
Amazing! Desa Tani China Disulap Jadi Ibu Kota Pakaian Dalam

Jakarta, CNBC Indonesia - Orang Amerika menyukai pakaian dalam mereka yang agak vulgar, orang Eropa lebih suka yang lebih berkelas, dan orang China dikenal sedikit pemalu tetapi terbuka. Tetapi pesanan terbesar datang dari Korea Utara (Korut).
Begitu pula perbincangan sudut jalan di Guanyun, daerah pesisir yang sepi yang selama beberapa generasi hanya menanam gandum dan padi, tetapi saat ini menjadi pusat perhatian sebagai preferensi global terhadap pakaian yang sensual.
Kawasan pertanian datar antara Beijing dan Shanghai ini kini menjelma menjadi "Ibu Kota Pakaian Dalam" yang diproklamirkan sendiri oleh China, tempat mesin jahit merajalela di pabrik-pabrik mikro tingkat desa untuk memenuhi hingga 70% dari permintaan domestik pakaian dalam yang tumbuh pesat.
Seperti dikutip AFP, Lei Congrui, seorang pria kurus berusia 30 tahun dengan kuncir kuda dan topi yang tampak akan terlihat betah di atas skateboard. Itu semua terjadi hampir secara tidak sengaja. Saat remaja, Lei mulai menghasilkan uang tambahan dengan menyediakan berbagai barang konsumsi di situs e-commerce China yang berkembang pesat 15 tahun lalu.
"Pelanggan terus bertanya apakah kami punya pakaian dalam lingerie. Saya belum pernah mendengar sebelumnya, tapi saya hanya menjawab 'ya' dan kemudian mencari tahu apa itu," katanya.
Lei menemukan caranya untuk memenuhi permintaan itu dan kini telah mempekerjakan lebih dari 100 pekerja yang membuat celana dalam dan bustier hitam dan merah berenda melalui mesin jahit.
"[Kami ingin] seperti merek 'Midnight Charm' yang bisa menarik lebih dari US$ 1,5 juta [atau setara Rp 22 miliar, kurs Rp 14.500/US$] pendapatan tahunan, katanya.
Keberhasilan Lei sebagai penggerak awal telah menginspirasi revolusi industri di wilayah tersebut.
Pemerintah Guanyun mencatat saat ini ada lebih dari 500 pabrik yang mempekerjakan puluhan ribu dan menghasilkan pakaian dalam senilai lebih dari US$ 300 juta atau setara Rp 4,35 triliun setiap tahun.
Mengejar Ketertinggalan
Jadi sebetulnya apa yang terjadi sehingga ada perubahan signifikan di wilayah pertanian ini?
Ternyata, pelonggaran perilaku seksual di China memungkinkan semuanya itu terjadi. Pada awalnya komunisme meninggalkan warisan kesopanan yang berlaku sehingga pornografi dilarang dan pihak berwenang melakukan tindakan keras secara berkala terhadap apa pun yang dianggap "vulgar".
Namun, sikap asing yang lebih terbuka dalam waktu yang lama membebaskan generasi muda, terutama wanita. Konsultan pasar iiMedia mengatakan penjualan online China untuk produk terkait seks tumbuh 50% pada 2019 menjadi US$ 7 miliar atau Rp 102 triliun.
Tahun lalu diperkirakan pertumbuhan 35% meskipun ada gangguan pandemi.
"Sikap kaum muda mengejar dan membawa sensualitas ke dalam rumah. (Pakaian dalam) menjadi populer," kata Li Yue, seorang pekerja pabrik pakaian dalam setempat.
Ketika Lei pertama kali memulai, sebagian besar pembeli berusia di atas 30 tahun dan banyak yang pernah tinggal di luar negeri atau memiliki pengaruh lain dengan cara asing.
Tetapi sekitar tahun 2013, volume melonjak karena konsumen China yang lebih muda mulai menemukan sensualitas mereka, kata Lei.
Sebagian besar pembeli sekarang berusia antara 22 dan 25 tahun. Awalnya, desain yang longgar dan tidak terlalu terbuka disukai di Cina. Saat ini, angka-angka semi-transparan yang "ketat di tubuh" mendominasi.
Penemuan kembali industri Guanyun tidak terjadi dalam semalam. Para perintis awal merasa sulit untuk mempekerjakan staf lokal yang tidak mau mengerjakan produksi pakaian dalam.
"Ketika mereka pertama kali melakukan kontak dengan benda-benda ini, mereka tidak begitu mengerti," kata Chang Kailin, 58, yang menjalankan pabrik dan merupakan paman Lei.
"Tapi setelah industri menjadi lebih besar dan lebih kuat, orang bisa menghasilkan uang dan keluar dari kemiskinan."
"Sekarang semua orang menyukainya." lanjutnya.
Lei mengekspor 90% dari produksinya, sebagian besar ke Amerika Serikat dan Eropa. Volume yang signifikan juga masuk ke Amerika Selatan, dimana penjualan kostum bermain peran menguasai kamar tidur.
Pembeli Timur Tengah -- lebih menyukai barang yang lebih panjang dan lebih sederhana -- juga sangat aktif, seperti juga orang Afrika, yang menyukai percikan warna.
Asia Tenggara juga berkembang pesat. Tapi pesanan tunggal terbesar Lei, senilai 1 juta dolar AS, datang dari pembeli misterius Korea Utara pada tahun 2012. Pelanggan itu tiba-tiba mundur tanpa penjelasan dan barang dagangan itu dijual di tempat lain.
Pakaian dalam telah mengubah Guanyun, dengan pabrik-pabrik yang tumbuh di sebelah ladang gandum, dan para warganya pun terlihat kaya yang terlihat dari rumah dan mobil baru.
Sebelumnya, kebanyakan dari sekitar satu juta penduduk di wilayah tersebut pergi untuk menjalani kehidupan yang sulit sebagai pekerja migran di pabrik-pabrik yang jauh. Sekarang tidak ada lagi, "Bekerja jauh dari rumah, rindu kampung halaman," kata Li, pekerja garmen.
"Perusahaan-perusahaan ini mengizinkan kami pulang untuk bekerja. Tidak mudah di luar sana," tambahnya.
Guanyun sedang memberi makan 'angsa emasnya, dim ana telah membuka lahan di zona industri bertema pakaian dalam senilai US$ 500 juta dengan luas 1.700 acre (690 hektar) yang akan mengintegrasikan R&D [penelitian dan pengembangan] dan desain, aksesori kain, operasi e-commerce, pergudangan, dan logistik.
Menurut Lei, lockdown akibat pandemi tahun lalu memang berpengaruh pada stok. Sejak saat itu bangkit kembali, tetapi permintaan tetap tinggi di pasar luar negeri yang masih berjuang dengan virus corona, sementara konsumen dalam negeri masih berkonsentrasi pada pengeluaran untuk kebutuhan dasar rumah tangga/
"Setelah masalah ini [Covid-19] teratasi," katanya sambil tersenyum, "mereka akan siap bermain lagi [permintaan tinggi]."
(tas/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Kakek Sugiono Curhat Soal Lawan Main Tersulit, Siapa?