Ini Fundamental Empat Jagoan Baru LQ45

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 January 2018 12:49
Ini Fundamental Empat Jagoan Baru LQ45
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia – Kemarin Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan empat nama baru yang akan menghuni indeks LQ45 mulai Februari mendatang. Keempat emiten itu ialah PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM), dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).

Dua dari empat emiten tersebut, INDY dan TRAM merupakan emiten yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan, khususnya batu bara. Sementara itu, TPIA merupakan perusahaan petrokimia, dimana salah satu kegiatannya adalah mengolah batu bara dengan teknologi gasifikasi.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan hal ini disebabkan oleh prospek kinerja emiten sektor pertambangan yang diperkirakan akan meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas.

“Ada faktor harga komoditas yang lagi cripling up. Batubara udah mencapai 100 lagi dan the beauty of it ketika batu bara sedang susah mereka membuat efisiensi perusahaan. Efisiensi lagi jalan, terus berhasil, harganya naik. Betul,” kata Tito di Bursa Efek Indonesia, Kamis (25/01).

Berikut ini kinerja fundamental keempat emiten tersebut: 
Perusahaan yang berdiri pada tahun 2000 ini memiliki portofolio bisnis yang mencakup sektor sumber daya energi, jasa energi, dan infrastruktur energi. Segmen sumber daya energi perusahaan berfokus pada eksplorasi, produksi, dan pemrosesan batu bara.

Pada tahun 2008, INDY mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Kinerja INDY terus menerus tertekan dalam beberapa tahun terakhir. Baik laba operasional maupun laba bersih setelah pajak terus menerus berada pada zona merah alias mencatatkan kerugian.

Barulah pada 2017, situasi nampak berbalik bagi perusahaan. Sepanjang sembilan bulan pertama 2017, laba operasional berhasil mencapai angka US$ 79 juta, sementara laba bersih setelah pajak tercatat sebesar US$ 76 juta. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) tercatat sebesar 1,88 kali pada akhir September lalu. Saat ini, saham INDY diperdagangkan pada PER (price-earnings ratio) sebesar 16,12 kali. Perusahaan ini merupakan hasil merger antara PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPI) dan PT Chandra Asri (CA) pada 1 Januari 2011. TPIA merupakan perusahaan petrokomia terbesar yang terdaftar di BEI.

Produk yang dihasilkan perusahaan adalah Ethylene, Styrene Monomer, Butadiene, propylene dan polypropylene, polyethylene. Produk-produk perusahaan merupakan bahan dasar dari berbagai produk industri dan konsumen.

Seperti sudah disebutkan di atas, salah satu kegiatan perusahaan adalah mengolah batu bara dengan teknologi gasifikasi. Menggunakan teknologi ini, batu bara muda dapat dikonversi menjadi menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai polypropylene yang merupakan bahan baku plastik. 

Kondisi keuangan perusahaan terbilang sangat sehat. Pada tahun 2016, laba operasional naik sebesar 435% menjadi US$ 423.8 juta dibandingkan posisi tahun 2015 yang sebesar US$ 79,2 juta. Sementara itu, laba bersih setelah pajak naik 1.041% menjadi US$ 300,1 juta. Sampai dengan sembilan bulan pertama 2017, laba bersih setelah pajak perusahaan telah mencapai 83% dari capaian sepanjang tahun 2016.

DER perusahaan yang hanya sebesar 0,6 kali merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan tiga perusahaan lainnya. Namun, PER yang sebesar 25,69 kali merupakan yang tertinggi. Emiten ini pada awalnya bergerak pada bidang usaha pelayaran dan penyelenggaraan angkutan laut dengan nama PT Trada Maritime Tbk.

Seiring dengan keputusan perusahaan masuk ke bisnis pertambangan batu bara melalui sejumlah akuisisi, pada Oktober 2017 lalu perusahaan resmi mengganti nama menjadi PT Trada Alam Mineral Tbk.

Serangkaian akuisisi tersebut utamanya dibiayai menggunakan dana hasil rights issue yang digelar pada bulan Desember lalu. Salah satu perusahaan yang diakuisisi TRAM adalah PT SMR Utama Tbk (SMRU) dengan nilai Rp 3,13 triliun atau 50,1% dari total saham perusahaan.

Perubahan bidang usaha dimaksudkan untuk mendorong kinerja perusahaan yang terus tertekan dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2014-2016, kegiatan operasional perusahaan selalu mencatatkan kerugian. Barulah pada sembilan bulan pertama tahun lalu perusahaan berhasil membukukan laba operasional sebesar US$ 5,01 juta.

Namun, laba bersih setelah pajak masih negatif atau rugi sebesar US$ 5,96 juta. Dikarenakan laba bersih per saham perusahaan yang masih negatif, PER perusahaan berada pada angka -105,3. Perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur beton (precast) ini merupakan anak usaha dari PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Berdiri pada 2014, perusahaan resmi tercatat di BEI pada 20 Oktober 2016.

Hingga saat ini, PT. Waskita Beton Precast mengoperasikan sepuluh pabrik precast yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia seperti Karawang, Cibitung, Klaten, dan Palembang.

Kinerja keuangan WSBP dapat dikatakan yang terbaik diantara tiga saham lainnya yang baru dinobatkan sebagai anggota indeks LQ45. Bayangkan saja, per sembilan bulan pertama 2017, laba operasional dan laba bersih setelah pajak telah melampaui capaian sepanjang tahun 2016. Laba operasional tercatat sebesar Rp 1,23 triliun atau 127% dari capaian tahun 2016 yang sebesar Rp 969,77 miliar.

Sementara itu, laba bersih setelah pajak tercatat sebesar Rp 825,18 miliar atau 130% dari capaian tahun 2016 senilai Rp 634,82 miliar. Pesatnya proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan di era pemerintahan Joko Widodo telah membuat perusahaan kebanjiran pesanan yang pada akhirnya berujung pada peningkatan performa keuangan.

Saat ini, PER dari WSBP hanya sebesar 11,76, membuatnya menjadi yang termurah dibandingkan 3 saham lainnya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular