Jakarta, CNBC Indonesia - Tagar alias hashtag #FSGOut memuncaki daftar trending topics di media sosial. Ada apa ya?
FSG adalah singkatan dari Fenway Sports Group. Kelompok usaha besutan John William Henry ini menjadi pemilik di sejumlah tim olahraga seperti Boston Red Sox (bisbol), Roush Fenway Racing (balap mobil), dan tentu saja Liverpool Football Club (sepakbola).
FSG mengambil alih Liverpool dari tangan sesama pengusaha asal Amerika Serikat (AS), George Gillet dan Tom Hicks. Gillet dan Hicks adalah figur yang sangat tidak populer, karena nyaris membuat Si Merah jatuh ke jurang kebangkrutan. Performa di lapangan pun mengecewakan, karena Steven Gerrard dan kolega hanya menjadi tim medioker.
Pada 2010, FSG disebut-sebut merogoh kocek GBP 300 juta (sekira Rp 6,08 triliun dengan kurs saat ini) untuk merebut Liverpool dari Gillet-Hicks. FSG menjadi pemilik Liverpool sampai detik ini.
Di bawah kendali FSG, The Kop merengkuh gelar pertama pada 2012 yatu Piala Liga Inggris. Pada 2014, di bawah asuhan Manajer Brendan Rodgers, Liverpool nyaris menjadi juara Liga Primer Inggris. Namun terpeleset (secara harfiah) jelang garis finis membuat itu jatuh ke tangan Manchester City,
Peruntungan FSG berubah kala menunjuk laki-laki berkebangsaan Jerman bernama Juergen Norbert Klopp sebagai manajer. Pada musim 2017/2018, Klopp membawa Liverpool ke final Liga Champions Eropa untuk berhadapan dengan Real Madrid (Spanyol). Sayang, kalah 1-3.
Semusim berikutnya, Liverpool nyaris menjadi juara Liga Primer, hanya berselisih satu poin di klasemen akhir dari (lagi-lagi) City. Namun kekecewaan itu dibayar dengan menjuarai Liga Champions Eropa setelah menundukkan sesama klub Inggris, Tottenham Hotspur, di final. Setelah jadi Champions of Europe, Liverpool kembali menambah trofi dengan menjuarai Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antar-Klub.
Puncak kejayaan FSG di Liverpool mungkin bisa dibilang terjadi pada musim 2019/2020. Setelah penantian selama 30 tahun, akhirnya Liverpool berhasil menjadi yang terbaik di Inggris dalam urusan sepakbola. Ya, Liverpool adalah Champions of England!
Namun sayang, puncak kejayaan itu terasa sepi. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat gelar juara tidak bisa dirayakan beramai-ramai bersama para suporter.
Halaman Selanjutnya --> FSG Tidak Baik-baik Saja
Sepertinya rezim FSG di Liverpool baik-baik saja bukan? Buktinya trofi terus berdatangan?
Well, tidak juga. FSG pun pernah melakukan 'dosa'.
FSG berencana menaikkan harga tiket masuk Stadion Anfield untuk kategori tibun utama (main stand) dari GBP 59 (Rp 1,2 juta) menjadi GBP 77 (Rp 1,56 juta) pada musim 2016/2017. Suporter menolak rencana ini dan sekitar 10.000 orang melakukan aksi walk-out pada menit ke-77 di pertandingan melawan Sunderland.
Fans menang. Manajemen klub akhirnya membatalkan rencana itu dan meminta maaf.
"Atas nama seluruh pihak di Fenway Sports Group dan Liverpool FC, kami meminta maaf atas kekisruhan akibat rencana harga tiket untuk musim 2016/2017.
"Kami sangat resah dengan persepsi bahwa kami bertiga tidak peduli terhadap fans, kami serakah, dan kami mencoba mendapat keuntungan pribadi mengatasnamakan klub. Itu semua tidak benar," sebut surat terbuka yang ditandatangani Henry, Tom Werner (Chairman Liverpool), dan Mike Gordon (Presiden FSG).
Kini FSG berulah lagi. Akhir pekan lalu, FSG membawa Liverpool untuk ikut serta dalam Liga Super Eropa alias European Super League (ESL).
Liverpool menjadi salah satu dari 12 klub pendiri ESL. Sebelas klub lainnya adalah Manchester United, Manchester City, Arsenal, Chelsea, dan Tottenham Hotspur dari Inggris, Juventus, AC Milan, dan Inter Milan dari Italia, serta Real Madrid, Atletico Madrid, dan Barcelona dari Spanyol.
Mereka berencana membentuk liga tandingan untuk menggantikan Liga Champions yang dinaungi Federasi Sepakbola Eropa (UEFA). Berikut adalah format kompetisi ESL:
- Ada 20 klub yang berpartisipasi dengan 15 klub pendiri dan lima klub lain ditentukan berdasarkan pencapaian musim sebelumnya.
- Pertandingan digelar pada tengah pekan sehingga klub masih bisa berkompetisi di liga dalam negeri.
- Kompetisi rencananya dimulai pada Agustus 2021 dengan 20 klub dibagi menjadi dua grup. Setiap klub bermain kandang-tandang dan tiga tim teratas di setiap grup berhak maju ke babak perempatfinal. Klub yang menempati urutan empat dan lima di setiap grup diadu melalui playoff untuk mengisi tempat di perempatfinal. Setiap tim kembali bermain kandang-tandang dan final rencananya berlangsung pada Mei 2022 di tempat netral.
"Pembentukan Liga Super bertepatan dengan momentum pandemi global yang menyebabkan instabilitas keuangan klub. Pandemi menunjukkan bahwa dibutuhkan visi yang strategis dan peningkatan kualitas serta intensitas kompetisi antar-klub sehingga mendorong sebuah format di mana klub papan atas bertemu secara reguler.
"Dibutuhkan pula sebuah pendekatan komersial yang berkelanjutan untuk meningkatkan keuntungan setiap pemangku kepentingan. Klub pendiri meyakini bahwa solusi ini tidak merusak fundamental klub dan tetap mendukung sumber daya keuangan bagi keseluruhan piramida kompetisi sepakbola," sebut keterangan resmi di situs klub Liverpool.
Tidak cuma mau mencari intensitas kompetisi, FSG ditengarai ingin menyerok cuan dari ESL. Mengutip The Guardian, para perserta ESL dijanjikan 'uang partisipasi' yang berkisar antara EUR 200 juta (Rp 3,49 triliun) hingga EUR 300 juta (Rp 5,24 triliun). Sementara sang juara digosipkan bakal 'ditabok' EUR 400 juta (Rp 6,99 triliun). Uang ini datang dari bohir yang bernama JPMorgan, bank investasi asal AS.
Halaman Selanjutnya --> ESL Karam, Tapi FSG Tak Termaafkan
Drama ESL membuat komunitas sepakbola membara. ESL dituding tidak membawa semangat sportivitas, karena tidak ada ganjaran bagi mereka yang kalah. Klub pendiri bisa selalu ikut ESL dan menikmati uang berlimpah, meskipun (ekstremnya) kalah terus selama semusim. Apakah yang seperti ini layak disebut kompetisi?
Sementara untuk ikut Liga Champions, klub minimal harus menempati posisi empat di klasemen akhir musim sebelumnya. Ada perjuangan agar layak berlaga di Liga Champions. By merit, bukan given. Inilah kompetisi yang sehat.
Kemudian, ada pandangan bahwa ESL akan mengalienasi suporter. Klub-klub besar yang bakal sering bertemu di ESL tentu menjanjikan tontonan seru, dan ini sangat bisa dimonetisasi. Suporter hanya dianggap sebagai pelanggan yang rela membayar untuk menonton, bukan mereka yang memberikan dukungan tulus dengan mengorbankan jiwa, raga, waktu, dan harta.
Suara penolakan yang demikian masif dalam dua hari terakhir membuat klub-klub peserta ESL gentar. Hari ini, enam klub pendiri ESL dari Inggris resmi mundur dari ESL. Termasuk Liverpool di bawah kendali FSG.
"Liverpool FC bisa memberi konfirmasi bahwa keterlibatan kami dalam rencana pembentukan ESL tidak berlanjut. Dalam beberapa hari terakhir, kami telah menerima perwakilan dari berbagai pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal, dan kami ingin mengucapkan terima kasih atas kontribusi mereka yang berharga," demikian bunyi pernyataan resmi di situs klub.
 Sumber: liverpoolfc.com |
Liverpool sudah mundur dari ESL. Masalah selesai bukan?
It isn't over, mate.
Banyak yang memandang pernyataan itu hanya formalitas belaka. Tidak ada ketulusan, apalagi permintaan maaf.
Suporter membandingkan dengan pernyataan yang dibuat oleh manajemen Arsenal. Ada kesan para petinggi di Stadion Emirates benar-benar menyesal karena mereka telah salah langkah. Tidak lupa, ada permintaan maaf di sana.
 Sumber: arsenal.com |
Oleh karena itu, fans Liverpool sepertinya belum bisa memaafkan FSG. Ada kesan bahwa FSG ingin 'menjual' Liverpool demi uang dengan mengorbankan nilai-nilai sepakbola dan sportivitas. Dan mereka tidak menyesal telah melakukan itu, situasi yang tidak mendukung adalah satu-satunya alasan menarik diri dari ESL.
Jamie Carraggher, mantan wakil kapten Liverpool, ikut sumbang suara. Carra menegaskan hubungan FSG dengan fans dan komunitas sepakbola sudah rusak tanpa bisa diperbaiki. Oleh karena itu, #FSGOUT.
"Saya tidak melihat kepemimpinan FSG di Liverpool punya masa depan, saya sungguh-sungguh. Semakin lama mereka bertahan, situasi akan semakin buruk," tegas Carragher, seperti dikutip dari Sky Sports.
Gerakan untuk menggulingkan kepemimpinan yang sah juga terjadi di klub lain. Di Manchester United, tagar #GlazersOut menggema. Sementara di Arsenal, tagar #KroenkeOut pun bergelora. Kebetulan FSG, keluarga Glazer, dan keluarga Kroenke seluruhnya berasal dari AS.
Apakah upaya kudeta itu bakal sukses? Kalau sukses, siapa yang bakal menggantikan? Hanya waktu yang menjawab itu...
TIM RISET CNBC INDONESIA