
Sehari Dagang di Pasar Tasik, Belasan Juta Bisa Dikantongi
Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
20 May 2018 10:49

Jakarta, CNBC Indonesia- Tempatnya boleh saja seperti parkiran biasa, tidak ada mesin pendingin ruangan dan harus panas-panasan. Kalau hujan, dagangan terpaksa dibongkar untuk masuk mobil dan risiko terkena air.
Belum lagi tidak setiap hari bisa buka lapak di pasar Tasik, hanya Senin dan Kamis dengan waktu yang disediakan kurang dari 12 jam. Tapi, peminat agar bisa berjualan di pasar kaget ini terus meningkat.
[Gambas:Video CNBC]
Pasar Tasik sebenarnya sudah hadir di Jakarta sejak 2005 lalu, bermula dari lapak-lapak pinggir waduk yang diisi oleh puluhan pedagang dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Lalu, pedagang lapak bertambah hingga dipindah dan disediakan dua lantai khusus di Thamrin City, Jakarta Pusat.
Tetapi ini masih tak cukup, para pedagang terus berdatangan dan mengisi lahan-lahan kosong yang ada di kawasan Jakarta Pusat. Terakhir, Pemerintah Daerah DKI Jakarta menyediakan lahan lapang seluas 1 hektare di Cideng Timur untuk menampung ratusan pedagang pasar Tasik.
Jumlah pedagang yang kian membludak ini, membuat kami bertanya-tanya apa sebenarnya yang bikin mereka tertarik mendapat lapak di pasar ini?
CNBC Indonesia berkunjung ke para pedagang Pasar Tasik, baik yang berada di Thamrin City maupun yang ada di Cideng Timur. Ada dua jawaban dari pedagang yang membuat mereka mengincar lapak pasar ini.
Sewa Murah
Ini sudah tidak bisa dibantah. Harga untuk buka lapak di Pasar Tasik jauh lebih murah ketimbang sewa atau beli toko di pasar grosir lainnya, seperti Tanah Abang.
Malah ada beberapa pedagang di Tanah Abang, yang ikut-ikutan ekspansi ke pasar Tasik demi menambah pundi-pundi penghasilannya. Syarif, misalnya, salah seorang pedagang di Pasar Tasik ini sebenarnya punya toko baju muslim di Tanah Abang Blok A. Namun, ia harus membayar sewa sebesar Rp 80 juta setahun di Tanah Abang.
"Malah ada yang sampai Rp 600 juta setahun, kalau dapat lokasinya bagus di depan-depan," kata Syarif saat dijumpai di tokonya, pekan lalu.
Di lain pihak, ia cukup mengeluarkan Rp 3 juta sebulan atau Rp 36 juta maksimal setahun agar bisa berjualan di pasar Tasik.
Lalu bagaimana dengan tarif sewa pasar Tasik yang ada di Thamrin City?
Ternyata tak jauh berbeda, seperti yang diakui oleh Dedi, seorang pedagang busana muslim pasar Tasik yang memilih lokasi di pusat belanja grosir yang bersebelahan dengan pusat perbelanjaan Grand Indonesia ini.
"Pasar Tasik kalau tokonya sekitar Rp 35 juta per tahun. Nah, kalau lapak itu Rp 3-8 juta per bulan," kata dia.
Lapak artinya tidak memiliki gerai, hanya berjualan di pinggir-pinggir toko. Jam operasionalnya agak beda, di Thamrin City mereka bisa berdagang tiap hari, tidak harus Senin dan Kamis. Tetapi, tiap Senin dan Kamis mereka bisa buka lebih awal, yakni dari jam tiga pagi seperti ritme sebelumnya.
Pendapatan
Pendapatan tentu saja menjadi daya tarik utamanya. Pasar Tasik ibarat gula bagi dan pedagang adalah semut, para pedagang tak mungkin terus bertambah kalau hasilnya tak manis.
Seperti yang diungkap oleh Syarif. Ia mengaku berdagang di pasar Tasik bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 10 juta dalam sehari. Bahkan bisa naik 100% saat Ramadan dan jelang lebaran.
Itu baru pedagang yang di Cideng Timur, bagaimana dengan yang di dalam Thamrin City? Ternyata, sama cuannya juga.
Menurut Dedi, dia bisa mendapat untung kotor Rp 20 juta dalam dua pekan berjualan. Keuntungan bisa naik dua kali lipat di Ramadan dan jelang lebaran.
Ya bagaimana tidak, para pedagang pasar Tasik ini rata-rata sudah memiliki pelanggan sendiri yang datang dari daerah untuk dijual lagi. Bayangkan, sekali datang ke pasar Tasik calon pembeli bisa membawa uang jutaan untuk memborong barang dagangan.
Namun, penghasilan ini belum bisa menyaingi pendapatan para pedagang di Tanah Abang. Meski terhitung pergerakan uang sangat cepat di pasar Tasik, dari jumlah besaran masih belum bisa membalap omzet pedagang di Tanah Abang.
Menurut Syarif, yang punya toko di Tanah Abang sekaligus lapak di pasar Tasik, pendapatan sehari di Tanah Abang seperti satu atau dua minggu di pasar Tasik.
"Di Tanah Abang bisa dapat Rp 20 juta sampai Rp 30 juta sehari jika ramai, tergantung daya beli masyarakat dan momen. Mau lebaran bisa lebih tinggi," katanya.
(gus/gus) Next Article Ini Dia Pesaing Ketat Tanah Abang: Pasar Tasik!
Belum lagi tidak setiap hari bisa buka lapak di pasar Tasik, hanya Senin dan Kamis dengan waktu yang disediakan kurang dari 12 jam. Tapi, peminat agar bisa berjualan di pasar kaget ini terus meningkat.
[Gambas:Video CNBC]
Pasar Tasik sebenarnya sudah hadir di Jakarta sejak 2005 lalu, bermula dari lapak-lapak pinggir waduk yang diisi oleh puluhan pedagang dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Lalu, pedagang lapak bertambah hingga dipindah dan disediakan dua lantai khusus di Thamrin City, Jakarta Pusat.
Jumlah pedagang yang kian membludak ini, membuat kami bertanya-tanya apa sebenarnya yang bikin mereka tertarik mendapat lapak di pasar ini?
CNBC Indonesia berkunjung ke para pedagang Pasar Tasik, baik yang berada di Thamrin City maupun yang ada di Cideng Timur. Ada dua jawaban dari pedagang yang membuat mereka mengincar lapak pasar ini.
Sewa Murah
Ini sudah tidak bisa dibantah. Harga untuk buka lapak di Pasar Tasik jauh lebih murah ketimbang sewa atau beli toko di pasar grosir lainnya, seperti Tanah Abang.
Malah ada beberapa pedagang di Tanah Abang, yang ikut-ikutan ekspansi ke pasar Tasik demi menambah pundi-pundi penghasilannya. Syarif, misalnya, salah seorang pedagang di Pasar Tasik ini sebenarnya punya toko baju muslim di Tanah Abang Blok A. Namun, ia harus membayar sewa sebesar Rp 80 juta setahun di Tanah Abang.
"Malah ada yang sampai Rp 600 juta setahun, kalau dapat lokasinya bagus di depan-depan," kata Syarif saat dijumpai di tokonya, pekan lalu.
Di lain pihak, ia cukup mengeluarkan Rp 3 juta sebulan atau Rp 36 juta maksimal setahun agar bisa berjualan di pasar Tasik.
Lalu bagaimana dengan tarif sewa pasar Tasik yang ada di Thamrin City?
Ternyata tak jauh berbeda, seperti yang diakui oleh Dedi, seorang pedagang busana muslim pasar Tasik yang memilih lokasi di pusat belanja grosir yang bersebelahan dengan pusat perbelanjaan Grand Indonesia ini.
"Pasar Tasik kalau tokonya sekitar Rp 35 juta per tahun. Nah, kalau lapak itu Rp 3-8 juta per bulan," kata dia.
Lapak artinya tidak memiliki gerai, hanya berjualan di pinggir-pinggir toko. Jam operasionalnya agak beda, di Thamrin City mereka bisa berdagang tiap hari, tidak harus Senin dan Kamis. Tetapi, tiap Senin dan Kamis mereka bisa buka lebih awal, yakni dari jam tiga pagi seperti ritme sebelumnya.
![]() |
Pendapatan
Pendapatan tentu saja menjadi daya tarik utamanya. Pasar Tasik ibarat gula bagi dan pedagang adalah semut, para pedagang tak mungkin terus bertambah kalau hasilnya tak manis.
Seperti yang diungkap oleh Syarif. Ia mengaku berdagang di pasar Tasik bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 10 juta dalam sehari. Bahkan bisa naik 100% saat Ramadan dan jelang lebaran.
Itu baru pedagang yang di Cideng Timur, bagaimana dengan yang di dalam Thamrin City? Ternyata, sama cuannya juga.
Menurut Dedi, dia bisa mendapat untung kotor Rp 20 juta dalam dua pekan berjualan. Keuntungan bisa naik dua kali lipat di Ramadan dan jelang lebaran.
Ya bagaimana tidak, para pedagang pasar Tasik ini rata-rata sudah memiliki pelanggan sendiri yang datang dari daerah untuk dijual lagi. Bayangkan, sekali datang ke pasar Tasik calon pembeli bisa membawa uang jutaan untuk memborong barang dagangan.
Namun, penghasilan ini belum bisa menyaingi pendapatan para pedagang di Tanah Abang. Meski terhitung pergerakan uang sangat cepat di pasar Tasik, dari jumlah besaran masih belum bisa membalap omzet pedagang di Tanah Abang.
Menurut Syarif, yang punya toko di Tanah Abang sekaligus lapak di pasar Tasik, pendapatan sehari di Tanah Abang seperti satu atau dua minggu di pasar Tasik.
"Di Tanah Abang bisa dapat Rp 20 juta sampai Rp 30 juta sehari jika ramai, tergantung daya beli masyarakat dan momen. Mau lebaran bisa lebih tinggi," katanya.
(gus/gus) Next Article Ini Dia Pesaing Ketat Tanah Abang: Pasar Tasik!
Most Popular