
Pandangan Para Ekonom Soal Utang Rp 4.000 T Pemerintah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 March 2018 19:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Total utang pemerintah terus mengalami kenaikan. Pada akhir Februari 2018, posisi utang pemerintah mencapai 29,24% dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 4.034,80 triliun.
Lantas, bagaimana pandangan analis mengenai kondisi utang pemerintah? Berikut pandangan para pelaku pasar yang dirangkum CNBC Indonesia, Kamis (15/3/2018).
Ekonom Bank Permata
Secara umum, kondisi utang pemerintah masih dalam level aman dan relatif terkendali, tercermin dari rasio utang terhadap PDB yang masih terpaut jauh dari batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara sebesar 60%.
Selain itu, porsi pinjaman yang hanya mencapai 4,9% dari total utang mengindikasikan tingkat risiko yang jauh lebih rendah. Belum lagi, manajemen surat utang Indonesia yang terkendali ditopang pertumbuhan penerbitan SBN demoninasi rupiah.
Secara keseluruhan, manajemen utang pemerintah dianggap masih cukup baik, dengan komposisi utang jangka pendek yang lebih rendah, serta rasio utang terhadap pendapatan (debt to services ratio) yang terus membaik.
"[...] Kebijakan pengelolaan utang diharapkan efisien serta mendorong produktivitas utang yang dialokasikan pos belanja produktif sedemikian sehingga dapat menciptakan ketahanan fiskal," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Ekonom Maybank Indonesia
Kekhawatiran mengnai utang yang membengkak karena defisit fiskal akibat belanja yang ekspansif memang terbuka lebar. Namun, ada beberapa hal yang direkomendasikan kepada pemerintah, agar utang tetap terjaga.
Penerbitan utang diharapkan mendapatkan biaya yang rendah, dengan bunga utang yang lebih kompetitif dengan negara yang memiliki rating sama. Dengan demikian, surat utang negara masih kompetitif.
"Ini tentunya akan membuat ekonomi kita sehat ke depannya," kata Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto
Ekonom Samuel Asset Manajemen
Tax ratio yang rendah menjadi alasan utang pemerintah terus bertambah. Ditengah ekspansi fiskal untuk menggenjot infrastruktur namun tidak disertai dengan penerimaan yang cukup menjadi alasan utang terus bertambah.
Reformasi perpajakan yang mencakup Undang-Undang KUP, PPh, PPN pun menjadi solusi agar utang tak terus bertambah. Sebab, ketergantungan kas negara dari sisi penerimaan pajak cukup besar.
"Saya yakin ada batasnya utang itu. Revisi UU KUP, PPh, PPN menjadi mendesak dan perlu dipertimbangkan," kata Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih
Ekonom Perbanas Institute
Apabila dilihat secara keseluruhan, utang pemerintah dianggap masih aman. Aman, berarti pemerintah masih mampu membayar bunga utang yang jatuh tempo, baik itu melalui aset, tabungan, penerimaan, maupun utang baru.
Kata terakhir menjadi kunci utama yang kerap kali dilakukan pemerintah untuk membayar bunga utang. Alasannya, rendahnya penerimaan pajak menjadi penyebab pemerintah tidak menggunakan dana tersebut untuk membayar utang.
Demi menjaga utang tetap aman dan stabil, rekomendasi yang ditawarkan pun tak jauh berbeda, yakni dengan mengoptimalkan penerimaan pajak. Sebab, 75% penerimaan berasal dari pos pendapatan tersebut.
"Penghasilan pemerintah dalam membayar utang itu sangat rendah untuk ukuran dunia. Mau tidak mau, Indonesia harus mengandalkan investor membeli surat utang baru," kata Ekonom Perbanas Institute Dradjad Wibowo
LPEM FEB Universitas Indonesia
Pemerintah diharapkan dapat memastikan, setiap utang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang produktif, serta memiliki multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional. Hal ini, agar utang pemerintah bisa menggairahkan ekonomi nasional.
Meskipun secara nominal utang pemerintah masih aman, pemerintah perlu bekerja keras untuk memastikan bahwa manajemen APBN dilakukan dengan kredibel.
"Agar rating utang kita bisa naik, dan kita bisa menghemat biaya bunga pinjaman," kata Kepala Kajian LPEM FEB UI Febrio Kacaribu.
(dru) Next Article Jika Ada Shock, Rasio Utang RI Bisa Lompat ke 35% PDB
Lantas, bagaimana pandangan analis mengenai kondisi utang pemerintah? Berikut pandangan para pelaku pasar yang dirangkum CNBC Indonesia, Kamis (15/3/2018).
Ekonom Bank Permata
Selain itu, porsi pinjaman yang hanya mencapai 4,9% dari total utang mengindikasikan tingkat risiko yang jauh lebih rendah. Belum lagi, manajemen surat utang Indonesia yang terkendali ditopang pertumbuhan penerbitan SBN demoninasi rupiah.
Secara keseluruhan, manajemen utang pemerintah dianggap masih cukup baik, dengan komposisi utang jangka pendek yang lebih rendah, serta rasio utang terhadap pendapatan (debt to services ratio) yang terus membaik.
"[...] Kebijakan pengelolaan utang diharapkan efisien serta mendorong produktivitas utang yang dialokasikan pos belanja produktif sedemikian sehingga dapat menciptakan ketahanan fiskal," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Ekonom Maybank Indonesia
Kekhawatiran mengnai utang yang membengkak karena defisit fiskal akibat belanja yang ekspansif memang terbuka lebar. Namun, ada beberapa hal yang direkomendasikan kepada pemerintah, agar utang tetap terjaga.
Penerbitan utang diharapkan mendapatkan biaya yang rendah, dengan bunga utang yang lebih kompetitif dengan negara yang memiliki rating sama. Dengan demikian, surat utang negara masih kompetitif.
"Ini tentunya akan membuat ekonomi kita sehat ke depannya," kata Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto
Ekonom Samuel Asset Manajemen
Tax ratio yang rendah menjadi alasan utang pemerintah terus bertambah. Ditengah ekspansi fiskal untuk menggenjot infrastruktur namun tidak disertai dengan penerimaan yang cukup menjadi alasan utang terus bertambah.
Reformasi perpajakan yang mencakup Undang-Undang KUP, PPh, PPN pun menjadi solusi agar utang tak terus bertambah. Sebab, ketergantungan kas negara dari sisi penerimaan pajak cukup besar.
"Saya yakin ada batasnya utang itu. Revisi UU KUP, PPh, PPN menjadi mendesak dan perlu dipertimbangkan," kata Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih
Ekonom Perbanas Institute
Apabila dilihat secara keseluruhan, utang pemerintah dianggap masih aman. Aman, berarti pemerintah masih mampu membayar bunga utang yang jatuh tempo, baik itu melalui aset, tabungan, penerimaan, maupun utang baru.
Kata terakhir menjadi kunci utama yang kerap kali dilakukan pemerintah untuk membayar bunga utang. Alasannya, rendahnya penerimaan pajak menjadi penyebab pemerintah tidak menggunakan dana tersebut untuk membayar utang.
Demi menjaga utang tetap aman dan stabil, rekomendasi yang ditawarkan pun tak jauh berbeda, yakni dengan mengoptimalkan penerimaan pajak. Sebab, 75% penerimaan berasal dari pos pendapatan tersebut.
"Penghasilan pemerintah dalam membayar utang itu sangat rendah untuk ukuran dunia. Mau tidak mau, Indonesia harus mengandalkan investor membeli surat utang baru," kata Ekonom Perbanas Institute Dradjad Wibowo
LPEM FEB Universitas Indonesia
Pemerintah diharapkan dapat memastikan, setiap utang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang produktif, serta memiliki multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional. Hal ini, agar utang pemerintah bisa menggairahkan ekonomi nasional.
Meskipun secara nominal utang pemerintah masih aman, pemerintah perlu bekerja keras untuk memastikan bahwa manajemen APBN dilakukan dengan kredibel.
"Agar rating utang kita bisa naik, dan kita bisa menghemat biaya bunga pinjaman," kata Kepala Kajian LPEM FEB UI Febrio Kacaribu.
(dru) Next Article Jika Ada Shock, Rasio Utang RI Bisa Lompat ke 35% PDB
Most Popular