
Jika data aktual lebih rendah dibandingkan konsensus, maka hal tersebut dapat memberi suntikan energi bagi harga minyak mentah dunia.
Dampaknya, harga saham emiten-emiten sektor pertambangan yang berada dalam sub-sektor minyak dan gas dapat ikut terkerek naik. Tak sampai disitu, biasanya kenaikan harga minyak juga akan mendorong harga komoditas lainnya naik.
Implikasinya, dampak positif bagi IHSG akan lebih besar.
Penciptaan Lapangan Kerja Non-Pertanian AS - Jumat, 6 April 2018, (19:30 WIB)
Terakhir, biro statistik AS dijadwalkan merilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian periode Maret pada hari Jumat mendatang (6/4/2018) pukul 19:30 WIB.
Konsensus untuk data tersebut berada di angka 190.000. Namun, data aktual yang lebih tinggi dari perkiraan tak berarti berita baik bagi bursa saham dunia. Pasalnya, data tenaga kerja merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi the Federal Reserve selaku bank sentral dalam menentukan kebijakan suku bunga acuannya.
Jika data ini lebih tinggi dari ekspektasi, besar kemungkinan the Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunganya pada tahun ini, sehingga pasar saham dunia dimungkinan untuk tertekan.
(ray/ray) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Secara year-to-date (YTD) sampai dengan penutupan perdagangan hari Kamis (29/3/2018), IHSG telah terkoreksi sebesar 2,6% ke level 6.188,99. Saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo alias blue chip bahkan lebih parah: secara YTD, penurunan indeks LQ45 mencapai 6,8%.
Memasuki pekan yang baru, investor patut mencermati berbagai rilis data ekonomi yang berpotensi menggerakan pasar saham Indonesia. Berikut data-data yang akan dirilis pekan depan.
Indeks Manufaktur China - Senin (8:45 WIB)
Markit, lembaga penyedia jasa dan informasi keuangan global dijadwalkan merilis data indeks manufaktur (manufacturing PMI) China periode Maret 2018 besok (2/4/2018) pada pukul 8:45 WIB.
Melansir Reuters, konsensus untuk data tersebut berada di level 51,7. Sebagai catatan, angka diatas 50 menandakan bahwa sektor manufaktur mengalami ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka dibawah 50 menandakan kontraksi.
Jika rilis data tersebut ternyata berada diatas konsensus, maka ini akan memberi suntikan energi bagi bursa saham dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, China merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Ekspansi sektor manufaktur yang lebih tinggi dari perkiraan tentu menjadi berita positif bagi ekonomi dunia, dikarenakan ada harapan permintaan atas barang-barang ekspor akan meningkat kedepannya.
Inflasi Indonesia - Senin, 2 April 2018, (11:00 WIB)
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan untuk merilis inflasi Indonesia periode Maret pada esok hari pukul 11:00 WIB.
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, inflasi bulanan (month to month/MoM) diperkirakan sebesar 0,12%. Sementara inflasi tahunan (year on year/YoY) berada di angka 3,32%.
Proyeksi inflasi secara bulanan untuk bulan Maret melambat dari capaian bulan Februari yang sebesar 0,17% MoM, disebabkan bulanan disebabkan oleh panen raya yang membuat harga pangan relatif terjaga.
"Kami memperkirakan inflasi masih terkendali pada Maret. Ada beberapa harga kebutuhan pokok yang naik seperti minyak goreng, daging ayam, telur ayam, tepung, susu, cabai merah, sampai bawang putih. Namun ada pula yang harganya turun, misalnya beras, kedelai, dan sayur-mayur," papar Juniman, Ekonom Maybank Indonesia.
Jika ternyata data inflasi tercatat lebih tinggi dari perkiraan dan hal tersebut disebabkan oleh dorongan harga pada komponen bahan makanan ataupun makanan jadi, investor dimungkinkan kembali memburu saham-saham barang konsumsi yang sudah tertekan sepanjang tahun.
Pasalnya, hal tersebut dapat menjadi sebuah sinyal bangkitnya daya beli masyarakat Indonesia.
Pemulihan daya beli masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk segera terjadi, mengingat tak lama lagi momen bulan puasa dan Lebaran akan segera tiba.
Jika daya beli masyarakat tak segera pulih dan momen penting tersebut pada akhirnya terlewatkan begitu saja, nampaknya sudah tak ada lagi harapan bagi saham-saham barang konsumsi untuk rebound.
Indeks Manufaktur Amerika Serikat - Senin, 2 April 2018, (21:00 WIB)
Selain China, data indeks manufaktur Amerika Serikat (AS) periode Maret juga dijadwalkan untuk dirilis pada hari Senin pukul 21:00 WIB oleh Institute for Supply Management (ISM). Konsensus untuk data tersebut berada di angka 60.
Jika data aktual nanti berada diatas ekspektasi, maka pasar saham dunia bisa bersorak, mengingat hal tersebut menandakan pemulihan lebih lanjut bagi ekonomi AS.
Hal tersebut juga akan menunjukkan bahwa kebijakan proteksionis yang diambil Donald Trump berupa penerapan bea masuk untuk baja dan aluminium belum memberi pengaruh banyak bagi sektor riil Negeri Paman Sam itu.
Perubahan Cadangan Minyak AS - Rabu, 4 April 2018, (21:30 WIB)
Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan merilis data perubahan cadangan minyak mentah yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan komersial di AS sepanjang minggu ini pada hari Rabu (4//4/2018) pukul 21:30 WIB.
Saat ini, belum ada konsensus untuk data tersebut, namun akan ada menjelang pengumuman nanti.
Jika data aktual lebih rendah dibandingkan konsensus, maka hal tersebut dapat memberi suntikan energi bagi harga minyak mentah dunia.
Dampaknya, harga saham emiten-emiten sektor pertambangan yang berada dalam sub-sektor minyak dan gas dapat ikut terkerek naik. Tak sampai disitu, biasanya kenaikan harga minyak juga akan mendorong harga komoditas lainnya naik.
Implikasinya, dampak positif bagi IHSG akan lebih besar.
Penciptaan Lapangan Kerja Non-Pertanian AS - Jumat, 6 April 2018, (19:30 WIB)
Terakhir, biro statistik AS dijadwalkan merilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian periode Maret pada hari Jumat mendatang (6/4/2018) pukul 19:30 WIB.
Konsensus untuk data tersebut berada di angka 190.000. Namun, data aktual yang lebih tinggi dari perkiraan tak berarti berita baik bagi bursa saham dunia. Pasalnya, data tenaga kerja merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi the Federal Reserve selaku bank sentral dalam menentukan kebijakan suku bunga acuannya.
Jika data ini lebih tinggi dari ekspektasi, besar kemungkinan the Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunganya pada tahun ini, sehingga pasar saham dunia dimungkinan untuk tertekan.
(ray/ray) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Most Popular