Harga Minyak Reli, Saham MEDC Cs Naik Kencang

Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 March 2018 12:43
Harga saham-saham emiten minyak dan tambang batu bara naik signfikan.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan harga minyak yang cukup signifikan pada akhir pekan lalu memberikan energi positif bagi saham-saham minyak pada sesi I. Harga saham-saham emiten minyak dan tambang batu bara naik signfikan.

Hingga penutupan sesi I hari ini, harga saham emiten sub-sektor perminyakan kompak bergerak menguat mengikuti penguatan harga minyak sepanjang pekan lalu. Saham PT Medco Energi International Tbk (MEDC) menguat 1,17% ke 1.295, PT Elnusa Tbk (ELSA) naik 0,86% ke 468, PT Benakat Integra Tbk (BIPI) tumbuh 2,41% ke 85, dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melambung 4,00% ke 260.

Performa positif emiten sub-sektor perminyakan mendukung indeks sektor pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang ditutup menguat pada sesi I hari ini, dengan mencatatkan kenaikan sebesar 1,06%.

Hal tersebut terlihat dari harga komoditas tambang unggulan Indonesia lainnya yang kompak ditutup melemah pada akhir pekan: nikel turun 1,85% ke US$ 12.911/ton, timah terkoreksi 0,33% ke US$ 20.830/ton, dan harga tembaga melemah 0,91% ke US$ 2,9845/pound.

Dari bursa domestik, saham batu bara berkapitalisasi besar bergerak mixed hingga penutupan sesi I. Harga saham PT PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melemah 0,69% ke 286, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terkoreksi 0,35% ke 2.880, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menguat 1,25% ke 2.020, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tumbuh 0,78% ke 29.125.

Pada akhir pekan lalu, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Mei 2018 ditutup menguat 2,46% ke US$ 65,88/barel, sementara brent juga ditutup naik 2,23% ke US$ 70,45/barel.

Belum Price-In
Kenaikan harga saham emiten pertambangan minyak pada hari ini terjadi lantaran kenaikan harga minyak yang terjadi pada hari Jumat lalu (23/3/2018) belum sempat di price-in oleh pelaku pasar. Pada perdagangan terakhir di pekan lalu, harga minyak mentah WTI menguat signifikan sebesar 2,46% ke level US$ 65,88/barel, sementara brent menguat 2,23% ke level US$ 70,45/barel.

Memang, penguatan harga minyak secara signifikan baru terjadi selepas penutupan perdagangan IHSG. Namun setidaknya, sampai penutupan IHSG pun harga minyak tetap masih berada di zona hijau.

Namun, pada pada hari Jumat lalu harga saham emiten minyak justru ditutup melemah: MEDC turun 0,77%, ENRG turun 3,1%, BIPI turun 2,35%, dan ELSA turun 2,93%. Sentimen negatif yang datang dari hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) serta kembali memanasnya potensi perang dagang Amerika Serikat (AS)-China membuat IHSG sempat anjlok hingga 2,7% sebelum akhirnya ditutup melemah 0,69%. Begitu derasnya sentimen eksternal pada saat itu lantas memaksa harga saham emiten minyak terkoreksi, walaupun sebenarnya harga minyak naik.

Kini, ketika tekanan jual terhadap bursa saham regional mereda, barulah kenaikan harga minyak pada hari Jumat lalu di price-in oleh pelaku pasar.

Patut Waspada
Namun, investor patut mewaspadai kenaikan harga saham emiten pertambangan minyak. Pasalnya, potensi kenaikan alias upside harga minyak sudah tak lagi besar. Morgan Stanley memproyeksikan harga minyak (brent) akan mencapai puncaknya di level US$ 75/barel pada kuartal 3 mendatang. Jika dibandingkan dengan level saat ini, artinya upside dari harga minyak sudah tidak besar.

Perlu diingat pula bahwa proyeksi tersebut dibuat pada pertengahan Februari lalu, sebelum potensi perang dagang antara AS dan China memanas. Kini, bukan tak mungkin harga minyak akan mulai berangsur-angsur turun. Apalagi, belum ada tanda-tanda melambatnya produksi dari negeri paman sam.

Pekan lalu memang jadi minggu yang indah bagi harga minyak, dimana dalam sepekan light sweet dan brent masing-masing berhasil menguat sebesar 5,68% dan 6,40%. Penguatan harga brent melebihi level US$ 70/barel juga yang pertama kalinya sejak akhir Januari 2018.

Kenaikan harga minyak pada pekan lalu disokong oleh oleh komentar Menteri Energi Arab Saudi terkait OPEC yang akan melanjutkan koordinasinya dengan negara produsen non-OPEC (termasuk Rusia), untuk memperpanjang pemotongan produksi hingga 2019.

Selain itu, terbukanya peluang Amerika Serikat (AS) untuk kembali menerapkan sanksi terhadap Iran, juga memberikan energi positif bagi harga minyak pada pekan lalu, seiring ekspektasi akan kembali terbatasnya kemampuan Iran untuk mengekspor minyak mentah.

Namun demikian, hingga siang ini harga minyak tercatat mulai bergerak melemah. Hingga pukul 11.46 WIB, light sweet sudah melemah 0,46% ke US$ 65,58/barel, sementara brent terkoreksi 0,16% ke US$ 70,29/barel. Nampaknya investor merealisasikan keuntungannya setelah selama sepekan lalu harga minyak jenis light sweet dan brent mencatatkan penguatan yang signifikan.

Melemahnya bursa regional Asia pada pembukaan pagi ini juga mulai membebani harga minyak. Investor masih fokus memperhatikan perkembangan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif untuk sejumlah produk impor terhadap sejumlah negara yang menjadi mitra dagang, termasuk China.


Selain itu, sentimen negatif lainnya datang dari jumlah kilang minyak AS yang aktif bertambah sebanyak 4 unit pada pekan lalu. Jumlah kilang minyak aktif AS sekarang berada di angka 804 unit, atau lebih banyak 152 unit dibandingkan setahun lalu.

Penguatan harga minyak selama seminggu lalu nampaknya diikuti dengan naiknya harga batu bara. Pada akhir pekan, ICE Newcastle Futures menguat tipis 0,05% ke US$ 96,75/ton. Peningkatan harga batu bara nampaknya masih sangat terbatas seiring sentimen perang dagang China dan Amerika Serikat (AS) masih menjadi sentimen negatif yang bisa mengganggu produksi industri manufaktur dan rantai pasok global (global value chain).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Saham Tambang Berguguran, Ambil Untung saat Rupiah Loyo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular