
Luar Biasa! Harga Nikel To The Moon, Ini Revolusi Energi Bung

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Tren kenaikan harga nikel masih berlanjut pada perdagangan Selasa (20/10/2020). Proyeksi peningkatan permintaan menjadi pemicu kenaikan harga nikel.
Melansir data Investing, pada pukul 16:21 WIB harga benchmark nikel di London Metal Exchange naik 1,18% ke US$ 15.842,5/metrik ton. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 11 November 2019. Sepanjang tahun ini, atau secara year-to-date, nikel berhasil mencatat penguatan 12,74%.
Permintaan nikel tahun depan diprediksi akan meningkat menjadi 2,52 juta ton dari tahun ini 2,32 juta ton, menurut International Nickel Study Group (INSG), sebagaimana dikutip Reuters.
Ke depannya, prospek nikel juga terlihat cerah sebab permintaannya akan meningkat untuk pembuatan baterai mobil listrik (electric vehicle/EV).
Bos BHP Nickel West, Eddy Haegel, mengatakan ke depannya permintaan nikel akan mengalami lonjakan drastis menyusul revolusi energi yang akan terjadi di dunia.
"Kalian telah mendengar dari saya sebelumnya, kita di tahap awal revolusi yang akan mentranformasi dunia kita dan meningkatkan permintaan nikel. Sudah jelas nikel adalah pemenang saat dekarbonisasi dunia," Kata Haegel, saat berbicara di Australian Nickel Conference, sebagaimana dikutip Livewire Markets, Jumat (16/8/2020).
"Nikel akan tetap menjadi juara, meski banyak logam atau kombinasi logam diuji membuat baterai lithium-ion, nikel tetap menjadi logam yang memberi kepadatan energi tertinggi. Hal ini menjadikan nikel memiliki masa depan yang cerah" tambahnya.
Haegal memprediksi permintaan nikel akan meningkat di akhir tahun ini. Sementara itu dalam 30 tahun ke depan, BHP Nickel West melihat permintaan nikel akan 250% lebih tinggi ketimbang 30 terakhir, bahkan bisa mencapai 350% ketika dunia semakin serius melakukan dekarbonisasi merespon pemanasan global.
Indonesia juga sedang berancang-ancang akan membangun pabrik baterai EV.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, mengatakan salah satu produsen baterai mobil listrik asal China yakni Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) sudah menandatangani komitmen investasi US$ 4,6 miliar, atau sekitar Rp 68 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$) untuk membangun pabrik baterai di Indonesia.
Luhut mengatakan, komitmen investasi tersebut bagian dari total kebutuhan investasi pabrik baterai mobil listrik yang mencapai US$ 20 miliar. Dia mengatakan, dirinya pun telah bertemu dengan pihak CATL di Yunnan, China beberapa waktu lalu.
"Prospek mitra pengembangan ekosistem baterai listrik kini sudah jalan. Jadi saya ketemu mereka semua ini. Kemarin di Yunnan saya ketemu CATL, CATL itu nanti akan berinvestasi. Itu mungkin kira-kira akan dekat US$ 20 miliar. Tapi mereka sudah tandatangani US$ 4,6 miliar," tutur Luhut dalam acara INDY FEST 2020 dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-20 PT Indika Energy Tbk yang ditayangkan dalam kanal YouTube Netmediatama kemarin, Senin (19/10/2020).
Selain itu salah satu pemain besar mobil listrik dunia, Tesla besutan Elon Musk sedang menjajaki pembangunan pabrik baterai di Indonesia. Kabar terbaru, Tesla sedang diarahkan oleh pemerintah untuk membangun pabriknya di kawasan industri terpadu Batang, Jawa Tengah, yang sedang dibangun pemerintah.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang membenarkan soal rencana Tesla tersebut, ia bilang nantinya Tesla diarahkan membangun pabrik di Batang. Saat ini proses diskusi antara Tesla dan pemerintah masih berlangsung.
"On going discussion, arahnya ke sana (Batang)," kata Agus kepada CNBC Indonesia, Senin (19/10).
Dengan cerahnya prospek permintaan, Bank Dunia (World Bank) dalam Commodity Market Outlook edisi April lalu memberikan proyeksi nikel akan terus menanjak dalam jangka panjang.
Di tahun ini, rata-rata harga nikel memang diprediksi jatuh sekitar 17% ke US$ 11.617/metrik ton dari rata-rata harga tahun lalu. Tahun depan, rata-rata harga diprediksi US$ 11.932/metrik ton, naik 2,71% dari tahun ini.
World Bank memberikan proyeksi hingga tahun 2030 rata-rata harga nikel di US$ 15.182/metrik ton, atau naik lebih dari 30% dari rata-rata tahun ini.