Ternyata, Bukan Daya Beli dan Toko Online yang Bikin Mal Sepi
Fikri Muhammad, CNBC Indonesia
05 March 2019 17:12

Jakarta, CNBC Indonesia- Sejumlah mal dan pusat belanja diketahui sepi pengunjung sejak setahun terakhir. Terutama untuk mal-mal legendaris yang pernah jadi tempat nongkrong favorit warga ibukota.
Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa mengatakan penyebab mal-mal sepi bukanlah karena daya beli masyarakat. Buktinya gerai-gerai ritel yang menyasar kelas menengah justru semakin banyak dibuka, contohnya gerai seperti Uniqlo, Zara, HnM, dan lainnya.
"Tidak ada isu di daya beli, yang bergeser itu budayanya. Bukan toko online juga, tapi lebih ke faktor kenyamanan konsumen. Bukan soal merek luar negeri dan dalam negeri, buktinya produk-produk designer lokal juga ramai dibeli. Jadi daya beli bukan masalah," katanya saat dijumpai di kantor CNBC Indonesia, Selasa (5/3/2019).
Ia juga menegaskan perlunya harmonisasi antara ritel dan pengelola mal. Misal, sering dijumpai ritel sudah memberi diskon besar tapi tidak didukung oleh pengelola mal. Sementara, saat ritel ingin pendapatan makin banyak dan sewa makin murah, pihak mal malah menaikkan harga sewa sementara tingkat kunjungan menurun.
Mal, kata Handaka, harus cepat tanggap dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. "Mau tidak mau mal harus berubah sehingga tetap menarik. Kedua adalah pelayanan, yang konsumer cari adalah experience. Misal jika belanja jumlah tertentu dapat hadiah atau bonus, bisa kumpulkan poin dan dapat ditukar," jelasnya.
Kerja sama ritel dan mal ini yang harus sejalan, ia memberi contoh misalnya mal Senayan City, meski ditinggal Debenhams tingkat kunjungannya tetap padat karena tata letak dan entertain yang terus-terusan ditawarkan.
"Kalo dilihat mal-mal yang lain juga rame. Jadi kita jangan khawatir. As long kita tau apa yang dibutuh kan mal. Itu yang menyebabkan masyarakat tetap datang. Sedangkan kalo perkembangan saat ini kita tidak hanya ofline menuju online tapi online menuju ofline. Karena omnichannel ini yang menjadi tren," kata Handaka Santosa pada CNBC Indonesia (5/3/2019).
Saksikan video tentang mal-mal baru yang ada di Jakarta di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus/gus) Next Article Ritel Lesu, 5 Mal di Jakarta Ini Hidup Segan Tutup Tak Mau
Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa mengatakan penyebab mal-mal sepi bukanlah karena daya beli masyarakat. Buktinya gerai-gerai ritel yang menyasar kelas menengah justru semakin banyak dibuka, contohnya gerai seperti Uniqlo, Zara, HnM, dan lainnya.
Ia juga menegaskan perlunya harmonisasi antara ritel dan pengelola mal. Misal, sering dijumpai ritel sudah memberi diskon besar tapi tidak didukung oleh pengelola mal. Sementara, saat ritel ingin pendapatan makin banyak dan sewa makin murah, pihak mal malah menaikkan harga sewa sementara tingkat kunjungan menurun.
Mal, kata Handaka, harus cepat tanggap dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. "Mau tidak mau mal harus berubah sehingga tetap menarik. Kedua adalah pelayanan, yang konsumer cari adalah experience. Misal jika belanja jumlah tertentu dapat hadiah atau bonus, bisa kumpulkan poin dan dapat ditukar," jelasnya.
Kerja sama ritel dan mal ini yang harus sejalan, ia memberi contoh misalnya mal Senayan City, meski ditinggal Debenhams tingkat kunjungannya tetap padat karena tata letak dan entertain yang terus-terusan ditawarkan.
"Kalo dilihat mal-mal yang lain juga rame. Jadi kita jangan khawatir. As long kita tau apa yang dibutuh kan mal. Itu yang menyebabkan masyarakat tetap datang. Sedangkan kalo perkembangan saat ini kita tidak hanya ofline menuju online tapi online menuju ofline. Karena omnichannel ini yang menjadi tren," kata Handaka Santosa pada CNBC Indonesia (5/3/2019).
Saksikan video tentang mal-mal baru yang ada di Jakarta di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus/gus) Next Article Ritel Lesu, 5 Mal di Jakarta Ini Hidup Segan Tutup Tak Mau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular