Kasihan, 7 Juta Anak di Afghanistan Terancam Kelaparan Akut

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
06 May 2020 13:16
Warga Afghanistan menunggu untuk menerima gandum gratis yang disumbangkan oleh pemerintah Afghanistan menjelang bulan puasa Ramadhan. (AP/Rahmat Gul)
Foto: Warga Afghanistan menunggu untuk menerima gandum gratis yang disumbangkan oleh pemerintah Afghanistan menjelang bulan puasa Ramadhan. (AP/Rahmat Gul)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setidaknya sekitar tujuh juta anak-anak di Afghanistan terancam kelaparan akibat harga pangan yang melambung tinggi selama pandemi corona berlangsung di negeri tersebut.

Mengutip BBC, juru bicara Save the Children mengatakan negara itu menghadapi ancaman badai kelaparan, penyakit, dan kematian. Ini bisa dicegah jika masyarakat internasional mengambil tindakan. 

Badan amal ini mengatakan sepertiga dari populasi, yang mencakup 7,3 juta anak-anak, menghadapi musibah kekurangan makanan.

Bahkan, PBB baru-baru ini memasukkan bahwa Afghanistan dalam daftar negara-negara yang berisiko kelaparan.
 
Dilansir laman BBC, Program Pangan Dunia organisasi (WFP) telah memperingatkan dunia soal risiko kelaparan sebagai dampak pandemi. Tanpa pandemi saja, sebenarnya Afghanistan sudah hampir dua puluh tahun menderita akibat perang, bermula sejak AS menyerang negara tersebut untuk menggulingkan Taliban pada 2001.



Perang ini membuat negara tersebut minim fasilitas kesehatan dan dilanda kemiskinan.

Ketika kasus virus corona menyebar, pemerintah memberlakukan lockdown di ibukota, Kabul, pada akhir Maret dan provinsi-provinsi lain pun segera menyusul.  Gerakan selain berbelanja untuk kebutuhan dasar sangat dibatasi dan bepergian antar kota juga dilarang.
 
Save the Children mengatakan bahwa harga makanan naik tepat pada saat anak-anak membutuhkan nutrisi harian yang cukup untuk membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka.

Bahkan sebelum pandemi, diperkirakan lebih dari lima juta anak-anak Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan.  Survei PBB terbaru menunjukkan bahwa sekitar dua juta anak berusia di bawah lima tahun menghadapi kelaparan ekstrem.

Mengutip angka dari WFP, laporan itu mengatakan harga tepung terigu dan minyak goreng di pasar utama kota Afghanistan telah meningkat hingga 23% dalam sebulan terakhir karena permintaan melonjak.  Harga beras, gula dan pulsa meningkat antara 7% -12%.

Hal ini juga berpengaruh pada kenaikan harga, upah buruh harian turun karena lockdown menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan.
 
"Sebagian besar tenaga kerja Afghanistan bergantung pada sektor informal, tanpa jaring pengaman saat pekerjaan langka," kata laporan itu.

Save the Children memperingatkan bahwa  hanya 0,3 dokter per 1.000 orang Afghanistan. Anak-anak yang sakit dan kurang gizi cenderung kurang menerima perawatan yang layak.

Timothy Bishop, direktur badan amal di Afghanistan, mengatakan bahwa bagi banyak warga Afghanistan, dampak pandemi terbesar bukanlah virus itu sendiri, tetapi kelaparan yang disebabkan oleh tindakan lockdown dan kerusakan jalur pasokan.

"Kami sangat prihatin bahwa pandemi ini akan mengarah pada badai kelaparan, penyakit, dan kematian yang di Afghanistan kecuali dunia bertindak sekarang. Kami menghadapi risiko yang sangat nyata bahwa anak-anak bisa mati karena kelaparan," ungkap Bishop.

Dia mengatakan bahwa hal yang dibutuhkan adalah komunitas internasional untuk segera mendatangkan pasokan makanan untuk didistribusikan ke beberapa komunitas yang paling rentan di negara itu. Bishop juga mendesak pemerintah Afghanistan untuk  memfasilitasi distribusi makanan yang cepat, meskipun ada penutupan wilayah secara nasional.

 "Anak-anak Afghanistan telah cukup menderita. Sebagian besar tidak tahu apa-apa selain konflik dalam hidup mereka. Kita tidak bisa membiarkan Covid-19 untuk merampok masa depan mereka lebih lanjut," ungkap dia.

Bagaimana situasi di Afghanistan?
 Sejauh ini, Afghanistan belum termasuk di antara negara-negara yang paling parah terkena virus ini, dan dilaporkan ada 2.171 kasus dan 64 kematian.  Para ahli memperingatkan bahwa setiap lonjakan tiba-tiba infeksi akan dengan cepat membanjiri sistem kesehatan Afghanistan yang rapuh.

Perbatasannya yang keropos telah menimbulkan kekhawatiran penyebaran virus yang tidak terkendali.  Pada bulan Maret, lebih dari 150.000 warga Afghanistan secara spontan kembali dari Iran, salah satu negara yang paling parah terkena virus corona, dan puluhan ribu juga baru saja kembali dari Pakistan.

Kasus yang dikonfirmasi pertama kali terjadi pada akhir Februari di provinsi Herat, yang berbatasan dengan Iran. Awal bulan ini, lusinan anggota staf yang bekerja di istana presiden Afghanistan di Kabul dilaporkan positif mengidap corona.

[Gambas:Video CNBC]




(gus) Next Article Afghanistan Jadi Negara Paling Tidak Bahagia di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular