Ini 5 Saham LQ45 dengan Cuan Paling Besar dari Awal Tahun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 March 2018 15:27
Ini 5 Saham LQ45 dengan Cuan Paling Besar dari Awal Tahun
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dari awal tahun hingga perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,53%. Demikian pula dengan indeks LQ45 yang menjadi acuan saham likuid yang juga terkoreksi 3,70%.

Namun dari 45 saham yang masuk dalam daftar indeks LQ45, ada 5 saham anggota LQ45 yang memberikan imbal hasil tertinggi pada tahun ini. Saham-saham tersebut yaitu, saham PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) naik 45,6%, PT Hanson International Tbk (MYRX) naik 28,1%, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 27,3%, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) naik 23,9%, dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) naik 14,3%.

Ini 5 Saham LQ45 Dengan Kinerja TerbaikFoto: CNBC Indonesia/Anthony Kevin


TIM RISET CNBC INDONESIA
Kenaikan harga saham TRAM dipicu oleh keputusan perusahaan masuk ke bisnis pertambangan batu bara dengan cara mengakuisisi sejumlah perusahaan. Serangkaian akuisisi tersebut utamanya dibiayai menggunakan dana hasil rights issue yang digelar pada bulan Desember lalu.

Salah satu perusahaan yang diakuisisi TRAM adalah PT SMR Utama Tbk (SMRU) dengan nilai Rp 3,13 triliun atau 50,1% dari total saham perusahaan.

Sebelumnya, perusahaan bergerak pada bidang usaha pelayaran dan penyelenggaraan angkutan laut. Sebagai bagian dari masuknya perusahaan ke bisnis pertambangan batu bara, perusahaan mengganti nama menjadi PT Trada Alam Mineral Tbk, dari yang sebelumnya PT Trada Maritime Tbk.

Perubahan bidang usaha dimaksudkan untuk mendorong kinerja perusahaan yang terus tertekan dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2014-2016, kegiatan operasional perusahaan selalu mencatatkan kerugian. Barulah pada sembilan bulan pertama tahun lalu perusahaan berhasil membukukan laba operasional sebesar US$ 5,01 juta. Namun, laba bersih setelah pajak masih negatif atau rugi sebesar US$ 7,82 juta. Saham MYRX mulai menunjukkan kenaikan signifikan sejak 8 Februari lalu. Hal ini dipicu oleh rencana perusahaan untuk membawa anak usahanya yaitu PT Harvest Time melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari IPO anak usaha tersebut, diharapkan terhimpun dana Rp 300 miliar - Rp 500 miliar.

Harvest Time, merupakan anak usaha Hanson International fokus pada kegiatan usaha properti. Saat ini Harvest Time sedang mengembangkan kawasan dengan membangun perumahan sebanyak 11.000 unit di Maja, Tangerang. Sebanyak 3.000 unit rumah akan diserahkan dalam waktu dekat. Kepemilikan Hanson International pada Harvest Time mencapai 80%.

Namun, rencana IPO yang pada awalnya ditargetkan sebelum akhir Maret terpaksa diundur menjadi kuartal 3 lantaran terganjal masalah hukum, yaitu tanah yang dimiliki perusahaan diakui oleh pihak lain.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 28 Desember 2017, dalam Nomor 250/Pdt.D./2016/PN.Jkt.Sel, PT Harvest Time telah menjadi tergugat dalam sengketa lahan yang berlokasi di kawasan Curug Bitung, Lebak, Banten. Tiga perusahaan yang menggugat calon emiten ini menegaskan bahwa cucu usaha dari PT Hanson International Tbk (MYRX) tersebut diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 1,16 triliun. Ganti rugi tersebut harus dilakukan karena perusahaan telah menduduki lahan milik PT Equator Majapura Raya, PT Equator Kartika dan PT Equator Satrialand Development.

Pada 3 kuartal pertama tahun 2017, laba bersih perusahaan anjlok hingga 49% menjadi Rp 77,9 miliar, dari yang sebelumnya Rp 153,3 miliar pada tahun 2016.

Saat ini, saham MYRX diperdagangkan pada Price-Earnings Ratio (PER) sebesar 154 kali.
Kenaikan harga saham emiten pertambangan ini terjadi sejak pertengahan Januari, dipicu oleh penguatan harga emas dunia yang merupakan salah satu komoditas andalan perusahaan. Kenaikan harga saham ANTM senada dengan emiten-emiten pertambangan lain yang harga sahamnya juga naik, disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pertambangan dunia.

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 109,84% sepanjang 2017 menjadi Rp 136 miliar, dari Rp 64,81 miliar pada tahun 2016. Kenaikan laba bersih salah satunya didorong oleh penjualan yang tumbuh sebesar 39,01% menjadi Rp 12,65 triliun, dari Rp 9,1 triliun pada tahun sebelumnya.

Saat ini, saham ANTM diperdagangkan pada PER sebesar 140,83 kali. Saham emiten plat merah yang bergerak di bidang transportasi gas ini mulai bergerak naik signifikan pada pertengahan Januari, dipicu oleh kejelasan mengenai rencana pemerintah untuk membentuk holding BUMN minyak dan gas (migas). Sebagai bagian dari pembentukan holding ini, PGAS akan mengambil alih anak usaha PT Pertamina yang juga bergerak dalam bidang usaha transportasi gas yaitu PT Pertamina Gas (Pertagas).

Hal ini lantas berpotensi menciptakan raksasa baru di dalam bidang usaha transportasi gas. Jika di total, pangsa pasar bisnis transmisi gas kedua perusahaan mencapai 95%, sementara pangsa pasar bisnis distribusi gas mencapai 86%.

Kinerja PGAS pun diharapkan akan membaik, seiring adanya sinergi antar kedua perusahaan. Bahkan, Deutsche Bank memproyeksikan laba bersih perseroan tahun ini dapat mencapai US$ 295 juta. Jika dibandingkan dengan capaian tahun lalu, pertumbuhannya adalah sebesar 106%. Hal ini lantas akan menjadi titik balik perusahaan yang sudah mencatatkan penurunan laba bersih sejak beberapa tahun silam.

Saat ini, saham PGAS diperdagangkan pada PER sebesar 28,13 kali. Sejak awal tahun, harga saham WSKT beserta emiten-emiten konstruksi karya lainnya memang langsung tancap gas. Pelaku pasar nampak optimis atas prospek emiten-emiten konstruksi. Terlebih, sepanjang 2015 dan 2016 saham-saham emiten konstruksi menunjukkan kinerja yang mengecewakan, sehingga membuka ruang akumulasi bagi para investor.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir harga saham WSKT berada dalam tren penurunan, menyusul robohnya bekisting pier head proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) pada bulan lalu yang berujung pada penghentian sementara (moratorium) proyek-proyek infrastruktur layang.

Sepanjang 2017, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 4,2 triliun. Jumlah ini naik signifikan sebesar 131,72% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 1,8 triliun. Nilai kontrak baru yang diperoleh perusahaan sepanjang 2017 mencapai Rp55,83 triliun. Jumlah tersebut turun dibandingkan 2016 yang sebesar Rp 69,97 triliun. Sementara itu nilai kontrak dalam pengerjaan tahun lalu meningkat menjadi Rp 138,10 triliun atau naik 32,76% dibandingkan tahun 2016 yang sebesar Rp 104,02 triliun.

Saat ini, saham WSKT diperdagangkan pada PER sebesar 8,99 kali.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular