
Dari Emas Sampai Tembaga, Ini Logam Pilihan Investor
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 February 2018 15:07

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga komoditas logam mulia dan logam dasar pada perdagangan akhir pekan lalu memang melemah. Namun sepanjang 2018, harga komoditas ini telah naik cukup signifikan.
Dalam sepekan terakhir, harga emas mencatatkan laju yang cukup positif dengan penguatan 2,33% dan sepanjang 2018 sudah naik 3,45%. Mengutip Reuters, Senin (19/2/2018), penguatan harga emas dalam seminggu lalu dipicu oleh aliran modal keluar yang cukup besar pada aset-aset berisiko di Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut ditunjukkan oleh obligasi korporasi perusahaan yang memiliki imbal hasil yang tinggi (perusahaan dengan rating rendah) mengalami outflow hingga US$ 6 miliar. Pergerakan investor yang meninggalkan aset-aset berisiko juga terlihat dari imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang nyaris mencapai 3% dalam sepekan lalu.
Meskipun, dalam seminggu kemarin bursa AS telah menunjukkan pemulihan, tetapi risiko volatilitas yang tinggi masih menghantui investor. Instrumen investasi emas dan obligasi pemerintah AS pun masih laku di pasaran.
Tidak hanya emas, ternyata investor juga meminati komoditas mineral di tengah volatilitas bursa saham. Komoditas mineral masih menunjukkan perkembangan yang positif sepanjang tahun 2018 hingga pekan kedua bulan Februari ini. Harga nikel dan timah masing-masing telah meningkat 9,17% dan 8,23% year to date (YTD).
Selama sepekan terakhir, harga nikel telah melambung 7,25% ke US$ 13.870,5/ton, sementara harga timah naik 3,45% ke US$ 21.750/ton. Harga Nikel yang mampu menembus kisaran US$ 14.000 pada pekan lalu, pertama sejak Mei 2015.
Permintaan sektor stainless global yang masih cukup kuat serta terbatasnya pasokan masih menjadi penyokong penguatan harga nikel. Permintaan nikel sebagai bahan baterai kendaraan bermotor juga masih berkembang, meskipun permintaan untuk teknologi ini baru akan terasa dampak besarnya di masa depan.
Terbatasnya pasokan diwarnai oleh keputusan perusahaan Vale yang memotong produksi nikel hingga 15% atau sebesar 45.000 ton pada 2018. Perusahaan asal Brasil ini juga masih dalam proses mencari investor untuk tambang baru di Kaledonia Baru. Dalam jangka panjang, perusahaan ingin menjaga ketersediaan nikel untuk mengantisipasi lonjakan permintaan untuk kendaraan listrik satu dekade ke depan.
Selain itu, badai tropis yang menyerang Madagascar pada awal Januari lalu telah menyebabkan kerusakan pada operasi nikel di Ambatovy. Perusahaan mengestimasi operasi hanya akan berjalan sebesar 50% kuartal ini, di mana produksi dari nikel yang sudah dimurnikan akan anjlok dari 40.500 ton ke 33.500 ton hingga Maret 2018.
Sebagai tambahan, produsen nickel pig iron (NPI) di China juga mengurangi tingkat produksi nikel seiring dengan kebijakan pemerintah yang mengetatkan produksi barang tambang. Namun demikian, setelah sempat menggoyang pasar global dengan melarang ekspor bijih nikel mentah, Indonesia siap kembali ke pasar dunia, dengan pasokan yang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini dapat memicu harga nikel kembali membumi.
Harga tembaga yang sempat jatuh hingga minggu pertama Februari juga menunjukkan pemulihan. Pada sepekan terakhir harga tembaga mampu rebound hingga 6,66% ke US$ 3,2259/pound. Namun secara YTD masih melemah sebesar 1,6%.
Menguatnya harga tembaga dalam sepekan terakhir masih didorong oleh melemahnya dolar AS serta pertumbuhan industri pengolahan dunia yang kuat. Indeks dollar AS tercatat melemah hingga 1,48% dalam seminggu lalu.
(aji/aji) Next Article Harga Aluminium Sentuh Level Tertinggi Sejak 2011
Dalam sepekan terakhir, harga emas mencatatkan laju yang cukup positif dengan penguatan 2,33% dan sepanjang 2018 sudah naik 3,45%. Mengutip Reuters, Senin (19/2/2018), penguatan harga emas dalam seminggu lalu dipicu oleh aliran modal keluar yang cukup besar pada aset-aset berisiko di Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut ditunjukkan oleh obligasi korporasi perusahaan yang memiliki imbal hasil yang tinggi (perusahaan dengan rating rendah) mengalami outflow hingga US$ 6 miliar. Pergerakan investor yang meninggalkan aset-aset berisiko juga terlihat dari imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang nyaris mencapai 3% dalam sepekan lalu.
![]() |
![]() |
Permintaan sektor stainless global yang masih cukup kuat serta terbatasnya pasokan masih menjadi penyokong penguatan harga nikel. Permintaan nikel sebagai bahan baterai kendaraan bermotor juga masih berkembang, meskipun permintaan untuk teknologi ini baru akan terasa dampak besarnya di masa depan.
![]() |
Selain itu, badai tropis yang menyerang Madagascar pada awal Januari lalu telah menyebabkan kerusakan pada operasi nikel di Ambatovy. Perusahaan mengestimasi operasi hanya akan berjalan sebesar 50% kuartal ini, di mana produksi dari nikel yang sudah dimurnikan akan anjlok dari 40.500 ton ke 33.500 ton hingga Maret 2018.
Sebagai tambahan, produsen nickel pig iron (NPI) di China juga mengurangi tingkat produksi nikel seiring dengan kebijakan pemerintah yang mengetatkan produksi barang tambang. Namun demikian, setelah sempat menggoyang pasar global dengan melarang ekspor bijih nikel mentah, Indonesia siap kembali ke pasar dunia, dengan pasokan yang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini dapat memicu harga nikel kembali membumi.
![]() |
Harga tembaga yang sempat jatuh hingga minggu pertama Februari juga menunjukkan pemulihan. Pada sepekan terakhir harga tembaga mampu rebound hingga 6,66% ke US$ 3,2259/pound. Namun secara YTD masih melemah sebesar 1,6%.
Menguatnya harga tembaga dalam sepekan terakhir masih didorong oleh melemahnya dolar AS serta pertumbuhan industri pengolahan dunia yang kuat. Indeks dollar AS tercatat melemah hingga 1,48% dalam seminggu lalu.
(aji/aji) Next Article Harga Aluminium Sentuh Level Tertinggi Sejak 2011
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular