Menebak Arah Kebijakan BI di Bawah Komando Perry Warjiyo

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 March 2018 11:20
Naik atau Tidak Naik?
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
Perry bisa jadi merupakan jembatan dari posisi BI yang dilematis. Saat ini masih ada yang berharap BI bisa lebih mengendurkan kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga acuan. Tetapi ada pula yang beranggapan sudah saatnya BI menaikkan suku bunga agar tidak behind the curve

Melonggarkan (lagi) kebijakan moneter sepertinya memang bukan langkah yang bijak, meski bisa berdampak kepada percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Di tengah aura kenaikan suku bunga global, Indonesia akan "dihukum" oleh pasar jika sampai menurunkan suku bunga.  

Melihat data imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun dan obligasi global Indonesia dengan tenor yang sama, selisih atau spread kedua instrumen ini bergerak menyempit. Jika spread ini semakin menyempit (atau bahkan bertemu), maka akan memicu perpindahan arus modal atau capital outflow dari obligasi Indonesia ke surat utang pemerintah Negeri Paman Sam.  

Obligasi AS pada dasarnya adalah salah satu instrumen paling aman di bumi, sehingga ketika imbal hasilnya naik maka akan semakin menarik. Instrumen yang berisiko pun ditinggalkan bila tidak kompetitif. 

Menebak Arah Kebijakan BI dalam Komando Perry WarjiyoReuters

Kalau sampai terjadi perpindahan arus modal, maka dampaknya adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Pelemahan rupiah yang terlalu dalam akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional karena menyebabkan pembayaran kewajiban pemerintah dan korporat dalam valas akan membengkak.  

Saat ini saja nilai tukar rupiah kini menjadi salah satu yang terlemah, kala mata uang Asia banyak yang menguat terhadap dolar AS. Oleh karena itu, penurunan suku bunga adalah opsi yang agak suicidal, ruangnya semakin sempit kalau tidak mau dibilang mustahil. 

Menebak Arah Kebijakan BI dalam Komando Perry WarjiyoReuters


Namun, bukan berarti BI mesti menaikkan suku bunga. Indonesia masih membutuhkan pertumbuhan  ekonomi. Ketika suku bunga dinaikkan, maka likuiditas akan ketat (squeeze) dan perekonomian ikut mengerut (shrink). Kenaikan suku bunga akan memakan korban bernama pertumbuhan ekonomi. 

Bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi mepet 5% bukan sebuah kemewahan. Menurut kajian Bappenas, setiap 1% pertumbuhan ekonomi saat ini bisa menciptakan sekitar 700.000 lapangan kerja.  Dengan pertumbuhan ekonomi katakanlah 5%, maka kesempatan kerja baru yang tercipta adalah 3,5 juta. Per Agustus 2017, angka pengangguran adalah 5,5% atau 7,04 juta jiwa. Pertumbuhan ekonomi 5% belum cukup untuk mengangkat derajat para tuna karya. (aji/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular